Find Us On Social Media :

Eksotisme Pulau Bui dan Benteng Kolonial yang Menjadi Tempat Penggemblengan Calon Prajurit Kopassus di Nusakambangan

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 12 Mei 2018 | 06:00 WIB

Benteng Pendem di Cilacap

Intisari-Online.com – Kawasan Cilacap, Jawa Tengah dengan Pulau Nusakambangannya, diam-diam punya potensi wisata menawan.

Benteng pertahanan, hutan perawan, pantai berpasir, dan ... suasana bui yang tak banyak berubah sejak masa kolonial.

Pulau bui! Begitu anggapan yang tertanam di benak banyak orang bila berbicara ihwal Pulau Nusakambangan. Kesan itu tidak serta-merta muncul begitu saja. Penjara pertama yang berlokasi di Permisan, sudah ada sejak tahun 1908 dan masih dipakai sampai kini.

Permisan hanyalah salah satu dari sembilan penjara, yang terletak di ujung barat daya. Delapan lainnya tersebar di seantero pulau, dan tinggal empat bui yang masih digunakan.

Baca juga Lebih Mengerikan dari Nusakambangan, Narapidana di Penjara Ini Banyak yang Tewas Tanpa Dieksekusi Mati

Robot Gedeg, terpidana mati dalam serangkaian kasus sodomi yang menggemparkan,  menunggu eksekusinya di kamar isolasinya di Permisan. Dari penjara paling terpencil itu pula, napi bertampang keren, Johny Indo berusaha kabur tahun 1982 bersama 33 pengikutnya.

Johny bisa diringkus, tetapi beberapa napi lainnya tewas saat berusaha menyeberangi Segara Anakan yang tenang namun menghanyutkan.

Napi berkeliaran

Eksotisme pulau bui itu belakangan dibuka untuk konsumsi umum, meski dengan sedikit malu-malu. Secara terbatas siapa pun dapat berkunjung dengan mendaftarkan diri pada Dinas Pariwisata Daerah (Diparda) Kabupaten Cilacap.

Diparda yang akan mengatur perjalanan ke pulau yang statusnya masih tertutup itu.

Baca juga: Nusakambangan (2): Napi yang Sudah Jalani 2/3 Hukuman Dibiarkan Beraktivitas di Luar Penjara

Intisari pun ke sana setelah mendapat lampu hijau dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Untuk  mendapatkan akses ke tempat-tempat wisata, kami bergabung dengan serombongan  turis lokal asal Bandung menggunakan bus sedang.

Bus ukuran sedang memang paling cocok untuk merambah kawasan Pulau Nusakambangan, yang kondisi jalannya sempit dan berlubang-lubang.

Berawal dari dermaga Sodong, satu-satunya gerbang masuk ke Nusakambangan, kami dibawa ke Pantai Permisan, 12 km ke arah barat.

Dari dalam bus yang berayun-ayun ke kiri-kanan itu kami bisa melihat suasana pulau yang sunyi. Jalan aspal yang kami lalui menjadi sarana satu-satunya yang membelah pulau dari timur ke barat.

Entah sudah berapa lama jalan itu tidak diperbaiki. Lapisan aspalnya banyak yang terkelupas. Lebar jalan itu pun hanya cukup untuk satu mobil, sehingga pada saat berpapasan salah satu terpaksa mengalah.

Baca juga: Nusakambangan (1): Indah, Namun Alamnya Buas dan Sulit Ditempuh

Laju kendaraan kerap teralang oleh pepohonan besar yang teronggok di pinggir jalan. Rupanya, pepohonan yang ditanam sejak zaman Belanda itu ditebang, sedangkan dahan-dahannya dibiarkan berserakan.

Mata kami tak sekejap pun menyia-nyiakan pandangan ke luar jendela. Begitu pula para wisatawan itu.

Seseorang mengatakan, beberapa lelaki berpakaian biru yang sedang menggembala kerbau di pinggir jalan adalah para napi. Seperti tak percaya, mereka lantas beramai-ramai melongok ke luar jendela. Suasana bus pun jadi riuh. Bagaimana kalau lari? Apa tidak berbahaya? Begitulah rentetan pertanyaan mereka.

Bus terus merayap pelan melewati tiga Lembaga Pemasyarakatan (LP) - Batu, Besi, dan Kembang Kuning. Nama LP Batu mencuat setelah mantan si Raja Kayu, Bob Hasan, mendekam di situ. Dari arah dermaga Sodong LP tersebut berada di kanan jalan.

Dibangun pada tahun 1925, LP Batu berdiri di atas lahan seluas 9.900 m2. Dinamakan LP Batu karena dulu para napi dipekerjakan sebagai tukang pecah batu untuk pembangunan jalan.

