Selanjutnya diharapkan pelaku menjadi tidak ingin dan tidak mampu lagi melakukan hubungan seksual.
Namun, perlu diingat, dorongan seksual tidak hanya dipengaruhi oleh hormon testosteron, tetapi juga oleh pengalaman seksual sebelumnya, kondisi kesehatan secara umum, dan faktor psikologis terkait fungsi seksual.
Berarti, walaupun mendapat obat anti testosteron, belum tentu keinginan melakukan hubungan seksual lenyap sama sekali, terlepas dari mampu atau tidak melakukannya.
Pengalaman seksual sebelumnya, apalagi selama bertahun-tahun, pada umumnya tetap melekat di pusat seks yang ada di otak.
Pengalaman ini akan muncul dalam kondisi tertentu, dan membuat orang melakukan upaya agar dapat melakukan hubungan seksual lagi.
Bahwa apakah upayanya berhasil atau tidak, tentu bergantung pada apa upaya yang dilakukan.
Selain itu, penurunan hormon testosteron juga akan mengganggu fungsi organ tubuh yang lain, seperti otot yang mengecil, tulang yang keropos, sel darah merah berkurang, dan fungsi kognitif terganggu.
Apakah pengaruh lain ini dibiarkan begitu saja, padahal tujuan awal hukuman kebiri kimia bukan untuk mengganggu fungsi organ lain?
Beberapa kemungkinan di atas tampaknya perlu kita pikirkan sebelum melaksanakan hukum kebiri bagi para penjahat seksual.
Akan tetapi, yang pasti, semua orang di negara ini sepakat agar penjahat seksual dihukum seberat mungkin.
Sama halnya dengan keinginan semua orang agar penjahat korupsi juga dihukum seberat mungkin.
Beberapa masalah
Katakanlah kita sepakat dengan hukuman kebiri kimia, tetapi tampaknya tidak sederhana dalam penerapannya.
Beberapa masalah berikut perlu dipikirkan dengan baik.
Apakah dokter yang melakukan tidak dianggap melanggar etika kedokteran, bahkan malapraktik?
Mengapa?
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR