Find Us On Social Media :

Beginilah Kondisi Timor Leste Setelah Memproklamasikan Kemerdekaan dari Indonesia

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 21 Oktober 2024 | 13:17 WIB

Masyarakat Timor Leste begitu bahagia ketika kemerdekaan dari Indonesia diproklamasikan. Mereka tidak risau besok makan atau tidak.

Massa memang benar-benar datang untuk menikmati acara. Mereka begitu mudah diatur untuk duduk atau berdiri dalam beberapa kelompok besar yang dibatasi deretan bambu untuk lalu-lalang orang. Padahal potensi keributan sangatlah besar.

Dalam kondisi lelah dan lapar, masih pula diwarnai bau minuman keras yang menyengat. Di tempat lain, mungkin hal serupa itu akan berakhir dengan kericuhan.

Tak bisa menghindar dari pinjaman

Ketertiban dan kegembiraan sangatlah bisa dijadikan modal besar bagi Timor Leste di bawah kepemimpinan Presiden Xanana Gusmao dan pemerintahan 28 menteri di bawah Perdana Menteri Mari bin Amude Alkatiri.

"Saya sadar bahwa kami harus bekerja keras. Kami harus bisa memanfaatkan kegairahan ini sebagai potensi, mengajak seluruh rakyat Timor Lorosa'e untuk membangun, termasuk masa depan bagi lebih dari 15% warga yang berusia di bawah 20 tahun," kata Xanana tiga hari sebelum dilantik sebagai presiden.

Tokoh sentral negeri bekas provinsi ke-27 RI itu lebih suka menyebut Timor Lorosa'e (artinya "tempat matahari terbit") daripada Timor Leste (dari bahasa Tetum, bahasa yang dipakai mayoritas dari 33 suku di negeri itu, artinya "timur").

Walaupun nama resmi dalam konstitusi Republik Demokratik Timor Leste.

Pengertian membangun, bagi Timor Leste, betul-betul membangun di seluruh sektor kehidupan. Sarana dan prasarana fisik praktis hancur setelah jajak pendapat 30 Agustus 1999, yang dipuncaki dengan pembumihangusan pada September tahun itu.

Para pendatang yang menggerakkan perekonomian ketika Timor Timur masih bersama Indonesia kini praktis tak ada. Pengungsi, sampai Juni 2001 masih sekitar 55.000 orang yang berada di Timor Barat. Sawah dan ladang digarap sekenanya, potensi laut tak tergali. Suplai air bersih, BBM, dan listrik tersendat.

"Kami terpaksa beli generator sendiri karena listrik hanya menyala setiap hari Senin," kata Jacinta Ximenes, pemilik warung di pusat Kota Maliana, dekat perbatasan dengan Indonesia.

Sampai saat kemerdekaan, Timor Leste sangat tergantung pada donor dan misi kemanusiaan PBB. Begitu pun sesudahnya. "Kami tak akan membiarkan negeri baru ini terlantar. Merdeka bukan berarti didiamkan. Banyak kawan di seluruh dunia akan membantu," kata Sekjen PBB Kofi Annan dalam pidato sambutannya, 20 Mei.

Ketika itu, pemerintahan di bawah PM Mari Alkatiri menganggarkan dana pembangunan tahun 2002/2003 sebesar 77 juta dolar AS. Sementara pendapatan tersendat-sendat. Pajak, misalnya, selain bea masuk komoditas perdagangan 28% dan pajak penghasilan pekerja asing 20%, belum ada yang bisa diandalkan.