Intisari-Online.com -Harus diakui bahwa perang yang dipicu oleh Nazi Jerman telah menjadi cika bakal terciptanya helikopter tempur. Mulai dari heli yang paling sederhana sampai heli tempur yang paling canggih.
Ketika Nazi Jerman berhasil mengembangkan jet tempur Me-262, Sekutu yang merasa sangat khawatir kemudian melancarkan operasi khusus untuk merampas Me-262 agar bisa dikembangkan menjadi jet tempur yang lebih modern.
Demikian pula ketika seorang profesoer Nazi Jerman, Profesor Heinrich Focke, yang pada tahun 1936 berhasil membuat helikopter Focke Wulf Fw 61, Sekutu kelabakan dan ingin sekali menculik heli tersebut untuk dikembangkan.
Sekutu, juga Uni Soviet, akhirnya berhasil merampas sejumlah heli Fw 61 dan mengembangkannya.
Nama-nama besar sebagai perancang heli yang bermodal heli FW 61 pun bermunculan seperti Igor Sikorsky (AS) dan Artem I MiL (Uni Soviet)
Pasca Perang Dunia II dan kemudian disusul oleh Perang Korea, pemakaian helikopter di medan tempur menunjukkan manfaat yang sangat besar.
Ketika Perang Vietnam meletus, peran helikopter makin dominan baik sebagai helikopter transpor maupun heli tempur.
Strategi tempur pasukan AS yang mengoperasikan heli tempur di Vietnam bahkan turut berubah: munculnya pasukan darat yang memiliki kemampuan para dan bantuan tembakan pasukan darat yang dilaksanakan oleh satuan-satuan heli ke posisi musuh.
Meskipun pada awalnya produksi helikopter cenderung didominasi oleh AS, khususnya lewat produsen Bell Helicopter yang diikuti Uni Soviet melalui produk heli Mil Helicopter Company, negara-negara lainnya juga tak mau ketinggalan.
Apalagi setelah melihat bukti bahwa helikopter tempur mampu melakukan misi-misi sulit. Maka negara-negara macama Prancis, Italia, Inggris, Spanyol, Afrika Selatan, Jerman, dan kemudian Uni Eropa turut berlomba-lomba memproduksi heli tempur paling mutakhir.
Kulaitas dan daya gempur sekaligus daya bunuh mesin-mesin perang yang diproduksi oleh negara non-AS dan Uni Soviet juga tak kalah jauh tetap destruktif dan mematikan.
Tak hanya untuk keperluan di darat, produksi berbagai heli tempur juga bisa doperasikan di lautan sehingga situasi medan perang menjadi semakin “seru” berkat kehadiran heli tempur mutakhir itu.
Paling tidak semua heli tempur yang saat ini ditawarkan oleh para produsen mempunyai kemampuan yang nyaris sama: sebagai heli serang darat, serang udara, antihelikopter, antitank, special operation, electronic warfare, transportasi pasukan, dan lainnya.
Berbagai kemampuan yang dimiliki itu jelas sangat mematikan karena untuk menghancurkan tank-tank berat,macam Main Battle Tank (MBT), heli tempur macam Apache atau Eurocopter Tiger cukup meluncrukan satu rudal TOW.
(Baca juga:Saat Perang Dunia II, Singapura Pernah Jadi Ajang Pembantaian dengan Korban Puluhan Ribu Orang )
Namun untuk memenuhi tugas perang di abad 21 beragam heli tempur terus saja diproduksi lewat berbagai program seperti Light Helicopter Experimental (LHX) dan European Future Advanced Rotorcraft (EUROFAR).
Program LHX pada prinsipnya mempunyai dua tujuan. Pertama kemampaun heli tempur sebagai alat transportasi pasukan dan kedua berfungsi sekaligus sebagai heli pengawal dan penyerang.
Target program pemutakhiran helikopter tempur masa depan itu antara lain ringan, tangguh, cepat, dan memiliki kemampuan lebih dibandingkan helikopter tempur modern yang pernah ada atau super chopper.
Untuk mendukung program itu, US Army bahkan telah mengucurkan dana sebesar 40 miliar dolar AS dan sekaligus memesan sebanyak 2.500 unit super chopper.
US Army ternyata punya difinisi sendiri untuk super chopper yang menjadi idamannya.
Bagi mereka, sebuah super chopper haruslah mempunyai senjata sesuai kebutuhan operasi, ada program route misi tempur secara otomatis, sebagai heli serang mampu berfungsi penghancur yang handal, mampu bertahan dari gempuran senjata musuh, sanggup melintasi lini musuh dengan aman, sanggup melakukan perbaikan secara otomatis ketika mendapat kerusakan (self repair), dan kemudian pulang kembali ke pangkalan dengan aman.
Harapan yang terkesan muluk-muluk dan mulai digulirkan pada tahun 1990-an itu kini paling tidak telah berhasil memunculkan helikopter tempur mutakhir seperti AH-64 Apache Longbow yang telah terbukti keunggulannya di berbagai medan perang.
Namun militer AS ternyata masih punya harapan memiliki heli tempur berkualifikasi Top Gun fighter, smart, dan brilliant.
Heli tempur itu antara lain harus memiliki persenjataan sinar laser yang mampu membutakan mata pasukan di darat, membutakan mata pasukan yang mengoperasikan persenjataan antiserangan udara, mampu melumpuhkan sistem persenjataan elektronik tank, APC, dan peralatan komunikasi militer lainnya.
(Baca juga:Inilah Pasukan Tank Terkejam dalam Sejarah Nazi Jerman, Namanya Diambil dari Nama Pemimpin Mereka)
Dengan persenjataan itu, diharapkan korban jiwa akibat gempuran heli tempur bisa diminimalkan.
Yang pasti, berdasar pengalaman di berbagai medan perang, jarang sekali, mesin pembunuh, salah satunya helikopter tempur, dirancang untuk meminimalkan jatuhnya korban.
Produk terbaru heli tempur yang diproduksi oleh berbagai negara, khususnya AS dan Rusia yang produk heli tempurnya paling laris dibeli oleh sejumlah negara, justru makin mematikan.