Setelah menyerbu Polandia, Himmler benar-benar meningkatkan program Lebensborn-nya. Meskipun secara etnik orang Polandia itu keturunan bangsa Slavia, yang menurut ideologi Nazi bukan ras super, namun penampilan fisik anak Polandia yang berambut pirang dan bermata biru itu meyakinkan Himmler bahwa mereka berdarah Nordik (salah satu bagian dari ras kulit putih Eropa Utara).
Karena itu, ia menyarankan kepada Hitler agar anak-anak seperti itu yang sudah berusia antara 6 – 10 tahun dibawa ke Jerman dan dibesarkan sebagai orang Jerman. Hitler, setuju.
Hasilnya, lebih dari 200.000 anak Polandia diambil paksa untuk dijermanisasikan. Kebanyakan anak yatim piatu, anak prajurit Polandia yang gugur di medan perang, atau anak haram dari hubungan gelap wanita Polandia dan pria Jerman penakluknya.
Beberapa di antara mereka mau saja dijermanisasikan, dengan harapan bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik. Tetapi yang lain terpaksa mau, karena takut dihukum penguasa Nazi.
(Baca juga: Pada Dasarnya Semua Tentara Nazi Jerman Pernah Menggunakan Sabu-sabu)
(Baca juga: Suka Atau Tidak Pasukan Payung Nazi Jerman Tetap yang Terhebat Hingga Saat Ini)
Banyak pula yang diculik secara paksa. Ketika mereka menyelamatkan diri dari sweeping pasukan SS, kaum Nazi mengerahkan para wanita yang sudah dilatih secara khusus sebagai penculik, untuk "mengamankan" mereka.
Dengan cafa ini, Himmler berharap dapat meningkatkan penduduk Jerman keturunan Nordik dengan 30 juta orang tambahan pada tahun 1980.
Kenyataannya, tidak begitu! Program Nazi untuk memperbanyak penduduk Jerman, tidak bisa mengganti jumlah korban militer dan sipil Jerman dalam perang. Jumlahnya mencapai 6.000.000 orang sebelum perang berakhir.
Perang berakhir terlalu cepat, sebelum anak-anak hasil program "KB" Nazi itu sempat dikirim ke garis depan. Tetapi sebaliknya, ribuan orang kehilangan masa kecilnya yang bahagia, keluarganya, bahkan nyawanya.
Alih-alih memberi kemenangan bagi anak-anak impian Hitler, kaum Nazi menyebar maut dan kesengsaraan saja. (Nino Oktorino/SS)
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2000)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR