Sepenggal Kisah Euis Darliah yang Namanya Melejit Berkat Lagu Karya Titiek Puspa Apanya Dong

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Euis Darliah mengakui ada dua Titik yang berjasa dalam hidupnya. Titik Hamzah dan Titiek Puspa. Berkat lagu Titiek Puspa 'Apanya Dong' nama Euis Darliah melejit (Majalah Intisari)
Euis Darliah mengakui ada dua Titik yang berjasa dalam hidupnya. Titik Hamzah dan Titiek Puspa. Berkat lagu Titiek Puspa 'Apanya Dong' nama Euis Darliah melejit (Majalah Intisari)

Ada dua nama Titik yang berjasa dalam hidup Euis Darliah. Pertama Titik Hamzah, kedua Titiek Puspa.Berkat lagu 'Apanya Dong' ciptaan Eyang Titike, nama Euis Darliah melejit. Inilah ceritanya tentang "Siapa Sosok di Balik ..."

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Ini adalah kisah tentang Euis Darliah yang namanya melejit setelah menyanyikan lagu karya Titiek Puspa, Apanya Dong. Kisah ini ditulis oleh Tota di Majalah Intisari edisi September 1986 dengan judul:

Euis Darliah Membuka Rahasia

Orang yang mendengar nama itu langsung akan teringat penyanyi yang gemerlapan ... Namun, sebelum mencapai hal itu dia harus menempuh perjuangan panjang. Bahkan untuk mendapatkan suara serak-serak seperti penyanyi Janis Joplin dia tidak segan-segan untuk nyerempet-nyerempet bahaya.

Baginya menyanyi itu untuk mencari uang. Dari umur lima tahun dia sudah tahu bagaimana mencari uang dengan menyanyi. Ibunya sering dibuat malu oleh kelakuannya.Setiap ada tamu yang datang berkunjung ke rumahnya, ia segera berlari mendekat sambil membawa-bawa gayung batok.

"Mah, nyanyi ya, Mah?" serunya pada ibunya. Belum sempat sang ibu menjawab, dia langsung tarik suara: "Burung kakak tua ..." dengan gayung dijadikan mikrofonnya. Begitu selesai tangannya pun lalu diulurkan ke arah ibunya, minta uang.

Itulah Euis Darliah, yang namanya kemudian melejit berkat lagu karya Titiek Puspa "Apanya Dong"yang meledak di tahun 1982. Namun, cukup panjang jalan dan waktu yang harus dilaluinya dalam usahanya untuk mencapai cita-citanya, menjadi penyanyi terkenal.

Sesudah periode menyanyi di hadapan tamu-tamu orangtuanya, kesenangannya menyanyi meningkat di pesta-pesta tetangga sekitar rumahnya. Pada waktu dia berusia sekitar sepuluh tahun, Euis dengan rambut awut-awutan dan bertelanjang kaki, ikut di antara kerumunan orang yang menonton band yang memeriahkan pesta salah satu tetangganya.

Sewaktu pembawa acara menanyakan, siapa di antara penonton mau menyumbangkan suaranya, Euis yang bukan tamu kontan berteriak: "Aku Oooom ..." dan langsung naik ke panggung. Waktu pemain band menanyakan lagu yang ingin dibawakannya, "Yang ini, lho, adik-adikku ..." jawab Euis sambil terus bernyanyi.

Euis Darliah yang berasal dari keluarga sederhana merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Ayahnya yang bernama Mumung adalah seorang Sunda asli, sehari-harinya berdagang mebel di Cimareme, dekat Bandung. Ibunya, Sri Rahayu, campuran Sunda-Jawa.

Euis dilahirkan di Cimahi, 5 April 1957. Waktu kecilnya dia sempat beberapa tahun diasuh oleh seorang bibinya, saudara ibunya, Titin Fatimah, seorang pesinden yang cukup terkenal di sekitar Bandung pada waktu itu. Si bibi inilah yang memperkenalkan dunia panggung pada Euis, karena sering membawa-bawa keponakannya itu kalau pergi nyinden.

Karena pembawaannya yang lincah disertai gerak-gerik yang serba lepas, orang pun jadi cepat akrab dengannya. Bicaranya pun ceplas-ceplos diiringi tawanya yang meledak. Tapi dia bisa juga bicara sendu dengan suaranya yang serak itu.

Logat Sundanya sering-sering terdengar dan sekali-sekali ia meniru orang Indo-Belanda dengan menyebut dirinya ikke.

Namanya ganti terus

Begitu diketahui Euis pintar nyanyi dan suaranya pun bagus, dia lalu sering "dipinjam" untuk memeriahkan pesta di kampung sekitar rumahnya. Dibilang dipinjam di sini, karena dia tidak mendapat imbalan apa-apa untuk jasanya menghibur para tamu. Lucunya lagi, yang datang meminjam Euis lebih sering dari pihak band, bukan yang punya hajat.

Ketika usianya menjelang dua belas tahun, Euis mulai serius untuk menjadi penyanyi sungguhan. Dari radio dia menghafal lagu-lagu, maklum waktu itu pita kaset belum populer, sedangkan piringan hitam hanya buat orang yang mampu saja.

Namanya pun bolak-balik dia ganti. Masanya penyanyi Ida Royani sedang top, Euis mengganti namanya menjadi Euis Royani. Pernah juga jadi Euis Mustafa, meniru Penyanyi Aida Mustafa, dan masih banyak lagi yang lain. "Kalau keterusan sampai sekarang, mungkin bisa jadi Euis Jackson," komentarnya sambil tertawa cekakakan.

Dari surat-surat kabar dan majalah Euis sering membaca bahwa Tety Kadi atau Anna Mathovani kalau menyanyi dapat honor sekian. Masa saya tidak bisa begitu, pikir Euis saat itu. Dia pun lalu sering ikut serta di setiap ada kesempatan buat menyanyi.

Tapi, "Ya ampun, aku malah dikasih vandel atau piala!" ceritanya sambil membelalakkan matanya yang sudah cukup besar itu. "Biar dari jenderal siapa, aku nggak suka! Aku itu mau duitnya saja, lima ratus perak kek." Tentu saja tidak dapat bayaran, soalnya dia menyanyi di acara perlombaan atau festival. Kalau pun dapat, paling-paling cuma cukup buat naik oplet.

Bosan mengikuti segala macam perlombaan atau festival menyanyi, Euis yang sudah mulai tahu berdandan meningkatkan kariernya menjadi penyanyi kelab malam. Di sini dia baru dibayar.

Hanya ada satu hambatannya waktu ia mulai menyanyi di situ. Ayahnya yang turunan ulama itu sebetulnya tidak setuju putrinya jadi penyanyi. Itulah sebabnya Euis selalu pergi dengan cara mencuri-curi, kabur lewat jendela kamar tanpa sepengetahuan ayahnya.

Dia selalu dikawal seorang abangnya. Agar ayahnya tidak curiga, bantal guling pun dibungkus dengan baju Euis dan diselimuti. Pulang pun mereka masuk lewat jendela.

Selain menyanyi, Euis pun mulai belajar mengisap rokok. Pasalnya, gara-gara kegandrungannya pada Janis Joplin, penyanyi lagu-lagu blues yang juga dikenal sebagai penggemar ganja dan morfinis kelas berat. Belakangan penyanyi ini pun meninggal karena ketagihan narkotika itu.

Nah, Euis begitu kagum akan suara si Janis Joplin ini, yang serak-serak dan ingin sekali punya suara seperti itu.

"Merokok!" kata abangnya menganjurkan. Euis pun mulai merokok. Mula-mula masih sembunyi-sembunyi, sebab bisa celaka kalau ketahuan ayahnya.

Rokok saja ternyata belum cukup membuat suaranya jadi serak. "Minum!" saran abangnya lagi. Saran ini dituruti juga oleh Euis. Dia pun mulai sering minum minuman keras, sampai kecanduan. Untungnya kali ini berhasil. Suara Euis yang semula tinggi dan nyaring, mulai ada serak-seraknya.

Namun, akibat nyanyi di kelab dan selalu pulang larut malam, Euis yang masih sekolah itu sering ketiduran pada waktu jam pelajaran. Teman-teman dan gurunya tak ada yang tahu tentang kegiatan Euis ini.

Lama-lama dia juga tidak bisa berkonsentrasi lagi terhadap pelajaran sekolahnya. Di SMTA kelas satu dia menyerah, berhenti sekolah. "Percuma," katanya, "lebih baik uang untuk sekolah aku itu dipakai untuk membiayai saudara-saudara aku yang lain."

Apalagi Euis pun prihatin melihat kesulitan orangtuanya yang harus menanggung tujuh orang anak itu. Hatinya tergerak ingin membantu keluarganya lewat dunia tarik suara.

Hijrah ke Jakarta

Di tahun 1973 seorang wartawan mengajak Euis ke Jakarta, agar karier Euis lebih maju. Pada waktu itu yang menjadi patokan bagi penyanyi baru adalah Abulhayat.

Orang ini dikenal berhasil mengorbitkan nama Emilia Contessa, Grace Simon, Hetty Koes Endang, dan penyanyi-penyanyi top lainnya. Sampai di Jakarta Euis pun dibawa ke Abulhayat ini di Kelab Malam Latin Quarter.

Begitu dites, malamnya Euis langsung disuruh tampil mengisi show di kelab tersebut. "Aku ingat, berhubung tidak punya baju keren, waktu itu aku hanya pakai hot-pants (celana pendek yang lagi mode pada waktu itu)," tutur Euis. Besoknya dia sudah teken kontrak untuk tiga bulan menyanyi di Latin Quarter.

Walaupun sudah di ibu kota, bintang Euis rupanya belum terang-terang juga. Kariernya malah mandeg di kelab malam. Selama bertahun-tahun dia cuma berpindah-pindah menyanyi dari satu kelab ke kelab malam yang lain.

Gara-gara itu dia sempat mengalami frustrasi. Batinnya menjerit, apakah ia hanya jadi seorang penyanyi yang menghibur dan mengiringi orang dansa di kelab malam saja? Akibatnya dia mulai mabuk-mabukan dan berkenalan dengan narkotika.

Di awal-awal dia hijrah ke Jakarta, sebetulnya Euis pernah membentuk sebuah band yang semua pemainnya wanita, bernama Antique Clique. Tahun 1974 bandnya ini mengikuti festival band dan mendapat gelar penampilan terbaik.

Yang menjadi juaranya waktu itu Band Aria Junior, tapi yang membuat Euis bangga, oleh sebuah majalah hiburan, justru foto dirinya yang dijadikan poster. "Ikke waktu itu happy sekali, ke mana-mana itu poster aku bawa," kata Euis sambil memperlihatkan poster yang kini tergantung di dinding kamarnya.

Dengan poster itu Euis punya cerita khusus. Ceritanya, suatu kali dia pulang dari kelab, larut malam. Seorang tukang becak yang parkir di dekat rumahnya, melihat Euis, tiba-tiba nyeletuk: "Wah, hostess nih baru pulang."

Mendengar itu panas juga hatinya. Dia masuk ke rumah dan keluar lagi dengan membawa posternya itu. Sambil menangis dihampirinya si tukang becak tersebut dan berkata, "Aku ini bukan hostess, tahu. Lihat nih, ini bukan foto, ini poster majalah!"

Sebagai penyanyi kelab malam, cukup banyak pengalaman tidak menyenangkan dihadapi Euis. Belum lagi menghadapi reaksi tetangga yang juga mencurigainya sebagai hostess.

"Bayangin aja, pakai back-less berdandan menor, mau ke mana malam-malam kalau bukan pramuria atau yang sebangsanya? Masa sama tetangga gue mesti bilang: sumpah, gue ini penyanyi!" Euis sadar, untuk berbuat begitu juga tidak mungkin.

Belum pernah ada publikasi tentang dirinya di media mana pun, yang bisa meyakinkan tetangga-tetangganya bahwa dia seorang penyanyi dan bukan pramuria.

"Makanya poster ini akan aku simpan, sampai aku mati," katanya sambil memandangi poster yang menggambarkan dirinya sedang menyanyi dengan kepala mendongak ke atas dan badan setengah melengkung ke belakang. Lalu dengan suara perlahan dia menambahkan, "Rasanya hanya aku sendiri deh yang punya latar belakang begini."

Pada waktu masih menjadi penyanyi kelab malam itu, sebenarnya tidak sedikit orang yang datang mengajak Euis rekaman. Ternyata lebih banyak yang hanya berupa janji-janji belaka.

Bosan dibohongi terus-menerus, Euis pun sudah tidak percaya pada orang lagi dan ketika yang benar-benar serius datang, dia tidak mau menanggapi. Sampai awal 1981 Titik Hamzah mencarinya, dia pun mula-mula tidak percaya.

Titik Hamzah yang bekas pemain Band Dara Puspita itu, waktu itu sedang mencari seorang penyanyi yang punya suara serak dan kasar untuk lagu karyanya "Siksa" berduet dengan Hetty Koes Endang, yang hendak diikutkannya dalam festival lagu-lagu populer.

Dari ibu Hetty, Titik mendengar nama Euis Darliah, yang punya suara mirip seperti yang dicarinya.

Setelah dibujuk-bujuk, Euis pun akhirnya mau juga. Suaranya dikawinkan dengan suara Hetty dan seperti diketahui mereka ternyata merebut dua gelar dalam festival tersebut: sebagai lagu terbaik dan penampilan terbaik.

"Langsung ke Jepang," kata Euis, karena sebagai juara mereka berhak mengikuti festival yang bertaraf internasional di Jepang. "Aduh, ikke waktu ke Jepang itu, takuuut... habis belum pernah naik kapal terbang sih," sambungnya tertawa geli ingat pengalamannya pertama kali naik pesawat terbang.

Sekembalinya dari Jepang Euis ingin kembali ke kelab malam lagi, karena bagaimanapun dia toh butuh uang untuk hidupnya. Namun, Titik Hamzah menasihatinya untuk tidak kembali ke sana, "Jangan, kamu sudah dipaparkan di media. Sebaiknya jangan kembali lagi ke sana."

Untuk hidup sehari-harinya, Titik Hamzah sendiri bersedia membantu Euis, termasuk membayar indekos Euis.

Setelah berduet dengan Hetty itu, nama Euis Darliah pun mulai dikenal sebagai penyanyi top di Indonesia. Nasib baik Euis ternyata tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Dia juga mendapat kesempatan untuk rekaman.

Titiek Puspa, penyanyi dan pencipta lagu kawakan, memberinya lagu "Apanya Dong" yang kemudian berhasil mengorbitkan nama Euis ke deretan atas penyanyi-penyanyi di tanah air. "Jadi, yang pertama menolong kehidupan aku itu Titik Hamzah, dan kedua Titiek Puspa. Dua nama Titik yang tidak boleh saya lupakan," katanya lagi.

Kendati bicaranya ceplas-ceplos, tidak semua kisah tentang kehidupan pribadinya mau dibeberkannya. Umpamanya suka dukanya semasa remaja sampai dia punya seorang anak.

"Itu aku anggap cerpen saja," katanya pelan. "Itu aku lupakan. Betul. Karena bagi aku hidup di dunia ini hanya sebuah drama. Peran aku sekarang, aku sekarang dikenal nih: Euis Darliah top! Nah, itu peran aku sekarang. Yang dulu, peran aku begini, begini, begini… sudah!" Tanpa menjelaskan lebih lanjut, Euis segera membelokkan pembicaraan ke hal-hal lain.

[...]

Masa delapan tahun di kelab malam rupanya memberi banyak pengalaman buat diri Euis. Dari mulai bagaimana caranya dia harus menyesuaikan diri dengan suasana kelab malam yang "berhawa panas" itu sampai menjadi semacam bodyguard para pramuria.

Mengapa dia sampai bisa dikontrak nyanyi di kelab malam sampai tahunan itu, menurut pengakuannya, karena dia selalu berusaha untuk menyanyi dengan benar, ada tamu atau tidak. Itu dilakukannya, kecuali untuk menjaga citra dirinya sendiri, juga dianggapnya semacam latihan vokal saja.

Dan lain sebagainya...

[...]

Dari banyak suka duka yang dialaminya, barangkali yang mungkin tak akan dilupakan Euis adalah bagaimana dia dalam keadaan hamil tua, dengan perut besar, masih tetap tarik suara menghibur tamu-tamu kelab malam. Justru pada waktu itu dia banyak menerima uang tip dari tamu.

"Mungkin kasihan sama saya, ya," katanya tertawa. "Padahal biasanya tamu-tamu itu tidak suka mentraktir saya. Cuma bikin rugi saja." Soalnya, sementara penyanyi lain memilih air jeruk jika ditraktir minum, Euis malah meminta wiski-cola.

Kebiasaannya minum minuman keras yang diajarkan abangnya ini terus berlanjut paling tidak sampai wawancara dengan Majalah Intisari ini, meski sudah tak segawat dulu. Itu pun hanya pada waktu-waktu tertentu saja, di pesta atau kalau kebetulan tidak bisa tidur, dan juga takarannya tidak berlebih-lebihan.

---

Begitulah sekelumit kisah tentang Euis Darliah, yang namanya melejit berkat menyanyikan lagu Titiek Puspa berjudul "Apanya Dong".

Artikel Terkait