Find Us On Social Media :

Ketika Bom Bali I Benar-benar Membuat Pariwisatanya Seketika Mati

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 6 Oktober 2024 | 13:13 WIB

Bom Bali I (Oktober 2002) benar-benar mematikan ekonomi dan pariwisata Bali. Tapi ternyata masih ada beberapa turis yang membuat optimis ketika itu.

[ARSIP Intisari]

Pariwisata Bali, yang berpengalaman mengatasi krisis, kali ini tak berdaya. Surutnya jumlah turis ketika meletus Perang Teluk (1991), isu makanan beracun, aneka penyakit, dan virus ensefalitis (radang otak), disusul tragedi WTC (2001) paling lama pulih dalam enam bulan. Tapi bom di Denpasar dan Kuta 12 Oktober 2002 (Bom Bali I) benar-benar membenturkan industri pariwisata Bali yang pada dasarnya memang “cair” dan labil pada ketidakpastian.

Penulis: Mayong Suryo Laksono & I Gede Agung Yudana, tayang di Majalah Intisari November 2002

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Satu tahun, satu bulan, dan satu hari lewat dari Tragedi WTC, 11 September 2001, pariwisata Bali baru menuju kebangkitan. Itulah masa-masa mendekati akhir tahun, ketika hotel dan sektor terkait memanen keuntungan karena banyaknya jumlah wisatawan asing maupun domestik.

Ketika itu, tingkat hunian penginapan telah mencapai 60-70%. Tapi apa boleh buat, bom meledak di kawasan Renon, Denpasar, dan Jalan Legian, Kuta. Tak ada korban di Renon, namun di Kuta, hampir 190 manusia kehilangan nyawa dan 300-an lainnya luka-luka.

Sabtu, 12 Oktober 2002, sekitar pukul 23.15 WITA, Sari Club Bar dan Paddy's Restaurant mendekati puncak keriuhan. Aktivitas di kedua tempat berseberangan, dipisahkan Jl. Legian selebar 6 m yang hampir selalu macet, itu selalu tinggi setiap malam. Apalagi Sabtu malam.

"Ledakan pertama tidak besar. Kami kira tabung gas atau trafo listrik. Tapi sekitar empat-lima detik berikutnya, ledakan sangat besar. Bumi bergetar, kaca-kaca pecah, dan listrik mati," kata Putu, chef pada Grand Bleu Restaurant yang berjarak sekitar 150 m dari titik ledakan.

"Beberapa detik suasana sunyi senyap, disusul bunyi besi dan kayu berjatuhan, serta kaca-kaca hancur berantakan. Tak ada teriakan. Dari arah ledakan membumbung asap putih, berubah hitam, lantas disusul nyala api. Barulah orang kalang kabut dan terdengar teriakan di sana-sini," lanjut Putu.

Ida Bagus Putu, satpam pada gedung tiga lantai bekas kantor BDNI yang terletak 70-an meter di selatan Sari Club, saat itu sedang membawa segelas kopi yang baru selesai dibuatnya.