Intisari-Online.com -Kapasitas Yum Soemarsono dalam dunia penerbangan helikopter Indonesia tak diragukan lagi. Kehilangan satu tangannya akibat sebuah kecelakaan justru membuat lebih gigih semengatnya alih-alih terpuruk. Tak heran jika ia disebut sebagai Bapak Helikopter Indonesia.
Yum belajar helikopter secara otodidak. Pada 1948, ia telah mengembangkan sebuah helikopter bertenaga mesin motor BMW. Kapasitas mesinnya kala itu yang sekitar 500cc cukup menghasilkan 24 tenaga kuda, memungkinkan helikopter RI-H itu terbang 50 km per jam dengan kecepatan naik 1,5 m per detik.
Sekilas tak ada yang berbeda antara RI-H dengan helikopter-helikopter buatan Amerika dan Eropa lainnya. Yang membedakan, pada 1948 Yum sudah menanam rotor stabilizer untuk helinya itu. Padahal saat itu rotor stabilizer baru sebatas desain awal. Tahun 1950-an bahkan teknologi itu baru diuji coba.
Dalam sebuah pengakuannya kepada Majalah Angkasa pada kurun 1990-an, Yun tak sengaja menciptakan stabilizer itu. Awalanya ia tak sengaja menemukan gambar aneh di majalah Popular Science edisi 1939 yang ia beli di tukang loak. Tidak ada keterangan apa pun di situ, sehingga Yum menerka apa sebenarnya benda asing itu.
Insting Yum tak salah. Di kemudian hari Leonard Parish, instruktur Hiller Helicopter, tercengang saat melihat helikopter kedua yang Yum bangun di tahun 1954. Bung Karno dan helikopter Hiller dengan pilot Soemarsono/Angkasa.co.id
Sialnya, pesawat pertamanya itu dianggap berbahaya oleh Belanda. RI-H yang belum sempat terbang dipereteli dan disembunyikan di semak belukar agar tidak diketahui pesawat-pesawat pemburu milik Belanda. Apa daya, pesawat Kitty Hawk mencium keberadaan helikopter Indonesia pertama itu. Tak ayal helikopter itu dihabisi.
Keahlian Yum kemudian terdengar oleh KSAU pertama Suryadarma. Ia langsung memilihnya menjadi ahli konstruksi Auri. Saat itulah Yum bersama kawannya, Soeharto dan Hatmodjo, atau yang kemudian dikenal dengan sebutan YSH, bekerja sama membuat sebuah helikopter lagi.
“Anak” kedua Yum ini diberi nama YSH. Heli ini sempat diuji coba di lapangan terbang Sekip, Yogyakarta, dan berhasil melayang 10 cm di atas tanah. Sayang, saat dibawa dengan truk dari Yogyakarta ke Kalijati, Subang, YSH terkena kawat listrik. Benturan ini menjatuhkan YSH dari atas truk hingga rotornya bengkok. YSH pun tak bisa dilanjutkan.
Tak lama kemudian, Karno Barkah, kawan seperjuangan Yum mengusulkan untuk merombak YSH menjadi sebuah heli yang lebih besar. Dari sinilah lahir Soemarkopter.
Parish yang dikirim Hiller Helicopter ke Indonesia untuk melatih orang Indonesia menerbangkan dan merawat helikopter Hiller yang baru dibeli Indonesia tercengang dengan apa yang ia lihat. “God damn Soem, this is a real chopper!” katanya tak percaya.
Ia berusaha meyakinkan dirinya dengan helikopter ini. Tidak terbayangkan dibenak Parish bahwa bangsa yang saat itu masih dianggap terbelakang ini bisa menciptakan sebuah helikopter canggih.
Parish pun tak kuat menahan hasrat untuk mencoba menerbangkan helikopter ini. Tepat tanggal 10 April 1954, Soemarkopter lepas landas untuk pertama kalinya, walau hanya satu kaki dari tanah. Sayang Soemarkopter hilang tak berbekas saat Yum pulang dari sekolah pilot helikopter di AS.
Ada yang lucu. Hingga helikopter ketiga ini Yum bahkan belum bisa menerbangkan helikopter. Ia baru bisa menerbangkan helikopter ketika menimba ilmu di Amerika Serikat. Sepanjang karirnya di dunia penerbangan heli, Yum telah memegang lisensi helikopter Hiller, Bell, Sirkosky, dan heli Rusia Mi-4. Tidak cuma lisensi penerbang, Yum juga tercatat memegang lisensi teknisi di heli itu.
Puncak karir Yum adalah saat ia didapuk menjadi pilot helikopter kepresidenan pada era Soekarno. Saat itu, ialah yang menerbangkan helikopter kepresidenan pertama Indonesia, Hiller. Yum sendiri wafat di Bandung tanggal 11 Maret 1999 di usia 83 tahun.(Remigius Septian/Angkasa.co.id)