Find Us On Social Media :

Beginilah Kondisi Timor Leste Setelah Memproklamasikan Kemerdekaan dari Indonesia

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 21 Oktober 2024 | 13:17 WIB

Masyarakat Timor Leste begitu bahagia ketika kemerdekaan dari Indonesia diproklamasikan. Mereka tidak risau besok makan atau tidak.

Bantuan pemerintah Portugal lebih mengundang kritik lagi, karena sebagian yang masuk ke sektor pendidikan dipakai untuk biaya mendatangkan guru bahasa dari Portugal, menyediakan tempat tinggal, serta membayar gaji dan kesejahteraan mereka. Itu terjadi karena bahasa Portugis dan bahasa Tetum adalah bahasa resmi Timor Leste.

Rohaniawan Ageng Marwojo SJ, pimpinan sekolah St. Yohanes Dili, menyuarakan kritik dari berbagai kalangan yang sampai kepadanya. "Ya kalau yang didatangkan itu guru yang baik. Kalau bukan? Bisa-bisa bantuan pendidikan itu sekadar memberi lapangan kerja kepada para penganggur Portugal saja."

Soal bahasa pun tak sedikit keberatan yang muncul.

"Penetapan bahasa Portugis sebagai bahasa resmi itu cuma keinginan segelintir orang lama. Padahal buat kami, bahasa Portugis tidak terlalu penting. Selain sulit dipelajari, bahasa itu tidak sejalan dengan globalisasi. Maka kami sering berseloroh, usul kepada pemerintah bikin referendum untuk memilih bahasa," kata wartawan Metha da Costa Guterres, redaktur pelaksana Suara Timor Lorosa'e.

Kendala dalam semangat kerja

Di hari pertama setelah kemerdekaan, Xanana dan para menteri memberi contoh semangat kerja dengan masuk ke kantor pukul 07.00 pagi. Banyak orang tergerak mengikuti keteladanan itu.

Namun tak sedikit yang tetap dengan pola lama, mulai bekerja pukul 09.00 atau 10.00, istirahat pukul 11.00, makan siang selama dua jam, dan berhenti pukul 17.00; tanpa mau meneruskan pekerjaan.

Bagi penganggur atau pekerja serabutan, cukup minum tuak mutin atau tuak sabu ketika punya uang.

"Cari ikan pakai tombak, dapat tujuh ikat, laku tujuh dolar. Sedolar untuk beli tuak, ajak anak muda minum, sisanya kasih ke istri. Nanti sore santai di rumah," ucap Fernando, lelaki di pantai Dili sambil menikmati tuak mutin yang harga per liter 0,50 dolar AS di siang yang terik.

Ayah delapan anak ini, seperti banyak warga lain, merasa tak perlu bekerja kalau masih punya uang.

Ada pula kebiasaan yang sulit dihilangkan, yakni sabung ayam bertaji pisau. Permainan yang di Timor Leste disebut futu manu itu sangat merata di seantero negeri seluas 14.874 km2 itu. Nilai taruhan dari yang kelas satu berbanding dua-tiga dolar sampai ratusan dolar.

Futu manu selalu bersamaan dengan perjudian lain semacam rulet, tebakan angka dengan bola luncur, atau kotak-kotak bernomor. Rata-rata nilai kemenangan 10 kali nilai taruhan.