Intisari-Online.com - Banyak yang bertanya, kenapa pada kisruh di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, Kepolisian RI (Polri) lebih memilih negosiasi alih-alih langsung menyerbu narapidana terorisme.
Soal itu, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengakui, ia tak langsung memerintahkan personelnya langsung menyerbu tahanan terorisme yang memberontak.
“Saat itu kami memang memiliki opsi. Opsi kami langsung masuk atau opsi kami untuk memberikan warning dulu. Beberapa waktu,” kata Tito di Mako Brimob, Kamis (10/5), dilansir dari Kompas.com.
Ia mengatakan polisi tak langsung menyerbu narapidana teroris lantaran di antara 155 orang itu terjadi pro dan kontra. Benar, ada napiter yang menghendaki terjadinya kerusuhan, ada pula yang tidak.
Dan Tito ditegaskan oleh Tito.
Karena itu, polisi berupaya menjaga agar mereka yang tak menginginkan terjadinya kerusuhan tetap selamat.
Untuk menjaga agar mereka tetap selamat, Tito menginstruksikan polisi mengultimatum mereka supaya menyerahkan diri.
“Sehingga saya sampaikan kepada Bapak Presiden (Joko Widodo) bahwa ada situasi seperti itu dan kami berikan warning,” tegasnya.
Dan, lanjut Tito, kami meminta izin.
“Saya paham tindakan tegas sudah dilakukan, namun karena di dalam ada pro dan kontra sehingga akhirnya kami berikan warning,” ucap Tito.
Hingga pada Kamis pagi, satu sandera, seorang anggota polisi, bernama Brigadir Iwan Sarjana dilepas oleh para narapidana teroris itu.
Baca juga: Beda Operasi Antiteror Polri dan TNI: Antara yang Masih Mau Kompromi dan Langsung Dibasmi
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR