Find Us On Social Media :

Senja Kala Tradisi Tenun Aceh Usai 3 Abad Berjaya, Salah Siapa?

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 29 Agustus 2024 | 10:56 WIB

Aceh menyimpan kekayaan seni tenunan purba. Tapi sayang, kondisi tenun aceh saat ini sedang menghadapi senja kala. Entah siapa yang harus disalahkan.

Orang Aceh, kata Laila, sebelum abad ke-18 merupakan orang-orang dengan pakaian serba hitam tanpa motif. Mulai dari pakaian bagian bawah, atas hingga tutup kepala, semuanya berwarna hitam. Walaupun motif-motif pakaian sudah jamak digunakan di Nusantara, tapi Aceh belum.

Hal ini terbukti dari temuan foto-foto lama yang dibuat Belanda maupun Inggris. Tak satu pun orang Aceh yang berpakaian bermotif. “Siem merupakan wilayah pertama yang mengembangkan tenun,” papar peneliti yang sudah menjelajah di berbagai lokasi di Aceh, termasuk dataran tinggi Gayo hingga ke pesisir barat.

Lima puluh motif

Secara topografi , lanjut Laila, wilayah di mana Dahlia tinggal memang diuntungkan karena aksesnya yang terbatas. Orang-orang bersenjata tidak akan mungkin masuk dari Utara karena dibentengi oleh pagar perbukitan yang cukup tinggi. Sementara akses yang cukup baik dapat ditempuh dari kota Banda Aceh di selatan, itu pun berada di celah sempit di sekitar Darussalam, dekat kampus Universitas Syiah Kuala sekarang.

Di Siem, setidaknya terdapat 50 jenis motif tenunan. Semuanya diturunkan antar-generasi melalui pelajaran menenun di rumah-rumah warga. Motif tenun, merupakan gambaran filosofis tentang kehidupan.

Baik filosofi hubungan antar-manusia, maupun yang berkaitan dengan Tuhan. Makna yang terkandung dalam berbagai motif ini, tentu penting diketahui masyarakat luas. Karena itulah Laila bersama timnya, baru saja mempublikasikan buku tentang berbagai motif tenun aceh.

Aceh, kata Laila, selama ini sudah jauh tertinggal lantaran konflik bersenjata berkepanjangan. Belakangan, sepuluh tahun berselang, bencana gempa dan tsunami juga turut menggerus kehidupan masyarakat. Kini saatnya Aceh bangkit melalui kekuatannya sendiri. Tenun adalah salah satu kearifan yang masih tersisa.

Baca Juga: Jangan Kaget, Inilah Alasan Kain Tenun Ikat Sumba Harganya Mahal

Keahlian menenun, dikhawatirkan akan lenyap bila tidak ada generasi yang meneruskannya. Keahlian menenun yang mestinya menjadi sumber kekayaan Aceh. Kemampuan menenun mestinya menjadi peluang mempromosikan Aceh lebih luas selain kekayaan budaya dan kesenian lainnya.

Sayangnya, kekayaan ini tidak terjaga. Anak nanggroe (negeri) memilih untuk mengabaikannya. Pemerintah juga tak banyak berperan selain memberikan penghargaan atau membangun infrastruktur. “Saya miris melihat kondisi ini,” keluh Laila.

Begitulah nasib naas tenun aceh, semoga segera ada orang baik yang peduli dengan keberadaannya.