Wajah Galunggung berubah
Pada tanggal 13 Oktober, terlihat bahwa bentuk Gunung Galunggung dan puncak-puncak yang mengelilinginya mengalami perubahan.
Jurangnya menjadi makin curam dan dalam, mungkin disebabkan oleh runtuhnya sebagian dinding kawah.
Baru tanggal 17 Oktober, Residen Van der Capellen berhasil mencapai batas daerah Singaparna, ia tak berhasil melakukan peninjauan selanjutnya, karena air dan lumpur belum surut.
Di tepi Sungai Cikunir lumpurnya masih 20 m dalamnya. Ia kembali lagi ke Tasik.
"Setelah menaiki bukit-bukit tertinggi, saya memandang tanah yang tadinya sangat indah, kini telah hancur musnah, ditimbuni mayat manusia, kuda dan kerbau. Di Gunung Lincong, terlihat orang-orang yang masih hidup. Saya memerintahkan agar menyelamatkan sebanyak mungkin orang… "
Cara menyelamatkan orang-orang yang malang itu, antara lain dengan menggunakan batang-batang bambu yang diletakkan di atas lumpur, sehingga menjadi semacam jembatan darurat.
Baru pada tanggal 18 Oktober, residen dan rombongannya bisa mencapai Singaparna dengan menyeberangi Cikunir yang sudah agak surut airnya.
Sebagian besar daerah ini telah berubah menjadi danau besar. Rakyat yang selamat, masih hidup dalam suasana ketakutan.
Suara yang bagaimanapun yang berasal dari gunung, membuat mereka lari tunggang langgang ke bukit yang terdekat.
Di Tasikmalaya, residen meminta kepada para ulama, agar menganjurkan kepada rakyat yang masih mengungsi di tempat-tempat tinggi untuk kembali ke rumah masing-masing.
Residen tak bisa lupa
"Saya takkan pernah bisa melupakan pemandangan yang mcmilukan, yang saya jumpai pada tanggal 15 Oktober dalam perjalanan saya kembali ke Ciawi. Waktu itu saya memeriksa desa Ciburuy dan Leuwiwangun yang terletak dekat jalan besar. Mayat-mayat bergelimpangan sekitar lima belas tindak dari kampung; nampaknya para korban ini akan melarikan diri, tetapi disergap oleh lumpur panas," tulis residen.
Di sini, pada pohon tumbang masih terlihat jenazah seorang wanita dalam posisi terduduk dengan bayi dalam pelukannya.
Lalu di sana, mayat seorang wanita yang menggandeng kedua anaknya. Dalam salah sebuah kampung di Indihiang, yang mengalami pemusnahan menyeluruh, ditemukan jenazah seorang ibu dengan bayinya yang masih menyusu.
Mereka selamat, seakan-akan oleh suatu mukzijat. Anak yang kemudian diambil dan dirawat, sekarang dalam keadaan sehat....
"Dari daftar yang saya lampirkan, saya melaporkan kepada Yang Mulia, bahwa jumlah korban mati dalam kelima distrik dan desa yang rusak menurut berita terakhir dari Pangeran Sumedang, mencapai 4.011 jiwa, 114 desa, 105 ekor kuda dan 833 ekor sapi dan kerbau..."
Panik yang membawa hikmat
Dalam tahun 1894, Galunggung meletus sekali lagi. Pada tanggal 17-19 Oktober, di desa-desa tertinggi terdengar suara gemuruh dari arah kawah-kawah dan terlihat api di tiga tempat.
Di Indihiang dirasakan enam puluh kali getaran tanah. Di Tasikmalaya pada tanggal 18 tidak turun hujan abu, tetapi sungai-sungai mulai meluap dan mengandung lumpur dan abu.
Teringat pada bencana hebat tahun 1822, penduduk sekitar Galunggung menjadi panik, sehingga banyak desa ditinggalkan begitu saja.
Pada tanggal 19, di sisi Mangunreja ada sekitar 25.000 orang mengungsi. Tetapi kepanikan itu membawa hikmat juga, sebab lahar kemudian menghancurkan lima puluh desa, tetapi tak ada korban manusia.
Dalam tahun 1918, terjadi lagi letusan, diawali dengan getaran tanah. Pada kegiatan ini terbentuk lagi sumbat lava yang muncul di atas danau kawah Gunung Jadi. Pada letusan ini tidak tercatat korban manusia maupun kerusakan hebat.
(Slamet Suseono, 1982)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR