Find Us On Social Media :

Perang Inggris – Argentina yang Hanya 74 Hari demi Berebut Pulau Penuh Ratusan Ribu Domba

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 25 September 2018 | 13:30 WIB

Intisari-Online.com – Peristiwanya terjadi April 1982, ketika armada perang Inggris baku tempur melawan Argentina memperebutkan Malvinas.

Hiruk pikuknya hujan mesiu dan rudal yang menelan 1.900 nyawa dari kedua belah pihak kini tinggal kenangan. Yang ada hanya sejengkal pulau sepi penduduk dengan ratusan ribu domba dan ribuan sisa ranjau yang setiap saat bisa meledak.

Tulisan 2 Orang Botak Berebut “Sisir Malvinas” ini mengisahkan pulau Malvinas, yang dimuat di  Majalah Intisari edisi April 1992.

“Selamat siang! Kalau Anda melihat atau menemukan ranjau-ranjau seperti ini (sambil menunjukkan bermacam-macam bentuk ranjau), harap laporkan ke 72393, bagian penanganan senjata peledak. Awas, ranjau sangat berbahaya!"

Baca Juga : Kelak Hanya Tersisa 5 Raja di Dunia: Raja Inggris, Raja Hati, Raja Wajik, Raja Keriting, dan Raja Sekop

Itulah sapaan sekaligus "peringatan ramah" seorang pria berseragam serdadu Inggris kepada setiap orang begitu menginjakkan kaki di Bandara Port Stanley, ibu kota Pulau Malvinas. (Orang Inggris menyebutnya Falkland, sedangkan orang Argentina menyebutnya Malvinas.)

Jangan salah duga, negeri pulau ini tidak sedang menggalakkan program wisatct Visit Malvinas Year atau sejenisnya. Namun, langkah ini perlu diambil mengingat sebagian besar kawasan Malvinas dulu menjadi ajang pertempuran sengit.

Nah, salah satu wujud peninggalannya yang masih harus diwaspadai adalah, sisa-sisa ranjau tersembunyi yang setiap saat bisa membahayakan orang.

Banyak cara untuk mencapai Malvinas. Salah satunya dari daratan Eropa. Kalau ini yang akan ditempuh, mampirlah dulu di London. Dari situ Anda bisa naik kereta api ke Swindon di Wiltshire, disambung dengan bus ke lapangan udara militer di Brize Norton.

Baca Juga : Evita Peron, Legenda 'Kupu-kupu Baja' dari Argentina, 'Santa' Bagi Kaum Miskin

Sambil berdesak-desakan dengan para serdadu, Anda akan terbang mengukur perjalanan 13.000 km selama 18 jam. Itu saja sambil transit sekali di sebuah pulau karang tandus milik Inggris, Pulau  Ascension.

Falkland atau Malvinas yang kemudian jadi terkenal itu dihuni 1.900 jiwa dengan 720.000 domba. Itu berarti 379 domba per orang. Maka tak heran jika lambang pulau itu domba.

Sebelum tahun 1987, hasil bruto pulau itu 3 juta ponsterling atau sekitar 10,5 miliar rupiah dan sebagai satu-satunya sumber pemasukan adalah wol domba. Setelah pulau seluas 150 mil itu memperoleh lisensi penjualan ikan, pemasukannya hampir 40 juta ponsterling atau 140 miliar rupiah per tahun.

Kawasan ini semula  memang dikuasai kolonial-kolonial Eropa. Namun kini, yang ada tinggal tanah seluas beberapa km2. Daerah ini kini menjadi pos luar paling selatan dari Eropa.

Baca Juga : Buenos Aires, Ibukota Argentina yang Kantor Kepresidenannya Beraura Feminim dan Berwarna Pink!

Stanley dihuni 1.200 jiwa. Dilihat dari kursi pesawat, rumah-rumah penduduk Malvinas berbentuk seperti peti kemas dengan atap seng gelombang. Penduduknya jarang berjalan kaki. Semua trayek ditempuh naik Land Rover.

Di situ juga terdapat sebuah rumah sakit, sebuah pasar swaIayan, sebuah videotek, kolam renang, lapangan bola yang curam, sebuah sekolah, dua buah tugu peringatan perang dan sebuah museum yang memamerkan gramofon kuno dari Leipzig.

Sebelum perang melawan Argentina pada tahun 1982, Malvinas cuma dilindungi 40 tentara. Kini, tempat itu  malah jadi basis bagi tentara keamanan dari 700 koloni negara-negara Eropa. Seribu enam ratus tentara bertugas di situ selama 4 bulan.

Mereka datang dari seluruh penjuru Inggris. Toh, penempatan tentara bukannya bersih dari masalah. Selain warisan ranjau Argentina yang masih berserakan, penduduk sipil daerah itu nampaknya tidak begitu ramah dengan kehadiran tentara bersenjata. Para prajurit  yang dilanda rindu kampung halaman disambut dingin oleh penduduk.

Baca Juga : 66 Tahun Pimpin Inggris, Ini 4 Alasan Mengapa Ratu Elizabeth II Belum Mau Melepaskan Takhtanya

Setiap harinya, 19 polisi siap bertugas di Stanley. "Kami memburu penjahat dengan Land Rover, naik kuda, naik kapal atau helikopter," kata Kepala Polisi Kenneth Greenland. Meski saat itu ada 13 sel yang baru saja kosong. "Tapi sebentar lagi juga pasti penuh." Rupanya, banyak penjahat berkeliaran!

"Saya tengah mencanangkan kampanye antimabuk. Menurut aturan, orang tidak boleh mabuk saat berkendaraan di jalan raya. Sayangnya, di sini cuma ada satu jalan raya. Sebagian besar orang suka berlintas alam. Makanya mereka sering mabuk-mabukan. Itu yang hendak kami ubah," katanya lagi.

Kebiasaan bermabuk-mabukan bisa dilihat di Globe Pub. Suatu hari Lil Johnson, sang pemilik, mengusir ke luar tamunya yang sempoyongan. Sementara di Victory Bar, Ian, seorang tentara Inggris, mabuk sambil berteriak-teriak. "Buat apa saya berjuang? Buat setumpukan karang dan segerombolan manusia tak tahu terima kasih!"

la pun diusir keluar. Sumpah serapahnya berhamburan. "Moga-moga kalian diserang Argentina!" teriaknya lagi.

Baca Juga : Di Argentina, Kebiasaan Makan Daging Panggang Pun Jadi Alat Propaganda Rezim Militer

Perang lawan kesepian

Wakil pemerintah Inggris di  pulau itu adalah seorang gubernur. Yang bertugas sekarang ini adalah William Fullerton, mantan duta besar Inggris untuk Somalia. Ia tinggal di sebuah rumah megah di alun-alun. Di atas atap berkibar bendera Inggris, di dinding ruangan kenanya terpampang foto Ratu Elizabeth.  Tak lupa sebuah Majalah Times selalu tergeletak di atas meja.

Seperti gubernur-gubernur Inggris yang lain, ia mengenakan topi bulu dan seragam pada kesempatan-kesempatan resmi. Selain itu ia juga naik taksi, London yang berwarna merah, kendaraan praktis bagi gubernur Inggris karena topinya bisa tetap dipakai tanpa takut hiasannya patah.

"Tak ada beda antara Wales dan Kepulauan Falkland. Keduanya tetap bagian dari Inggris. Kami wajib menjaga wilayah Inggris dari serangan musuh. Port Stanley menyenangkan," katanya.

Baca Juga : Dulu Kaum Yahudi Hampir Memilih Argentina Sebagai Tanah Air, Bukan Palestina

Namun, beberapa pendahulunya tidak sependapat. Arthur, salah seorang gubemur, suka memukul-mukul boneka penguin yang empuk untuk melampiaskan rasa frustrasi. Sementara yang lain ada yang mengubah tamannya menjadi kebun kol.

“Orang harus bisa menyesuaikan diri dengan pulau ini, baru akan terasa menyenangkan," kata Fullerton. Caranya? Uhtuk membunuh rasa sepi, ia berteman dengan seekor domba betina bernama Ruth. Binatang ini selalu merumput di bekas kebun kol!

Masyarakat Falkland amat memperhatikan urusan kerohanian. Kota Stanley memiliki sebuah katedral Anglikan, sebuah cabang sekte Bahai, sebuah gereja Protestan Skotlandia, dan sebuah gereja Katolik. Di situ bisa juga ditemui Uskup Agrier dari Brixen, Tirol Selatan. Beliau dikirim ke Falkland untuk melayani 200 umat Katolik.

Sambil minum teh di muka perapian, Agrier menceritakan bahwa pulau itu sudah menjadi koloni Inggris sejak tahun 1833. Penduduknya, seluruhnya orang Anglo Saxon, tidak pernah merasa dijajah karena mereka berkulit putih.

Baca Juga : Berniat Tenangkan Pasar, Presiden Argentina Malah Buat Blunder yang Bikin Rakyat Panik

Apalagi  sebelum adanya landreform, sepuluh orang penduduk pulau itu sudah menjadi tuan tanah yang juga menguasai tanah-tanah di luar pulau.

"Kesuraman ada di mana-mana,” kata Antoine de Bougainville, seorang warga Prancis yang gagal mempertahankan kepulauan itu dari tangan Inggris. Oleh penjajah baru inilah tahun 1764 permukiman pertama di bagian Falkland mulai dibangun.

Tujuh tahun kemudian setelah bagian barat Falkland dinamai Union Jack, Samuel Johnson, seorang Inggris, menulis, “Inilah kepulauan yang berangin kencang di musim dingin, tapi kering di musim panas dan tak pernah menarik perhatian orang dari Selatan.”

Kesan “tidak berguna” dari pulau ini sebenarnya sudah pernah diucapkan orang Inggris pertama, John Strong, yang mendarat tahun 1690, "Tak ada kayu," katanya sambil meneruskan pelayaran.

Baca Juga : Inggris Kaget! Kapal Selam Nuklir Rusia Masuk ke Perairan Mereka Tanpa Terdeteksi Radar

Sisa kenangan perang

Satu-satunya hal yang baik tentang Falkland cuma karangan penduduknya sendiri. Dalam sebuah brosur yang bisa diambil di biro perjalanan di Stanley, tertulis bahwa makanan di situ paling enak di dunia, gaya hidup warganya unik dan mereka ramah serta hangat.

Mayor Ewen Southby-Tailyour dari  asukan  marinir Inggris menulis  kebalikannya pada akhir tahun tujuh puluhan. "Mereka pemabuk, terkebelakang dan tak bermoral.”

Hubungan antarpulau bisa dilakukan lewat udara. Orang-orang di sana menyebut pulau- pulau lain di luar Stanley adalah camp. Di Pulau Pebble bisa dijumpai penguin yang meleter, gajah laut yang gendut dan turis yang memperhatikan burung lewat teropong dalam jarak 13.000 km sambil mencocokkan jenisnya yang tertera dalam daftar.

Malam hari, orang bisa duduk di sekeliling api unggun sambil membaca Penguin News dan minum wiski.

Baca Juga : Sam Kucing yang 3 Kali Selamat dari Kapal Tenggelam, Termasuk Saat Digempur Kapal Inggris

Di sebuah peternakan di Goose Green, pasangan serasi Brooke, peternak sapi, dan Eileen Hardcastle, seorang guru keliling, merasakan adanya perubahan gaya hidup di kepulauan itu. Tiga puluh tahun yang lalu, Eileen selalu ditemani Brooke berkelilihg desa. Kini, sang guru sudah naik pesawat atau mengajar  lewat radio.

Brooke memperlihaikan makam yang ditandai 260 kayu salib. Di nisan itu cuma tertera, ''Seorang serdadu Argentina yang dikenal Tuhan." Sebagian besar mati muda.

Pantai Sea Lion Island, bekas ajang perang Inggris - Argentina lokasi tenggelamnya kapal perusak Sheffield, serin kali didatangi keluargar-keluarga korban perang. Seperti siang itu seorang ibu berziarah di pinggir pantai.

"Waktu perang pecah, saya sama sekali tidak tahu di mana letak Falkland!" katanya mengeluh. la lalu meninggalkan secarik kertas di tugu Sheffield, "Adrian, ayahmu  dan aku kehilangan dirimu dan tak dapat melupakanmu." Penduduk yang melihatnya hanya bisa merasa kasihan.

Baca Juga : Meski Kalah Dalam Pertempuran, Pasukan Argentina Malah Dipuji Pasukan Elite Inggris yang Menaklukkanya

Perang Malvinas digambarkan oleh penulis Argentina, Jorge Luis Borges sebagai "perang rebutan sisir antara dua orang botak". Barangkali pernyataan satiris ini ada benarnya. Toh setelah memenangkan perang, Inggris pun tidak mendapatkan apa-apa kecuali kehilangan ratusan prajurit terbaik dan beberapa kapal perang modernnya.

Begitu pula di pihak Argentina. Buktinya kepulauan itu fungsinya hanya sebagai batu loncatan ke Antartika  dan pintu keluar-masuk sekitar Kap Horn.

Peristiwa pahit memang sudah berlalu puluhan tahun yang lalu. Tapi, kalau tentara Inggris ditanya apa arti Falkland buat mereka, inilah jawabannya. "Falkland bagi orang Inggris tak lebih dari cari-cari urusan saja," katanya. (Stefanie Rosenkrani/tje)

Baca Juga : Ketika Pasukan Komando Inggris Membantai Tentara Argentina dalam Perang Brutal di Falkland pada 1982