Intisari-Online.com - Jakarta pernah dilanda kerusuhan hebat pada 13-15 Mei 1998 yang kemudian ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dari kursi Presiden RI.
Kerusuhan yang hampir merata di seluruh Jakarta itu diwarnai oleh pembakaran dan penjarahan mal-mal serta aksi pembakaran mobil di jalan-jalan.
Bentrokan antara massa perusuh dan aparat kemananan pun terjadi di mana-mana karena kerusuhan itu pada awalnya memang dipicu oleh bentrokan aparat keamanan dan para mahasiswa yang melancarkan aksi demo.
(Baca juga: Irma yang Mengingatkan Kerusuhan Mei 1998)
Aparat keamanan (ABRI/Polri) pun saat itu dianggap sebagai musuh oleh para mahasiswa karena sejumlah mahasiswa telah jadi korban tembakan hingga tewas.
Maka lengsernya Pak Harto sebagai Presdien RI yang sekaligus juga merupakan runtuhnya pemerintahan Orde Baru telah membuat masyarakat demikian euforia.
Pascakerusuhan Mei banyak anggota ABRI (TNI) dan juga kendaraan berplat ABRI untuk sementara tidak berani menampakkan diri karena khawatir diserang oleh warga yang sedang euforia sekaligus marah.
Rakyat marah karena selama ini TNI telah berhasil diperalat oleh Pak Harto demi melanggengkan kekuasaannya dan dianggap suka menindas rakyat.
Maka pada awal reformasi, rakyat bisa dikatakan sedang tidak bangga kepada TNI apalagi sampai memakai atribut-atribut TNI seperti jaket militer, stiker militer, plat nomor kendaraan militer, dan lainnya.
TNI/Polri bahkan perlu waktu utuk memulihkan nama baik agar dicintai dan dibanggakan lagi oleh rakyatnya.
TNI yang secara lembaga kemudian dipisahkan dari Polri demi melaksanakan dan mendukung era reformasi di lingkungan TNI sendiri akhirnya pelan-pelan berubah menjadi lembaga yang dicintai serta dibanggakan oleh rakyat lagi.
(Baca juga: Mengenal Seluk-Beluk Kendaraan Operasional TNI: Menebak Pangkat dari Mobil Dinas)
TNI yang sesungguhnya sudah bersumpah untuk tidak menjadi alat penguasa sebenarnya telah sukses melaksanakan reformasi secara bertahap dan menjadi prajurit yang dicintai rakyat karena tidak sangar lagi seperti di era pemerintahan Orde Baru.
Anehnya sejumlah warga sipil kadang mengambil peran wajah TNI yang sangar di era Orde Baru itu dengan cara ‘’meminjam’’ atribut atau simbol-simbol TNI seperti memasang plat nomor militer di mobil sipil , memasang stiker satuan tertentu, mengenakan jaket loreng, dan lainnya.
Tujuannya adalah demi menakut-nakuti orang lain.
Seharusnya para warga sipil yang memang menyukai dunia militer dan bangga terhadap TNI, berlomba-lomba meniru sikap ‘’TNI di jaman now’’ yang makin cinta dan bersatu dengan rakyat serta mudah tersenyum dengan rakyat.
Pasalnya TNI sekarang bukan seperti TNI di era Orde Baru lagi tapi TNI yang sudah berubah dan berhasil mereformasi diri.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR