Di sekitar kampung memang ada tempat yang ada sinyal, tetapi mesti berjalan kaki sejauh 3 kilometer.
"Itu pun sampai di atas bukit ada sinyal. Kalau tidak kita pergi dan pulang kosong. Padahal zaman sekarang jaringan butuh sekali. Apalagi, di sini ada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Siswa-siswi dan guru mau cari informasi di internet tidak bisa. Jadinya serba ketinggalan," ujar Ambrosius.
Sementara untuk air bersih, ia mengaku saat ada upacara besar warga sangat susah memperoleh air minum bersih.
"Itu kami harus pikul dari mata air lalu tampung di bak. Di sini mata air banyak, tetapi kendalanya belum dimanfaatkan. Sehingga, kami masih terus minum langsung dari sumbernya tanah dan di kali," ungkap Ambrosius.
"Harapan kami ke depan, bisa bebas dari keterisolasian ini. Itu saja. Kami minta pemerintah perhatikan infrastruktur dasar ke wilayah ini," sambung dia.
Pantauan Kompas.com, sekitar 7 kilometer jalan dari Kota Maumere menuju kampung Warut, Leng, dan Nampungdagar, sangat memprihatinkan. Jalannya belum dirabat dan diaspal.
Tampak lubang menganga hampir di setiap titik. Kendaraan roda 2 yang lewat sering kali jatuh menyentuh tanah.
Tak sedikit pengendara yang terluka saat melintas jalan itu. Apalagi, jika baru pertama kali menyusuri ruas jalan tersebut.
(Kontributor Maumere, Nansianus Taris)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Curhat Warga Pedalaman Flores : 74 Tahun Indonesia Merdeka, Tetapi Kami Belum Menikmati Kemerdekaan Itu"
Source | : | kompas |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR