Intisari-Online.com -Divisi Leibstandarte SS Adolf Hitler berasal dari satuan pengawal Hitler yang antara lain pernah memiliki nama Stabswache (1925) dan kemudian berubah menjadi Schutzstaffel (SS).
Dalam perkembangan berikutnya personil SS berubah menjadi 50 ribu orang dan dipimpin oleh Jossep Dietricht.
(Baca juga:Kapal Perang Kebanggaan Nazi Jerman Ini Dianggap Terkutuk, Rententan Nesib Buruk Ini Jadi Buktinya)
Struktur organisasi SS pun ikut berkembang ke dalam sejumlah unit seperti SS-Sonderkommando Zossen dan SS-Sonderkommando Juterbog.
Tapi tak berapa lama kemudian dua unit ini digabungkan menjadi satu dengan nama SS-Sonderkommando Berlin.
Karena semua anggota SS-Sonderkommando Berlin sangat loyal terhadap Hitler, nama unitnya pun disesuaikan, Leibstandarte Adolf Hitler (LAH).
Pada bulan April 1934 Heinrich Himmler yang menjabat sebagai Reichfuhrer-SS mengubah lagi nama Leibstandarte Adolf Hitler menjadi lebih lengkap Leibstandarte SS Adolf Hitler (LLSAH) yang kemudian menjadi rival bagi organisasi pengawalan yang didirikan oleh Ernst Rohm, Sturmabteilung (SA).
Aksi kekerasan dengan prinsip menghalalkan segala cara dimulai oleh LLSAH ketika pada bulan Juni, unit pembunuh LLSAH, Dead Squad menangkap Ernst Rohm para petinggi SA lainnya untuk dieksekusi tanpa diadili terlebih dahulu.
Peristiwa pembunuhan yang berlangsung di dekat kota Munich itu lalu lebih dikenal dengan nama Night of the Long Knive.
Korban pembunuhan para pejabat SA yang berjumlah 177 orang berlangsung hingga bulan Juli.
Sementara unit yang terlibat dalam aksi pembunuhan sistematis itu antara lain Gestapo, LLSAH, dan Goring Landespolizeigruppe.
Ketika Nazi Jerman mulai berambisi untuk menguasai negara-negara sekitarnya, LLSAH pun menjadi kekuatan andalan.
Negara yang kemudian dianeksasi atau dikuasai oleh Nazi Jerman dengan mengerahkan kekuatan LLSAH adalah Austria, Chekoslovakia, dan Polandia.
Di medan tempur Polandia, kekuatan Leibstandarte SS Adolf Hitler menjadi kekuatan pendukung 17 Infanterie Division dan bertempur secara melambung.
Lawan yang kemudian berhasil dilumpuhkan Leibstandarte adalah satu brigade Kavaleri Polandia (Wolynska Cavalry Brigade) dan Polish 28th Infantry Division. di medan tempur Pabianice.
Kota polandia yang selanjutnya berhasil dikuasai LLSAH adalah Warsawa.
Dalam setiap pertempuran prajurit LLSAH dikenal kekejamannya.
Salah satu kekejaman yang pernah dilakukan LLSAH adalah pembantaian 80 tawanan perang Inggris yang merupakan anggota Royal Warwickshire Regiment di kawasan Wormhoudt, Belanda yang kemudian dikenal sebagai Wormhoudt Masacre.
Komandan LLSAH yang memerintahkan pembantaian adalah SS-Hauptsturmfuhrer Wilhem Mohnke.
Alasan Mohnke memerintahkan pembunuhan terhadap 80 prajurit Inggris yang tertawan dikarenakan dia menerima kabar jika Josepp Dietrich terbunuh.
Tapi belakangan kabar itu hanya salah informasi dan 80 prajurit Inggris harus membayar kekeliruan itu denagn nyawanya.
Pertempuran sengit yang selanjutnmya dijalani oleh LLSAH adalah pertempuran di Yunani dan Rusia.
Pasukan LLSAH menjadi motor yang penting bagi pasukan Nazi Jerman saat mendobrak pertahanan Yunani, Metaxas Line dan duel tank di kawasan Kharkov serta Kursk, Rusia.
Ketika pasukan Nazi akhirnya terdesak di front Eropa Timur dan Barat, LLSAH masih terus bertempur secara gigih untuk mempertahankan Jerman.
Pasukan LLSAH di bawah komando Wilhem Mohnke juga bertempur secara menonjol di Ardennes dan untuk sementara berhasil memukul mundur pasukan Sekutu (Operation Wacht am Rhein).
Ketika Nazi Jerman makin terpojok disusul oleh aksi bunuh diri Hitler, pasukan LSSAH bahkan masih bertempur secara gigih hingga perang berakhir.
(Baca juga:Lyudmila Pavlichenko, Sniper Cantik Asal Rusia Pencabut Nyawa 309 Serdadu Nazi)
Dalam upaya menghindari penangkapan pasukan Sekutu atau Rusia, sisa-sisa pasukan LLSAH memilih terus bertempur atau bunuh diri.
Personel LLSAH yang tertangkap diperlakukan secara khusus oleh pasukan Sekutu atau Rusia.
Tapi perlakuan itu cenderung tidak manusiawi karena berunsur balas dendam.
Mereka mendapat kamp tawanan yang berbeda karena sesuai konvensi Jeneva, tidak dianggap sebagai pasukan reguler sehingga baik pasukan Sekutu maupun Rusia bisa berbuat seenaknya.