Find Us On Social Media :

Beginilah Kondisi Timor Leste Setelah Memproklamasikan Kemerdekaan dari Indonesia

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 21 Oktober 2024 | 13:17 WIB

Masyarakat Timor Leste begitu bahagia ketika kemerdekaan dari Indonesia diproklamasikan. Mereka tidak risau besok makan atau tidak.

Jangankan untuk bayar pajak. Untuk bayar listrik rumah tangga saja banyak warga belum bersedia dengan alasan masih masa transisi, dari UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor) ke ETTA (East Timor Transitional Administration), menuju pemerintahan resmi.

Begitu pun terhadap aneka pungutan dari uang sekolah sampai ongkos berobat di klinik.

Dulu pernah ada penyulingan minyak kayu cendana dan tambang manner, tapi kini tak tersisa. Kopi yang disebut-sebut komoditas unggulan, hanya menghasilkan 200-400 ribu dolar AS per bulan. Sedangkan minyak dan gas alam dari Laut Timor, agaknya masih perlu waktu untuk lancar diambil hasilnya.

Pembagian keuntungan yang sebelumnya dirintis Indonesia dan Australia, harus diteruskan Timor Leste, pun masih terus dibicarakan. Yang pasti, deposit minyak dan gas senilai 8-38 miliar dolar AS dalam 30 tahun mendatang, amatlah dinanti.

Yang amat membantu dalam masa transisional adalah uang donor.

UNTAET, misalnya, memprakarsai sumbangan lewat skema Consolidated Fund for East Timor (CFET) untuk biaya pemerintahan sementara, dan sampai kemerdekaan tersisa 5 juta dolar AS (The La'o Hamutuk Bulletin, Mei 2002).

Dari Oslo Donors Conference, Desember 2001, Timor Leste mendapat 5 juta dolar AS dari 20 juta dolar AS yang diajukan. Bank Dunia juga menyusun skema TFET (Trust Fund for East Timor) berupa proyek pembangunan prasarana senilai 150 juta dolar AS yang semuanya sudah berjalan.

Ada juga beberapa LSM internasional yang menganggarkan jutaan dolar untuk proyek Emergency School Readiness Program, Community Empowerment Program, juga Poverty Reduction' Strategy Papers.yang diprakarsai IMF.

Meski sejak awal pemerintahan Timor Leste menyatakan tekad untuk tidak berutang, beberapa skema tak bisa dihindari menjadi pinjaman juga.

Tentu banyak pula bantuan bilateral dari beberapa negara, sekaligus membuka investasi bagi mereka. Termasuk pengusaha Indonesia.

Soal investasi ini ada kritik dari Helder da Costa Ph.D, dosen UNTIL dan direktur Centro Nacional de Investigacao Científica, bahwa mayoritas investasi hanya tertarik pada bidang jasa di ibu kota seperti perhotelan, restoran, persewaan kendaraan, dan jasa telekomunikasi (Suara Timor Lorosa'e, 19 Mei 2002).