Pada salah satu pertanyaan yang berbunyi, “Aku ingin ibuku....” Dika menjawab, “Membiarkanku bermain sesuka hatiku sebentar saja.”
Dalam mailing list, sang ibu bercerita ia memang merasa perlu menjadwal aneka kegiatan yang bermanfaat demi kebaikan anaknya yakni kapan waktu menggambar, bermain puzzle, bermain basket, membaca buku cerita, main game dan sebagainya.
Menurutnya, Dika perlu menikmati permainan-permainan secara merata di sela-sela waktu luangnya yang sedikit, karena sebagian besar dihabiskan untuk sekolah dan mengikuti berbagai kursus.
Sedangkan pada pertanyaan untuk sang ayah, “Aku ingin ayahku.…” Dika menjawab, “Melakukan apa saja seperti yang dia tuntut dariku.”
Rupanya Dika tidak mau diperintah untuk melakukan ini dan itu.
Ia hanya ingin melihat ayahnya melakukan seperti apa yang diperintahkan kepada dirinya.
Bangun pagi-pagi kemudian membereskan tempat tidurnya, makan dan minum tanpa harus dilayani, menonton TV secukupnya, merapikan sendiri koran yang habis dibacanya dan tidur tepat waktu.
Masih ada sejumlah jawaban lain yang membuat sang ibu terhenyak, seperti “Aku ingin ayahku tidak menyalahkanku di depan orang lain, merasa paling benar dan paling hebat, mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepadaku.”
Sementara untuk sang ibu, “Aku ingin ibuku memeluk dan menciumku setiap hari seperti dia memeluk dan mencium adikku.”
Apa yang dirasakan Dika bisa jadi merupakan gambaran jeritan hati banyak anak lainnya yang merasa tidak happy dengan pengasuhan orangtuanya.
Membesarkan anak memang bukan perkara gampang, semua serba otodidak, wong tidak ada sekolahnya.
Beruntung, belakangan mulai banyak buku-buku parenting yang bisa menjadi panduan bagi orangtua. Isinya kebanyakan mengadopsi pemikiran-pemikiran dalam ilmu psikologi.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR