Advertorial

Kasus Pria yang Perkosa 9 Anak Divonis Hukuman Kebiri Kimia: Mengenal Kebiri Kimia, ‘Hukuman’ bagi Penjahat Seksual

Mentari DP

Editor

Selain vonis hukuman kebiri kimia, Aris juga harus menjalani hukuman kurungan 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Selain vonis hukuman kebiri kimia, Aris juga harus menjalani hukuman kurungan 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Intisari-Online.com – Dilansir dari kompas.com pada Senin (26/9/2019), Muh Aris (20) terbukti bersalah melakukan perkosaan terhadap 9 anak gadis di wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto, Jawa Timur.

Menurut Pengadilan Negeri Mojokerto, tersangka divonis bersalah dengan melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Putusan majelis hakim terkait perkara yang menjerat Aris, tertuang dalam Putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk, tertanggal 2 Mei 2019.

Awalnya, tersangka akan hukuman penjara 17 tahun dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Baca Juga: Kasus Pria Bunuh Pacarnya yang Berusia 14 Tahun Karena Korban Menolak Berhubungan Badan, Ini Kata Ahli Mengapa Peristiwa Ini Sering Terjadi

Lalu hukuman Aris ‘ditambah’, yaitu dengan menjalani hukuman kebiri kimia.

Putusan ini membuat tukang las asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, ini menjadi terpidana pertama yang harus menjalani hukuman kebiri kimia.

Selain vonis hukuman kebiri kimia, Aris juga harus menjalani hukuman kurungan 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Sebenarnya, undang-undang yang mengatur tentang hukuman kebiri kimiatersebut sudah disahkan sejak 2016, ternyata masih ada kendala dalam eksekusinya.

Untuk kasus Aris misalnya, kejaksaan masih mencari rumah sakit yang mau mengeksekusi putusan ini.

Sejak awal, wacana kebiri kimia digaungkan, bermunculan berbagai informasi yang menunjukkan ketidakmengertian masyarakat, termasuk yang menyampaikan informasi.

Ada kebingungan dengan istilah kebiri, kebiri kimia, ada pula istilah pemotongan saraf libido.

Narasumber yang dimunculkan di media massa ternyata tidak semua berkompeten sehingga informasinya kurang tepat.

Oleh karena itu, Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia (Persandi) pernah menyampaikan surat penjelasan kepada para menteri terkait dengan rencana hukuman kebiri kimia.

Kebiri kimia

Istilah kebiri kimia berasal dari kata obat yang bersifat anti hormon testosteron, pelaku diharapkan kehilangan dorongan seksualnya.

Dengan demikian, si pelaku menjadi tidak ingin dan tidak mampu lagi melakukan hubungan seksual.

Namun, tidak mungkin hanya dengan sekali pemberian obat lalu dorongan seksual langsung hilang dan tidak mampu melakukan hubungan seksual.

Kalau hormon testosteronnya ditekan sehingga menjadi rendah, akibatnya memang terjadi penurunan dorongan seksual.

Baca Juga: Kasus 1 Warga dan 19 Kerbau yang Tersambar Petir Bersamaan, Ternyata Petir Paling Ganas di Dunia Ada di Indonesia, Ini Lokasinya

Selanjutnya diharapkan pelaku menjadi tidak ingin dan tidak mampu lagi melakukan hubungan seksual.

Namun, perlu diingat, dorongan seksual tidak hanya dipengaruhi oleh hormon testosteron, tetapi juga oleh pengalaman seksual sebelumnya, kondisi kesehatan secara umum, dan faktor psikologis terkait fungsi seksual.

Berarti, walaupun mendapat obat anti testosteron, belum tentu keinginan melakukan hubungan seksual lenyap sama sekali, terlepas dari mampu atau tidak melakukannya.

Pengalaman seksual sebelumnya, apalagi selama bertahun-tahun, pada umumnya tetap melekat di pusat seks yang ada di otak.

Pengalaman ini akan muncul dalam kondisi tertentu, dan membuat orang melakukan upaya agar dapat melakukan hubungan seksual lagi.

Bahwa apakah upayanya berhasil atau tidak, tentu bergantung pada apa upaya yang dilakukan.

Selain itu, penurunan hormon testosteron juga akan mengganggu fungsi organ tubuh yang lain, seperti otot yang mengecil, tulang yang keropos, sel darah merah berkurang, dan fungsi kognitif terganggu.

Apakah pengaruh lain ini dibiarkan begitu saja, padahal tujuan awal hukuman kebiri kimia bukan untuk mengganggu fungsi organ lain?

Beberapa kemungkinan di atas tampaknya perlu kita pikirkan sebelum melaksanakan hukum kebiri bagi para penjahat seksual.

Akan tetapi, yang pasti, semua orang di negara ini sepakat agar penjahat seksual dihukum seberat mungkin.

Sama halnya dengan keinginan semua orang agar penjahat korupsi juga dihukum seberat mungkin.

Beberapa masalah

Katakanlah kita sepakat dengan hukuman kebiri kimia, tetapi tampaknya tidak sederhana dalam penerapannya.

Beberapa masalah berikut perlu dipikirkan dengan baik.

Apakah dokter yang melakukan tidak dianggap melanggar etika kedokteran, bahkan malapraktik?

Mengapa?

Baca Juga: Kasus Wanita yang Diberi Obat Kedaluwarsa oleh Puskesmas: Masih Bolehkah Obat Kedaluwarsa Dikonsumsi? Begini Aturan Pakainya

Karena dalam kondisi kadar testosteron normal dan tidak ada indikasi, dokter tidak dibenarkan memberikan anti testosteron.

Sebab, hal itu berarti sama saja dengan dokter dilarang memberikan pengobatan atau tindakan tertentu tanpa indikasi yang pasti.

Kalau dokter harus tunduk melaksanakan peraturan atau undang-undang, ya, apa boleh buat.

Namun, bagaimana dengan akibat yang mungkin terjadi pada organ lain seperti di atas? Apakah dokter tidak dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) karena merusak fungsi organ tubuh lain?

Padahal, sekali lagi, tujuan utama penerapan hukum ini agar pelaku tidak mau dan tidak mampu lagi melakukan kejahatan seksual.

Hal lain yang perlu kita pikirkan adalah setelah pelaku bebas dari hukuman: mungkinkah dia mendapatkan kembali dorongan seksual dan kemampuan melakukan hubungan seksual?

Mungkin saja, dengan cara mendapatkan kembali pengobatan testosteron.

Selain itu, mungkinkah pelaku kemudian mampu melakukan kejahatan seksual lagi kalau dorongan seksualnya hilang atau kurang?

Dan, andai kata pelaku tetap kehilangan dorongan seksualnya, tetapi mau melakukan hubungan seksual, mungkinkah?

Dengan pengobatan tertentu, mungkin saja kemampuan seksual didapat walaupun tanpa dorongan seksual.

Artinya, ia tetap mampu melakukan kejahatan seksual walaupun tanpa atau hanya sedikit merasakan dorongan seksual.

Semoga uraian singkat ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua dalam mewujudkan keinginan menerapkan hukuman kebiri kimia.

--

oleh: Wimpie Pangkahila, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; Ketua Umum Persandi

Baca Juga: Putri Najwa Shihab Meninggal 4 Jam Setelah Dilahirkan Karena Air Ketuban Bocor, Yuk Kenali Bahaya dan Tanda-tanda Air Ketuban Bocor

Artikel Terkait