Advertorial
Intisari-Online.com - Seorang ibu berinisial SP (32) telah melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari jembatan Sungai Serayu, erbatasan Kecamatan Maos dan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Orangtua korban, Kustiono (60), mengatakan bahwa putrinya itu setelah melahirkan anak kedua mengalami kesulitan memberi ASI.
Lebih jauh, korban juga menjaga jarak dengan anak yang baru dilahirkannya.
Dilansir dari Kompas.com, Sabtu (27/4/2019), Kustiono berkata:
Baca Juga : Tubuh Ani Yudhoyono Semakin Kurus, Ternyata Minuman Sejuta Umat Ini Bisa Jadi Penyebab Leukimia
"Punya penyakit, tapi sudah normal sekarang, sudah berobat. Dua tiga bulan ini sudah menyusui anaknya, sebelumnya jaga jarak."
Setelah melahirkan itu, diketahui bahwa korban menjadi jarang keluar rumah dan jarang bertemu warga.
Tak hanya itu, korban juga sering diam jika ditanya seperti orang bingung.
Kapolsek Kesugihan AKP Gunung Krido Wahono mengatakan bahwa menurut keterangan dokter Puskesmas Maos, korban diduga melakukan aksi bunuh diri akibat depresi pascamelahirkan.
Baca Juga : Berhutang Rp354 Triliun, Jenderal Khalifa Gunakan Pinjaman Itu untuk Danai Pasukannya
Lantas mengapa depresi pascamelahirkan atau yang dikenal sebagai baby blues syndrome bisa terjadi?
1. Perubahan Hormon
Setelah melahirkan, hormon-hormon kehamilan menurun drastis dan berganti dengan hormon-hormon untuk menyusui.
Perubahan hormon dalam tubuh ini dapat sebabkan efek tidak menyenangkan dan timbulkan perasaan-perasaan negatif.
2. Kondisi Psikologis
Baby blues bisa disebabkan karna kondisi psikologis ibu baru.
Misalnya saja rasa kecewa, rasa bersalah atas proses persalinan yang baru saja dilewati, mengalami kesulitan menyusui, khawatir dirinya tak bisa menjadi ibu yang baik bagi bayi, kelelahan kewalahan berperan sebagai ibu baru.
Kendala psikis itu bisa terjadi karena kurangnya persiapan mental untuk menjadi ibu.
Baik itu peran untuk merawat bayi, suami, atau diri sendiri.
Inilah 3 ciri khas ibu yang mengalami baby blues:
1. Merasa Bosan, Sedih, dan Lelah
Usai melahirkan, ibu merasa bosan karena yang dihadapinya sehari-hari hanyalah seputar merawat dan mengasuh bayi yang ternyata cukup merepotkan.
Apalagi jika tak ada siapa pun yang membantu.
Efeknya ibu mengalami kelelahan yang luar biasa, kurang istirahat, ingin tidur tapi tidak bisa tidur, bahkan insomnia.
Akibatnya ibu pun bisa mengalami penurunan konsentrasi.
Baca Juga : Setelah Gagal Lamar Permaisuri Raja, Patih Gadjah Mada Memilih Tinggalkan Dunia Politik dan Kekuasaan
Di sisi lain, bayi yang semula manis kini sering rewel dan menangis tiada henti.
Semua cara sudah dikerahkan, tapi si kecil tetap saja menangis. Alhasil, ibu ikut-ikutan sedih bahkan menangis.
Rasa kecewa atau kesal bercampur aduk karena segala upaya yang sudah dilakukan ternyata tak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
2. Mudah marah, tersinggung, dan lebih sensitif
Kala melihat bayi sering menangis bahkan mengalami muntah, misalnya, dan sebagainya, ibu secara tak sadar malah memarahi atau membentak si kecil.
Di sisi lain, suami biasanya bingung kenapa istrinya jadi sensitif dan mudah tersinggung.
Sang ibu jadi tambah kesal karena suami tak berusaha membantu menyelesaikan problem yang dihadapinya.
Intinya, ibu menjadi tidak sabar, mudah marah, dan mudah terpancing emosinya.
3. Merasa terasing, bersalah, dan malu
Selama berada di RS, begitu usai melahirkan, ibu mendapatkan perhatian penuh dari keluarga, kerabat, teman dan lainnya.
Namun, begitu pulang ke rumah, kondisi bisa berubah 180 derajat.
Ibu kurang mendapat perhatian dari lingkungan terdekat dan harus mengurus bayi lebih intens dari siapa pun.
Masalah bisa makin bertumpuk tatkala ibu menemui kesulitan dalam memberikan ASI misalnya, sementara tuntutan mengurus kebutuhan suami dan diri sendiri harus tetap dipenuhi.
Baca Juga : Hukuman Mati di Indonesia, Algojo: 'Maaf Saya Hanya Menjalankan Perintah'