Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatka berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Di tanah Jawa yang penuh legenda, terukir kisah seorang pemuda sakti bernama Aji Saka. Bersama dua pengawal setianya, Dora dan Sembada, Aji Saka menjelajahi negeri dalam misi mulia.
Perjalanan mereka mengantarkan mereka ke Medang Kamulan, sebuah kerajaan yang dilanda ketakutan akibat kekejaman Prabu Dewata Cengkar, seorang raja haus darah.
Di gerbang kerajaan, Aji Saka dengan gagah berani menantang Prabu Dewata Cengkar dalam pertempuran sengit. Kesaktian Aji Saka terbukti, dan sang raja kejam pun dikalahkan, membebaskan rakyat Medang Kamulan dari cengkeraman tirani.
Kemenangan diraih, namun hati Aji Saka diliputi kerinduan akan keris pusakanya. Ia pun bergegas kembali ke Pegunungan Kendeng, ditemani Dora.
Di sana, mereka bertemu dengan Sembada yang masih setia menjaga amanah. Aji Saka kemudian meminta keris pusaka tersebut, namun Sembada, dengan rasa hormat dan kesetiaan yang tinggi, menolak untuk menyerahkannya.
Perdebatan pun terjadi antara Dora dan Sembada, masing-masing berpegang teguh pada perintah Aji Saka. Perselisihan memuncak, dan dua pengawal setia Aji Saka itu terlibat dalam pertarungan sengit. Aji Saka, yang baru tiba di lokasi, hanya bisa menyaksikan dengan pilu tragedi berdarah di hadapannya.
Dora dan Sembada, dua sahabat sekaligus pengawal setianya, gugur dalam pertempuran, mengorbankan nyawa demi menjalankan perintah junjungan mereka.
Di tengah kesedihan dan rasa bersalah yang mendalam, Aji Saka teringat pesan yang ia berikan kepada Sembada, pesan yang menjadi awal mula tragedi ini. Untuk menghormati pengorbanan Dora dan Sembada, Aji Saka kemudian mengukirkan deretan aksara di atas batu.
Aksara tersebut, yang berbunyi "Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga", melambangkan kisah tragis dua pengawalnya dan menjadi pengingat kesetiaan mereka yang tak ternilai.
Deretan aksara tersebutlah yang kemudian dikenal sebagai Aksara Jawa, sebuah warisan budaya yang tak ternilai dan menjadi bukti nyata kesetiaan dan pengorbanan dua pengawal Aji Saka, Dora dan Sembada.
Kisah mereka terus diceritakan turun-temurun, menggemakan nilai-nilai luhur seperti kesetiaan, keberanian, dan pengorbanan, yang terukir indah dalam Aksara Jawa, warisan budaya yang tak lekang oleh waktu.
Baca Juga: Pantangan Dalam Malam 1 Suro yang Dalam Tradisi Jawa
Kedatangan Aji Saka dan Makna Bulan Suro
Dalam buku "Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa", dijelaskan bahwa penganut Kejawen meyakini bahwa Bulan Suro merupakan bulan kedatangan Aji Saka ke Pulau Jawa.
Kepercayaan ini dilandasi oleh legenda yang menceritakan bahwa Aji Saka tiba di tanah Jawa pada bulan tersebut, membawa misi mulia untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, keadilan, dan perdamaian.
Kedatangan Aji Saka diyakini membawa perubahan besar bagi masyarakat Jawa. Ia berhasil mengusir makhluk gaib yang kala itu banyak meresahkan penduduk, dan mendirikan kerajaan yang adil dan makmur.
Keberanian, kebijaksanaan, dan kesaktian Aji Saka menjadikannya sosok legenda yang dihormati dan dikagumi hingga saat ini.
Bulan Suro, dengan segala tradisi dan ritualnya, menjadi pengingat akan kisah heroik Aji Saka dan nilai-nilai luhur yang ia bawa.
Masyarakat Jawa meyakini bahwa pada bulan inilah kekuatan gaib dan energi spiritual berada di puncaknya, sehingga menjadi momen yang tepat untuk melakukan refleksi diri, membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan, serta memohon perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Aksara Jawa: Warisan Budaya dan Spiritual
Aksara Jawa, yang lahir dari tragedi pengorbanan Dora dan Sembada, tak hanya menjadi warisan budaya yang berharga, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Bagi masyarakat Jawa, Aksara Jawa bukan sekadar alat tulis, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis dan spiritual yang diwariskan dari leluhur.
Bentuk dan susunan aksara Jawa diyakini memiliki makna simbolik yang berkaitan dengan alam semesta, manusia, dan kehidupan. Mempelajari Aksara Jawa, bagi sebagian orang Jawa, bukan hanya untuk memahami bahasa, tetapi juga untuk mendalami filosofi dan spiritualitas yang terkandung di dalamnya.
Kisah Aji Saka, Aksara Jawa, dan Bulan Suro saling terkait dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan spiritualitas masyarakat Jawa. Ketiga hal ini merupakan warisan leluhur yang patut dilestarikan dan dijaga, sebagai pengingat akan nilai-nilai luhur seperti kesetiaan, keberanian, pengorbanan, dan kebijaksanaan.
Melestarikan warisan budaya dan spiritual ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat Jawa, tetapi juga seluruh bangsa Indonesia. Dengan memahami dan mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kita dapat memperkaya khazanah budaya bangsa dan memperkuat identitas nasional.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatka berita terbaru kami di sini
---