Advertorial
Intisari-Online.com - Pada PD II sejumlah tokoh ilmuwan Nazi pernah melakukan eksperimen tanpa perikemanusiaan terhadap manusia.
Salah satu ilmuwan Nazi yang juga anggota Waffen SS dan memiliki kegemaran penelitian medis menggunakan objek manusia adalah Josef Mengele.
Mengele melakukan eksperimen mautnya demi memenuhi ambisinya untuk mendalami ilmu genentika tubuh manusia, khususnya anak lahir kembar.
Sebagai anggota pasukan Waffen SS yang terkenal kebrutalannya, Mengele merupakan personel tempur Nazi yang intelek.
(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)
Pasalnya dia berhasil menyandang gelar PhD Ilmu Antropologi dari Universitas Munich yang diraih pada tahun 1935.
Ia mulai tertarik terhadap studi genetik anak kembar saat menjadi asisten ilmuwan terkemuka Jerman yang sedang memperdalam genetik anak kembar, Dr. Otmar Freiherr von Verchuer.
Tak hanya menjadi asisten, oleh Verchuer, Mengele juga diberi kesempatan untuk memperdalam ilmu genetik.
Mengele pun berhasil meraih gelar dokter dan kemudian menjadi tim medis pasukan Waffen SS.
Ketika Nazi mengempur Ukraina pada 1941, Mengele yang mengklaim terlibat dalam pertempuran sengit selama delapan hari mendapat penghargaan elit, Iron Cross Second Class.
Mendapat medali kelas dua itu tidak membuat Mengele puas karena keberaniannya di medan tempur rupanya masih diragukan.
Keberaniannya di front Ukraina yang sempat diragukan itu akhirnya terbukti sewaktu Mengele yang kemudian bergabung dengan SS Wiking Division bertempur di front Rusia.
Suatu kali dalam pertempuran yang berlangsung sengit dan berada jauh di garis belakang musuh, Mengele menunjukkan keberaniannya.
(Baca juga: Begini Cara Mengenali Pangkat Anggota TNI dari Mobil Dinasnya)
Yakni dengan cara menarik keluar dua serdadu Nazi yang sedang terjebak di dalam tank yang terbakar.
Meskipun berada di bawah tembakan musuh, dia berhasil menyelamatkan dua awak tank Panzer Division Wiking dan kembali melanjutkan pertempuran.
Mengele yang kemudian bebas dari kewajiban bertempur karena mendapat luka-luka kembali mendapat penghargaan yang lebih prestisius, Iron Cross First Class.
Setelah ditarik dari medan tempur, Mengele ditempatkan di kantor urusan personel militer, Race and Resettlement Office, Berlin sebagai petugas administratif.
Karena minatnya pada ilmu genetika manusia terus mengebu-gebu, Mengele membangun kontraknya lagi dengan von Vercshuer.
Saat itu, Vercshuer sedang berkiprah di Human Genetic and Eugenic Kaiser Wilhelm Institute for Anthropology yang juga berada di Berlin.
Kendati tidak menjalankan tugas tempur, Mengele yang dianggap berprestasi dan atas kedekatannya dengan von Verschuer tak lama kemudian mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Kapten SS.
Tugas untuk mengurusi tawanan perang selanjutnya menjadi peran yang membuat Mengele mempunyai kesempatan mendalami ilmu genetika.
Khususnya saat dokter yang sangat haus kekuasaan itu ditempatkan di kamp konsentrasi Nazi untuk mengisolasi orang-orang Yahudi dan kaum gipsi, Auschwitz pada tahun 1943.
Bertugas di kamp tawanan yang juga tempat pembantaian orang-orang Yahudi dengan cara dibunuh menggunakan gas beracun dan mayatnya kemudian dimusnahkan lewat cara kreamasi, pandangan Mengele terhadap kemanusiaan tawanan Jerman memang nihil.
Dari pada hanya dibunuh sia-sia, dia kemudian berniat memanfaatkan para tawanan itu sebagai ajang eksperimen genetik, khususnya tawanan Yahudi yang dilahirkan kembar.
Seleksi untuk memilih tawanan Yahudi yang baru masuk kamp dan kemudian dikategorikan mana yang layak hidup sebagai pekerja paksa, mana yang layak untuk eksperimen medis, dan mana yang langsung bisa masuk ruang gas dilakukan Mengele setiap harinya.
Dengan mengenakan pakaian dokternya yang berwarna putih bersih Mengele yang berdiri di platform khusus tinggal menggerakkan tangannya ke kiri atau ke kanan untuk menentukan hidup matinya orang-orang Yahudi.
Gerakan tangan kiri berarti kamar gas dan gerakan tangan kanan berarti kamp kerja paksa atau kamp eksperimen genetika.
