Advertorial

74 Tahun Indonesia Merdeka, Tapi Warga Pedalaman Flores Belum Pernah Menikmatinya, 'Mau Teriak, Teriak Kepada Siapa ...'

Tatik Ariyani

Editor

Warga di bagian pedalaman Kabupaten Sikka itu belum menikmati infrastruktur dasar seperti jalan aspal, listrik, air minum bersih, dan sinyal telepon.
Warga di bagian pedalaman Kabupaten Sikka itu belum menikmati infrastruktur dasar seperti jalan aspal, listrik, air minum bersih, dan sinyal telepon.

Intisari-Online.com - Meski Indonesia telah merdeka, warga Kampung Leng, Napungdagar, dan Warut Desa Watu Diran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT,masih merasakan yang sebaliknya.

Warga di bagian pedalaman Kabupaten Sikka itu, selama 74 tahun Indonesia merdeka, belum menikmati infrastruktur dasar seperti jalan aspal, listrik, air minum bersih, dan sinyal telepon.

Hingga di usia ke-74 RI, jalan menuju 3 kampung ini belum dirabat apalagi diaspal. Tidak ada perhatian pemerintah.

Begitu pula dengan air minum, mereka masih mengandalkan air sungai.

Baca Juga: Punya Pasangan Tapi Merasa Kesepian, Kok Bisa? Jangan Stres Sendirian, Ini Saran untuk Anda!

Untuk penerangan malam, warga di 3 kampung tersebut mengandalkan lampu pelita. Sementara untuk sinyal, mereka mesti berjalan kaki sejauh 3 kilometer untuk bisa menelepon.

"Negara ini sudah 74 tahun merdeka. Tetapi kami belum menikmati kemerdekaan itu. Kami di sini sama sekali belum merdeka," ungkap Yakobus Jowe, warga Kampung Warut, kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2019).

"Jalan raya sama sekali belum diperhatikan. Kondisinya sangat buruk. Kami di sini juga belum masuk listrik, air minum bersih, dan sinyal telepon. Inilah mengapa kami merasa belum merdeka. Kami juga tidak tahu. Apa alasan kami di sini dianaktirikan pemerintah," sambung Yakobus.

Ia mengungkapkan, puluhan tahun warga ketiga kampung itu sangat merindukan perhatian pemerintah terhadap infrastruktur dasar masyarakat. Tetapi, hingga kini, kerinduan itu tidak pernah direspons.

Baca Juga: Kisah Seorang Pelatih Tinju Siapkan Jebakan untuk Menipu Mentah-mentah Istrinya yang Sewa Orang untuk Membunuhnya

"Selama ini juga kami pasrah saja dengan keadaan ini. Sulit sebenarnya, hanya mau bagaimana. Mau teriak, teriak kepada siapa dan melalui siapa," ungkap Yakobus.

"Kami minta tolong, sampaikan kondisi dan keluh kesah warga di sini kepada pemerintah. Kalau bisa, kepada bapak Presiden Jokowi, tolong perhatikan kami di sini. Kami juga warga Indonesia. Di sini kami diabaikan oleh pemerintah," lanjut dia.

Sementara itu, Ambrosius Ambo warga Kampung Leng menuturkan, saat kampanye pada tahun 2018 lalu, Bupati dan Wakil Bupati Sikka menjanjikan sinyal, jalan, air minum bersih, dan listrik atau disingkat Sijalin.

"Itu janji mereka saat kampanye di sini. Sekarang kami tuntut itu semua. Tolong perhatikan sinyal, jalan raya, air minum bersih, dan listrik. Tolong tulis ini teman-teman dari media. Sampai di mana saja. Biar pemerintah buka mata melihat penderitaan kami di sini," tutur Ambrosius.

Baca Juga: Hendak Dikremasi, Mayat di Bali Ini Tertukar, Keluarga Panik dan Takut Jika Jenazahnya Tidak Ada di Kamar Mayat

Ia mengungkapkan, akibat tidak diperhatikan infrastruktur jalan, warga 3 kampung di Desa Watu Diran susah untuk menjual hasil komoditi ke Kota Maumere. Ia menyebut, 3 kampung itu memiliki banyak hasil pertanian seperti, kopi, cengkeh, jambu mete, dan kakao.

"Lumayan hasil tani kami di sini. Hanya kendala dijualnya. Kami mau jual pakai pikul ke kota ini susah sekali. Sengsara sekali," ungkap dia.

Ia mengatakan, akibat tidak ada listrik belum masuk di 3 kampung itu, anak-anak mereka harus belajar dengan penerangan pelita.

"Mau nyala terus kan pikir dengan minyak tanah juga mahal. Terpaksa, anak-anak sekolah tidak bisa belajar di malam hari. Habis makan mereka tidur saja," kata dia.

Selain itu, ia menyebut, 3 kampung itu sangat terisolasi lantaran tidak ada sinyal telepon.

Baca Juga: Seorang Pelanggan Mengamuk Hingga Terjadi Perkelahian Hebat di Sebuah Restoran Cepat Saji, Alasannya Bikin Geleng-geleng Kepala

Di sekitar kampung memang ada tempat yang ada sinyal, tetapi mesti berjalan kaki sejauh 3 kilometer.

"Itu pun sampai di atas bukit ada sinyal. Kalau tidak kita pergi dan pulang kosong. Padahal zaman sekarang jaringan butuh sekali. Apalagi, di sini ada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Siswa-siswi dan guru mau cari informasi di internet tidak bisa. Jadinya serba ketinggalan," ujar Ambrosius.

Sementara untuk air bersih, ia mengaku saat ada upacara besar warga sangat susah memperoleh air minum bersih.

"Itu kami harus pikul dari mata air lalu tampung di bak. Di sini mata air banyak, tetapi kendalanya belum dimanfaatkan. Sehingga, kami masih terus minum langsung dari sumbernya tanah dan di kali," ungkap Ambrosius.

Baca Juga: Cerita Petugas PPSU Jakarta 'Ditembak' Bule Cantik Austria Hingga Maju ke Pelaminan, Begini Awal Pertemuannya

"Harapan kami ke depan, bisa bebas dari keterisolasian ini. Itu saja. Kami minta pemerintah perhatikan infrastruktur dasar ke wilayah ini," sambung dia.

Pantauan Kompas.com, sekitar 7 kilometer jalan dari Kota Maumere menuju kampung Warut, Leng, dan Nampungdagar, sangat memprihatinkan. Jalannya belum dirabat dan diaspal.

Tampak lubang menganga hampir di setiap titik. Kendaraan roda 2 yang lewat sering kali jatuh menyentuh tanah.

Tak sedikit pengendara yang terluka saat melintas jalan itu. Apalagi, jika baru pertama kali menyusuri ruas jalan tersebut.

(Kontributor Maumere, Nansianus Taris)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Curhat Warga Pedalaman Flores : 74 Tahun Indonesia Merdeka, Tetapi Kami Belum Menikmati Kemerdekaan Itu"

Artikel Terkait