Bagaimanapun juga, gabungan menjadi seorang pasien kanker dan seorang ibu baru memiliki dampak fisik dan mental yang melelahkan pada Sima.
“Itu nyata, aneh dan traumatis,” kata Sima, seperti dilaporkan Metro.co.uk, pada Minggu (19/5).
“Sangat, sangat sulit untuk menjadi ibu baru dalam situasi seperti itu. Di satu sisi, rasanya seolah-olah melahirkan telah menjadi pengalaman medis karena kanker,” dia menambahkan.
Sima juga mengakui bahwa banyak yang terkejut saat dirinya didiagnosis menderita kanker usus.
“Keluarga, teman, dan rekan kerja karena mereka semua tahu saya adalah orang yang sehat,” katanya.
Setelah kelahiran Mathilda, dokter memberi Sima beberapa minggu untuk pulih serta menghabiskan waktu berkualitas dengan putri barunya itu sebelum memulai perawatan untuk mengatasi tumor.
Meskipun tahu itu akan membuatnya tidak subur dan tidak dapat memiliki anak lagi, Sima mengikuti saran medis.
Dia dengan tertib menjalani terapi radiasi setiap hari selama seminggu, sebelum menjalani operasi seminggu kemudian.
“Saya menjalani reseksi perineum perut, yang artinya ahli bedah mengambil rektum, anus, dan usus besar yang turun untuk memastikan mereka mengangkat semua kanker dalam operasi enam jam,” jelasnya.
“Itu brutal, tapi kami tahu itu yang terbaik. Karena saya masih sangat muda (34 pada waktu itu)."
"Mereka ingin selengkap mungkin untuk memastikan itu tidak akan pernah kembali.”
Bagi Sima, menjadi pasien kanker ternyata lebih sulit dibanding menjadi ibu baru.
Meskipun gagasan hidup dengan tas stoma sulit bagi Sima, dia harus terbiasa.
Dokter mengatakan kepadanya, mengilangkan semua kanker memang penting.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR