Beberapa bulan lalu rumah gubuk Purwati di Jalan Dahlia digusur.
Ia kini tinggal di pinggir got pertigaan Jalan Gandastuli, dengan meja besi beralaskan kardus sebagai kasur.
Purwati menunjukkan lebam dan lecet di kakinya.
Ia menjadi korban kecelakaan pesawat terbang dan tsunami dalam mimpinya.
Kenyataannya, ia jatuh tercemplung di got saat sedang tidur dua hari lalu.
Pinggir got itu merupakan bagian dari tanah rumah yang ada di sampingnya.
Purwati dibolehkan untuk menaruh barangnya di sepetak tanah itu, asalkan siap angkat kaki ketika bangunan itu akan diperluas sebagai indekos.
"Sekarang musim hujan, kalau hujan saya tidurnya di teras atau di musala," kata Purwati.
Sembari berbahagia untuk nasib baik ketiga anaknya yang berprestasi, Purwati terus berjuang di Ibu Kota.
Ia ingin bekerja apapun agar bisa menyekolahkan Subehi seperti kakak-kakaknya.
Subehi saat ini mengenyam pendidikan di panti asuhan.
"Saya punya mimpi, punya gerobak kecil gitu di lahan kosong, supaya Subehi bisa tidur ada atapnya dan saya bisa berjualan," kata Purwati.
(Nibras Nada Nailufar)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Purwati, Pedagang Kopi Keliling yang Anaknya Berangkat ke Kanada”.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR