Eisenhower akhirnya keluar dan bertemu langsung dengan Soekarno.
Dalam buku Sukarno: An Autobiography (1966) yang ditulis Cindy Adams, Eisernhower ketika menemui Soekarno di Gedung Putih berupaya meminta maaf atas keterlambatan jadwal pertemuan.
Saat bertemu Eisenhower, Soekarno berusaha menjelaskan psikologi sosial pasca-perang bangsa-bangsa di Asia kepada Eisenhower, terutama melawan penjajah Eropa.
Namun, Eisenhower lebih tertarik berbicara tentang film daripada politik luar negeri AS. Momen inilah yang menjadikan Soekarno dan Eisenhower tak memiliki hubungan baik.
Soekarno memesona
Saat itu, kunjungan Soekarno di AS tak hanya untuk pertemuan dengan Eisenhower saja.
Dia juga diberikan kesempatan untuk berpidato di Kongres AS pada 17 Mei 1956.
Selama 45 menit, Soekarno berkisah tentang revolusi AS yang melawan jerat kolonialisme Inggris, dan menularkan semangat perjuangan negara lain.
New York Times ketika itu menyoroti "Bahasa Inggris (Soekarno) yang jernih dan penuh semangat".
Soekarno juga menyampaikan terima kasihnya atas bantuan AS kepada Indonesia selama ini.
Dia juga menyebut Konferesi Asia-Afrika sebagai pertanda penolakan bangsa-bansa Asia-Afrika terhadap kolonialisme.
"Di dunia ini sebenarnya tak ada kelompok orang yang lebih malas mendengarkan pidato daripada Kongres Amerika.
Namun setelah orang itu (Bung Karno) selesai pidato, secara spontan mereka berdiri dan bertepuk tangan karena merasa kagum akan pidatonya," ucap Asisten Menlu AS Walter Robertson.
Baca Juga : Norimitsu Odachi: Pedang Kuno Jepang Sepanjang Hampir 4 Meter, Benarkah Pemiliknya Raksasa?
Tepuk tangan mengakhiri pidato Soekarno di Kongres AS.
Setelah itu, Pemerintah AS mempunyai harapan agar Indonesia condong ke negara Abang Sam (AS) itu ketimbang pengaruh komunisme yang dibawa Uni Soviet.
"Hanya George Washington saja yang pidatonya kepada Kongres lebih bagus daripada Soekarno," ujar Robertson.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com oleh Aswab Nanda Prattama dengan judul "Saat Soekarno Marah di Gedung Putih dan Membuat Kagum Kongres AS..."
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR