Find Us On Social Media :

Benarkah Dulu Candi Borobudur Dibangun Di Tengah Danau? Apa Buktinya?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 4 Agustus 2024 | 13:16 WIB

Pada awal abad 20, seorang penulis dan etnolog Belanda, membuat hepotesis: Candi Borobudur dibangun di tengah danau. Benarkah?

Dari gambar rekonstruksi danau itu, bisa pula kita lihat, letak dua candi yang lain, candi Pawon dan candi Mendut, yang dengan Borobudur ketiganya membentuk satu garis lurus. Berbeda dengan Borobudur, kedua candi itu semuanya terletak di daratan, candi Pawon terletak di tepi danau pada ketinggian 241,8 meter di atas permukaan laut, sedang candi Mendut terletak di ketinggian 289,3 meter di atas permukaan laut.

Menurut Nieuwenkamp, dari candi Pawon itulah dahulu bisa disaksikan pemandangan Borobudur yang paling bagus.

Pembuktian Nieuwenkamp secara topografis tersebut dilengkapi pula dengan usaha pembuktian secara toponimi. Yaitu dengan mempelajari nama-nama desa di sekitar Borobudur itu ia berusaha membuktikan bahwa daerah tersebut dahulu adalah danau.

Beberapa nama desa di daerah tersebut memang menunjukkan kaitannya dengan air, seperti : Desa Sabrangrawa, yang artinya “seberang rawa”, dan desa Bumisegara, yang artinya “tanah laut”. Selanjutnya terdapat pula nama desa Tanjung dan Tanjungsari, yang mengingatkan kita dari kata tanjung itu pada tepi danau yang menjorok ke tengah.

Teori Nieuwenkamp dan Museum Sejarah Tugu National

Waktu Nieuwenkamp dalam tahun 1833 pertama kali mengemukakan hipotesisnya, beberapa orang ahli secara spontan ada yang membantah. Seorang di antaranya adalah Letnan Kolonel van Erp, yang di harian yang sama dalam tahun itu juga membantah hipotesis tersebut.

Van Erp adalah seorang perwira genie tentara Belanda yang dalam tahun 1907 selama hampir 5 tahun telah memimpin pemugaran candi itu. Dia memahami benar segi-segi teknis bangunan tersebut, karenanya kritiknya juga berkisar pada segi-segi teknis bangunan itu.

30 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1964, kembali teori Nieuwenkamp itu dipersoalkan lagi. Pada tahun itu, di Jakarta, dalam rangka pembangunan Museum Sejarah Tugu Nasional telah dibentuk suatu Panitia Proyek di bawah pimpinan almarhum Prof. Dr. Priyono, yang terdiri atas dua team, team ahli sejarah, yang bertanggung jawab atas segi-segi ilmiah dari adegan-adegan sejarah dalam museum itu, dan team seniman yang akan mewujudkan adegan-adegan sejarah itu dalam bentuk boneka-boneka dan lukisan-lukisan dalam diorama museum tersebut.

Panitia telah memutuskan untuk memilih adegan pembangunan candi Borobudur di abad 9 M, sebagai salah satu mata rantai dari rangkaian adegan-adegan Sejarah Nasional kita dalam museum itu. Persoalan timbul waktu desain adegan Borobudur itu hendak ditentukan, yaitu haruskah adegan Borobudur itu diberi danau seperti dalam teori Nieuwenkamp, atau tanpa berdanau.

Almarhum bekas Presiden Sukarno sebagai seorang pencinta seni, dan menaruh minat besar pada proyek tersebut, pernah menyarankan perlunya adegan Borodur itu diberi danau agar tampak lebih indah.

Di kalangan para sejarawan sebenarnya masih banyak yang meragukan kebenaran teori Nieuwenkamp itu. Masalahnya, karena tidak ada bukti-bukti epigrafis, atau sumber tertulis berupa prasasti, yang bisa digunakan sebagai pegangan untuk menunjang teori tersebut.

Katakan, andaikata danau itu pernah ada, toh masih ada lagi persoalannya; Borobudur itu dibangun ketika danau itu masih ada, ataukah pembangunannya terjadi ketika danau tersebut telah mengering? Atau kemungkinan lain lagi, candi tersebut dibangun ketika danau itu belum ada? Semuanya itu tak bisa dipastikan.

Putih atau tidak

Pendapat Nieuwenkamp bahwa candi itu bercat putih pun tak bisa dibuktikan kebenarannya. Sebab pada candi Borobudur kini tak bisa ditemukan sisa-sisa apa yang disebut bajralepa. Bajralepa adalah semacam “semen” berwarna putih yang sering dilepakan pada permukaan candi, agar candi itu bisa diberi warna dan diukir lebih halus.

Pada candi Kalasan dan candi Sari yang lebih tua usianya daripada Borobudur, sisa-sisa bajralepa itu sampai kini masih bisa ditemukan kembali, tidak demikian halnya dengan Borobudur.

Meskipun demikian, guna menanggapi saran Presiden itu, panitia akhirnya memutuskan untuk melakukan penelitian lapangan ke Borobudur, agar bisa dipastikan kemungkinan bisa tidaknya adegan Borobudur itu diberi danau. Dengan bantuan team ahli dari Dinas Geologi Bandung kemudian dilakukan pengeboran-pengeboran tanah di daerah sekitar Borobudur yang diduga dahulu adalah danau.

Hasil penelitian antara lain menunjukkan adanya sisa-sisa lapisan tanah yang memberi kesan bahwa sebagian daerah itu dahulu pernah digenangi air, tetapi tidak seluruh daerah sekitar Borobudur menunjukkan tanda-tanda demikian. Sayang, proyek pembangunan museum sejarah itu terpaksa dihentikan pada 1966 disebabkan beberapa persoalan yang terjadi ketika itu.