Baca juga: One Cell One Man, Tempat Baru Bagi Napi Mako Brimob di Nusakambangan

Satu kilometer ke barat kita akan sampai di LP Besi. LP yang terletak di kiri jalan agak di atas ini sejak Februari 2000 dikhususkan untuk mengurung para napi yang tersangkut kasus narkotika.

Berikutnya kami tiba di LP Kembang Kuning. Sebagaimana Batu dan Permisan, LP itu khusus untuk kejahatan kriminal berat. Salah satu tanda apabila kita sudah tiba di LP Kembang Kuning adalah gambar bunga bercat kuning di sisi tembok LP.

Meninggalkan Kembang Kuning, jalan akan sedikit menanjak dan berkelok-kelok dengan kondisi tetap buruk. Di sisi kanan jalan dapat dijumpai sisa-sisa perkebunan pisang cavendish yang sudah bangkrut. Demikian juga budidaya tambak udang yang gulung tikar dengan hanya meninggalkan bekas kolamnya.

Batu Sjahrir

Matahari di atas ubun-ubun ketika rombongan tiba di Pantai Permisan. Untung angin pantai berembus kencang menyejukkan. Para napi asimilasi yang telah menjalani dua per tiga masa hukumannya dan berkelakuan baik, kontan menghambur mengelilingi kami sambil menawarkan batu akik.

"Begitulah mereka. Kalau tahu ada rombongan, mereka pasti ke pantai menawarkan dagangannya," jelas Suharno, pemandu dari Diparda yang mendampingi kami.

Baca juga: Urutan Eksekusi Hukuman Mati di Nusakambangan yang Buat Narapidana Tak Kuasa Menahan Tangis

"Murah Bos, murah Bos," ujar Heri, napi kasus pembunuhan asal Jakarta, sambil membuka kotaknya yang berisi puluhan batu akik warna-warni.

Layaknya seorang pemasar jempolan, Heri yang divonis tujuh tahun dalam kasus pembunuhan membeberkan satu per satu keistimewaan batu akiknya.

"Yang ini dari urat kayu," katanya sambil menunjukkan batu akik cokelat. Lalu ia mengambil batu akik hijau yang, menurut dia, hanya ada di Nusakambangan. Berbagai jenis batu akik itu mereka tawarkan seharga Rp 10.000 - 15.000,-.

Namun, menurut Suharno, harga itu bakal terus merosot menjelang rombongan pulang.

Heri dan kelompoknya sebenarnya hanya berperan sebagai penjaja. Sebagian besar pembuatnya adalah napi yang masih menjalani hukuman dalam penjara. Dari setiap batu akik yang terjual Heri dan teman-temannya akan mendapatkan komisi.

Batu akik dan Pantai Permisan rupanya saling melengkapi. Masyarakat di situ bahkan menyebut Pantai Permisan yang indah dipandang mata itu sebagai Tanah Lot-nya Nusakambangan.

Baca juga: 4 Fakta Pasca Kerusuhan di Mako Brimob Depok, Salah Satunya 145 Narapidana Dipindahkan ke Nusakambangan Dengan Pengawalan Super Ketat

Disebut Tanah Lot karena memang di kiri pantai terdapat karang yang menjorok ke tengah dengan dataran kecil menyembul ke atas.

Dulu, di zaman Perdana Menteri Sjahrir, karang itu pernah dipakai sebagai tempat duduk sang Perdana Menteri selama enam jam. Masyarakat pun menyebutnya Batu Sjahrir.

Pantai itu juga dipakai oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI-AD sebagai ajang penggemblengan para prajuritnya. Di tengah karang itu ditancapkan replika pisau komando. Calon anggota Kopassus dinyatakan resmi menjadi anggota bila sanggup mengambil baret merah di karang tersebut.

Satu setengah kilometer di tenggara Pantai Permisan terdapat Pantai Pasir Putih. Sesuai namanya, pasir pantai itu berwarna putih. Dari Permisan satu-satunya jalan menuju ke sana dengan melewati bukit, menerobos hutan pantai yang lebat.

Tapi, kendati jalanan naik, keringat tidak sempat bercucuran. Embusan angin pantai membuat perjalanan selama 30 menit ke sana seperti tak terasa.

Baca juga: Baasyir Baiat Anggota ISIS di LP Nusakambangan

Siang itu Pantai Pasir Putih menyambut rombongan dengan kerimbunannya. Di pinggirnya rumpun pandan dan pohon ketapang tumbuh subur menjulurkan ranting-ranting ke pantai memberi keteduhan bagi yang datang.

Pasir putih terhampar luas, sementara di kejauhan ombak besar menghantam batu karang memercikkan air.

Benteng peninggalan Belanda

Nusakambangan dan pantainya bukan satu-satunya pesona wisata di Kabupaten Cilacap. Di kabupaten seluas 2.142,50 km2 dengan penduduk 1,4 juta itu juga terdapat peninggalan sejarah berupa Benteng Pendem.

Rupanya, Kota Cilacap yang berada di dekat laut, dianggap rawan dari serangan pihak luar, sehingga penjajah Belanda perlu membangun benteng yang berfungsi sebagai markas pertahanan.

Benteng ini terletak di pojok tenggara Kota Cilacap, sekitar dua kilometer dari pusat kota. Karena bangunan benteng terpendam di dalam tanah, orang pun menyebutnya Benteng Pendem.

Baca juga: Benteng Pertahanan Terdepan Amerika Itu Semakin Galak Sejak Presiden Donald Trump Berkuasa

Benteng Pendem Cilacap, dalam bahasa Belanda disebut Kustbatterij Op De Landtong Te Tjilatjap, didirikan oleh Tentara Kerajaan Belanda pada 1861 - 1879. Dibangun tepat di pintu masuk pelabuhan Laut Cilacap, letak benteng pendem sangat strategis.

Di selatan berhadapan dengan Pulau Nusakambangan. Letaknya yang terpendam dalam tanah membuat musuh yang masuk dari Lautan Hindia terkecoh, tidak menyangka bahwa di depannya terdapat benteng pertahanan yang kuat.

Benteng kolonial itu bagian atasnya dilengkapi dengan benteng pengintai dan dikelilingi oleh benteng pertahanan yang dipersenjatai lebih dari 128 pucuk bazoka. Pada bagian atas benteng terdapat 13 pucuk meriam.

Delapan meriam mengarah ke Laut Hindia, sedang lima lainnya menghadap ke Selat Nusakambangan. Di sekeliling benteng terdapat parit selebar 18 m dengan kedalaman 3 m. Fungsinya, untuk menghambat majunya musuh serta sebagai jalur patroli perahu.

Tempat bersejarah itu dibuka mulai pukul 08.00 - 17.00 WIB dengan tanda masuk sebesar Rp 1.000,-. Sesuai petunjuk arah, mula-mula pengunjung akan melihat barak tentara  dengan 14 kamar yang masing-masing berukuran 4 x 5 m, untuk satu regu tentara.

Baca juga: Mengapa Arab Saudi Mendukung Kebijakan Donald Trump Membentengi 7 Negara Islam?

Barak yang berfungsi sebagai kamar tidur itu dibangun tahun 1887. Karena kini pintu setiap kamar sudah raib, kondisi kamar pun bisa dilihat dengan jelas.

Bila berjalan lurus ke arah belakang benteng, kita akan sampai di Benteng Pertahanan yang mengelilingi kawasan benteng. Di belakang Benteng Pertahanan, pada bagian tanah yang tinggi, terdapat Benteng Pengintai.

Sesuai fungsinya, benteng itu untuk mengintai datangnya musuh dan tempat memberi komando penembakan.

Menyusuri Benteng Pertahanan, pada sisi kanan Benteng Pendem kita akan sampai pada sebuah terowongan dengan empat pintu masuk yang dilindungi oleh enam pucuk meriam.

Susunannya, dua pucuk meriam mengarah ke pantai bawah jembatan gantung, satu pucuk ke jalan di belakang benteng, satu pucuk ke jalan menuju gudang senjata, serta dua pucuk ke parit sebelah timur.

Baca juga: Menurut Tito Karnavian, Ini Alasan Kenapa Polri Tak Langsung Serbu Napi Terorisme di Mako Brimob

Di dalam terowongan terdapat ruang perwira, ruang rapat, ruang pengaturan strategi, dan tempat berlindung dalam keadaan darurat. Tak jauh dari terowongan bisa ditemukan kamar penjara.

Jumlahnya 12 ruangan yang berada di dua tempat yang berbeda. Masih sederet dengan ruang penjara, terdapat bekas gudang senjata. Amunisi pada zaman dahulu masih berupa serbuk yang mudah meledak bila terkena panas, oleh karena itu ruangan diberi pendingin berupa air.

Gudang senjata berada di dua tempat, masing-masing memiliki tiga ruangan dan sembilan ruangan.

Secara umum bangunan benteng seluas 10,5 ha yang telah berusia 141 tahun itu masih utuh, tetapi luasnya berkurang 4 ha karena dipakai Pertamina. Sisanya seluas 6,5 ha telah dipugar dan dibuka untuk umum dan layak dinikmati.

(Ditulis oleh G. Suiayanto. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 2002)

Baca juga: Dari Jenis Senjata yang Dirampas Napi Teroris Mako Brimob Depok, Memang Akan Mematikan Jika Sampai Terjadi Bentrok Senjata