Ketika Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Belanda untuk memperebutkan Irian Barat (1962-1963),akibat hubungan buruk dengan AS, demi mendapatkan persenjataan, Pemerintah RI pun memilih Soviet.
Pada era itu Pemerintah RI banyak sekali membeli persenjataan dari Uni Soviet sehingga membuat AS makin khawatir.
Agen-agen CIA pun terus disebarkan untuk melaksanakan monitoring menggunakan pesawar pengintai U-2 dan telah berkali-kali terbang di atas Jakarta.
Berkat hasil intelijen CIA itu, militer Belanda kemudian memutuskan untuk tidak memilih opsi militer dalam penyelesaian Irian Barat, mengingat persenjataan yang dimiliki RI saat itu demikian mutakhir, salah satunya adalah pesawat pembom antikapal induk, TU-16.
Pada saat itu Pemerintah AS atas informasi CIA lebih memilih membujuk Belanda agar segera menyerahkan Irian Barat daripada harus menggunakan cara militer tapi AS tak bisa membantu mengingat pasukan AS yang sedang bertempur di Vietnam sedang keteter.
Sebagai sekutu AS, Belanda sebenarnya kecewa atas keputusan AS itu dan menganggap operasi CIA telah menggagalkan upaya militer Belanda yang ingin tetap mempertahankan Irian Barat melalui operasi militer.
Sebenarnya tidak hanya pihak Belanda yang kecewa. Pemerintah Soviet sendiri yang ingin melihat langsung keampuhan persenjataannya ketika digunakan oleh pasukan RI melawan pasukan Belanda juga turut kecewa.
Militer Soviet sebenarnya sangat yakin persenjataanya yang digunakan militer RI akan mampu menghancurkan persenjataan produk Barat.
Tapi keinginan Soviet ternyata gagal bukan karena pasukan RI tidak berani menyerang, bahkan sudah menggelar Operasi Jaya Wijaya untuk menggempur Belanda, namun gagal karena unsur ketakutan yang telah diciptakan oleh CIA sendiri terhadap pemerintah dan militer AS.
Meskipun operasi untuk memperlemah pemerintahan Presiden Soekarno dan upaya untuk melaksanakan operasi pembunuhan terhadap Presiden selalu gagal, operasi CIA terus berlanjut.
Ketika pada tahun 1965 di Indonesia meletus pemberontakan yang dilakukan oleh PKI, CIA juga berusaha keras menjauhkan Presiden Soekarno dari pengaruh PKI tapi ternyata gagal.
Upaya menjauhkan Presiden Soekarno dari pengaruh PKI disponsori langsung oleh Presiden Lyndon Johson.
Melalui utusan Presiden Johnson, Ellsworth Bunker, pemerintah AS membujuk Presiden Soekarno agar menjauhi PKI yang saat itu telah di back up oleh komunis Uni Soviet dan China. Tapi upaya pembujukan oleh Bunker yang juga agen CIA ternyata gagal.
Namun agen-agen CIA terus berusaha keras memerangi pengaruh komunisme di Indonesia dengan cara mendukung pihak-pihak tertentu yang gigih melawan komunisme seperti TNI-AD.
Salah satu dukungan yang diberikan adalah peralatan intelijen mutakhir yang bisa menyaingi peralatan intelijen milik PKI.
Dana dalam jumlah besar juga dikucurkan CIA bagi militer RI dengan tujuan dimanfaatkan untuk memerangi komunisme di Indonesia.
Tatkala pemberontakan G-30-S-PKI akhirnya berhasil ditumpas, pemerintah AS merasa senang tapi tetap berusaha menyingkirkan Presiden Soekarno yang ternyata masih berhasil memegang kendali.
Upaya-upaya CIA untuk membunuh dan menyingkirkan Presdien Soekarno memang telah gagal.
Kendati kekuasaan Presiden Soekarno secara konstitusional jatuh ke tangan Orde Baru dan Soekarno sendiri akhirnya wafat pada 21 Juni 1970 karena sakit, kepergian mendiang Presiden Soekarno jelas bukan karena ulah para agen CIA.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR