Intisari-Online.com - Ketika pada 1 September 1939 Nazi Jerman menyerbu Polandia melalui taktik serangan kilat (bliztkrieg), dalam waktu singkat negara yang sebenarnya memiliki kekuatan militer yang kuat itu jatuh ke tangan Nazi.
Atas serbuan Nazi ke Polandia, Inggris dan Perancis menjadi marah dan langsung menyatakan perang terhadap Nazi Jerman.
Tapi Nazi Jerman di bawah pimpinan Hitler ternyata tidak terpengaruh oleh sikap Inggris dan Perancis.
Pada 9 April 1940, Nazi bahkan menyerbu Denmark dan berhasil meraih kemenangan dengan mudah.
Pasukan Nazi kemudian terus bergerak ke Eropa barat menuju Norwegia.
(Baca juga: Kegagalan ‘Dunkirk II’ dan Hancurnya Nazi Dimulai dari Pertempuran Terakhir Hitler Ini)
Pasukan Nazi sempat terhambat oleh pasukan Norwegia yang sudah dibantu pasukan Inggris dan Perancis.
Tapi untuk menghindari kehancuran lebih parah, Norwegia memilih menandatangani perjanjian damai dengan Nazi.
Setelah perjanjian damai itu Norwegia yang memilih menjadi negara netral dalam PD II meskipun secara politik sudah berhasil ‘’ditaklukkan’’ oleh Nazi kemudian diam-diam tetap membantu pasukan Sekutu.
Pasukan Inggris dan Perancis kemudian buru-buru pulang ke Perancis serta bergabung dengan pasukan lainnya untuk menghadapi serbuan pasukan Nazi.
Militer Perancis sebenarnya sudah lama menyadari akan ancaman dari Jerman berdasar pengalaman pada PD I.
(Baca juga: Tak Banyak yang Tahu Adolf Hitler Punya Adik Berkebutuhan Khusus)
Dalam PD I (1914-1918), pasukan Jerman yang bertempur melawan Perancis yang dibantu Inggris dan AS, pernah bertempur mati-matian di berbagai front Perancis.
Meskipun pasukan Jerman akhirnya kalah tapi pihak Perancis, Inggris, dan AS mengalami kerugian sangat besar baik dari sisi materi maupun korban jiwa.
PD I lalu memberikan pelajaran berharga bagi Perancis, yakni perlunya benteng yang kuat demi mencegah serangan Jerman dari arah perbatasan Perancis-Jerman.
Perancis kemudian membangun benteng yang kuat, Maginot Line yang membentang sepanjang perbatasan Perancis-Jerman.
Tapi benteng Maginot Line yang dilukiskan oleh Perancis tidak bisa ditembus kekuatan militer dari negara manapun ternyata masih memiliki kelemahan.
(Baca juga: Saat Adolf Hitler Ditikung Orang Kepercayaannya dan Dikibuli Ramalan Bintang)
Jumlah bunker yang berada di benteng Maginot Line di sisi selatan, yang berbatasn dengan Belgia, tidak serapat dibandingkan bunke-bunker yang berada di sisi utara.
Nazi Jerman ternyata tahu kelemahan itu, maka setelah berhasil menguasai Norwegia, pasukan Nazi segera bergerak tanpa dibendung untuk menguasai Belanda dan Belgia.
Dua negara itu pun bisa digulung dengan mudah oleh pasukan kilat Nazi dan setelah kemenangan gemilang itu, Hitler pun menyiapkan pasukannya untuk menggempur Perancis dari sisi selatan.
Untuk mengecoh Perancis, Nazi Jerman tetap melakukan serbuan dari sisi utara benteng Maginot Line dengan kekuatan terbatas.
Pasukan Perancis dan Inggris yang bertempur di benteng Maginot Line sisi utara rupanya berhasil dikecoh dan tanpa disadari kekuatan besar pasukan Nazi sebenarnya saat itu sedang dipusatkan di sisi selatan.
Pada 10 Mei 1940 pasukan Nazi yang diujungtombaki divisi tank dan pesawat tempur secara kilat menyerbu Perancis dan dalam waktu singkat gabungan pasukan Perancis serta Inggris yang berusaha memberikan perlawanan dipukul mundur.
Perancis akhirnya berhasil dikuasi Nazi Jerman hanya dalam hitungan hari.
Puluhan ribu pasukan Inggris-Perancis menjadi tawanan Nazi dan ratusan ribu lainnya berusaha melarikan diri menuju pelabuhan Dunkirk untuk selanjutnya berlayar menuju Inggris.
Upaya mengundurkan diri pasukan Inggris-Perancis itu diupayakan secara teratur sambil memberikan perlawanan karena pesawat-pesawat tempur Nazi terus melakukan serangan dari udara.
Baik para petinggi pasukan Jerman termasuk Hitler maupun para petinggi pasukan Sekutu sama sekali tidak mengira jika serbuan kilat pasukan Nazi demikian sukses, sehingga membuat pasukan Inggris-Perancis harus dievakuasi menuju Inggris.
Hitler yang demikian gembira dan penuh percaya diri, bahkan tidak begitu menggubris pasukan Inggris-Perancis yang sedang kabur menuju Inggris.
Tapi justru melirik wilayah Eropa Timur (Rusia) demi mewujudkan ambisinya untuk menjadi Kaisar di seluruh daratan Eropa.