Kehadiran Mengele setiap harinya bak malaikat pencabut nyawa, sehingga ia pun mendapat julukan yang menyeramkan, de Engel Weisse, Malaikat Maut.
Salah satu tindakan Malaikat Maut Mengele yang mencerminkan nyawa manusia begitu murah adalah pada suatu hari dia tiba-tiba membuat suatu garis putih di dinding yang tingginya 150cm dari lantai.
Anak-anak Yahudi lalu disuruhnya berjajar di garis putih itu dan untuk anak-anak yang kepalanya tidak mencapai garis langsung dikirim ke kamar gas.
Khusus untuk eksperimen genetiknya yang berlangsung di Auschwitz menggunakan para tawanan sebagai ajang penelitian genetika,
Mengele memprioritaskan kepada orang-orang kembar identik. Jumlah tawanan kembar identik yang mencapai ribuan ditempatkan di barak khusus.
Salah satu eksperimen Mengele selain kembar identik juga tentang penyakit anak-anak normal yang biasa terjadi di kamp konsentrasi.
Untuk melaksanakan eksperimennya, dia merekrut dokter anak yang uniknya berdarah Yahudi, Berthold Epstein, dan dokter anak warga Hongaria Miklos Nyiszli.
Selain orang-orang kembar yeng menjadi sasaran penelitiannya, orang berbadan kerdil juga menjadi perhatiannya karena memiliki unsur genetika tersendiri.
Eksperimen terhadap manusia yang kadang dilakukan dalam kondisi hidup adalah menyatukan dua orang kembar identik menjadi kembar siam.
Proses penyatuan menjadi kembar siam itu berlangsung beberapa kali dan prosesnya demikian mengerikan karena hasil program kembar siam itu bukan ditujukan untuk hidup tapi dibiarkan mati akibat infeksi akut.
Eksperimen untuk mengubah mata anak-anak menjadi warna lain juga sering dilakukan dengan hasil mengerikan karena bahan kimia yang disuntikkan bersifat merusak.
Uji coba menggunakan racun yang disuntikkan ke hati pada sekitar 14 pasang kembar identik pernah juga dilakukan sehingga mengakibatkan semua korbannya tewas.
Setelah itu dengan tenang dan cermat Mengele melakukan penelitiannya tanpa merasa bersalah atau bahkan berdosa sehingga cerminan dirinya sebagai Malaikat Maut makin menjadi-jadi.
Tapi Mengele justru menganggap semua eksperimen yang dilakukan secara kejam itu bukan suatu kejahatan melainkan sebuah upaya maksimal demi perkembangan ilmu pengetahuan.
Kekejaman Mengele terhadap para tawanan perang di Auschwitz baru berakhir ketika pasukan Nazi Jerman makin terdesak Sekutu dan kamp Auschwitz ditinggalkan para penjaganya termasuk Mengele pada 7 Januari 1945.
Menjelang keruntuhan Nazi Jerman, Mengele yang menyadari tak lama lagi pasukan Sekutu dan Rusia bisa menangkap dirinya sempat bertugas di kamp Gross Rosen dan unit medis pasukan AD Nazi, Wehrmacht.
Unit itu dipimpin oleh kawan lamanya Hans Otto Kahler. Bersama unit yang baru itu Mengele mulai mengubah identitas dirinya.
Ia berusaha keras lolos dari aksi penangkapan yang dilakukan pasukan Rusia.
Ketika para pemburu penjahat perang Nazi terus melakukan pencarian Mengele di seluruh Jerman hasilnya ternyata nihil dan Mengele pun masih hidup bebas berkat identitas palsunya.
Pasca Perang Dunia II pada bulan Mei 1949 Mengele bahkan bisa tinggal di desa Rosenheim, Bavaria, dan berprofesi sebagai petani. Ia kemudian membangun kontak dengan istri dan kawan-kawannya sekaligus merancang upaya melarikan diri menuju Argentina.
Setelah berhasil memasuki Argentina, Mengele yang kemudian bermukin di Buenos Aires mula-mula bekerja di bidang konstruksi.
Sambl menyamar sebagai pekerja konstruksi, Mengele diam-diam membangun kontak dengan para tokoh Nazi yang sudah terlebih dahulu melarikan diri ke Argentina, seperti Hans Ulrich Rudel dan Adolf Eichmann.
Mengele masih bisa menikmati hari tuanya dan tinggal di bungalow di pinngiran pantai Sao Paulo.
Mengele yang mempunyai hobi berenang itu akhirnya tewas ketika sedang berkunjung di kota pantai Bertioga pada 7 Februari 1979.
Ia ditemukan mati tenggelam. Kemungkinan karena terserang stroke sewaktu berenang di pinggiran pantai Atlantik.
(Baca juga: Pernikahan Aneh! Sepakat Tidak Akan Berhubungan Seks dan Hanya Bersahabat Sampai Maut Memisahkan)