Find Us On Social Media :

Kok Bisa Amerika 'Tunduk' Kepada Bung Karno? Minta Apa Saja Dikabulkan

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 4 Juni 2024 | 15:17 WIB

Karena kecerdikan Bung Karno, lewat tawanan bernama Allen Pope yang bekerja untuk CIA, Amerika Serikat tunduk terhadap Indonesia.

Banyak cerita mengenai Bung Karno di luar yang tertulis di sejarah. Salah satunya adalah cerita mengenai barter tawanan Pope dengan sejumlah peralatan perang dan proyek infrastruktur.

Intisari-Online.com - "Tolong bebaskan pilotku.”

Itulah permintaan Ike atau Dwight Eisenhower, Presiden Amerika Serikat kepada Bung Karno. Meski saat itu Indonesia baru beberapa tahun merdeka, namun Bung Karno tak serta merta meluluskan permintaan Ike.

Pilot itu bernama Allen Pope. Ia ditangkap karena berada di balik operasi CIA yang menyusup dalam pemberontakan Permesta. AS memang berambisi menguasai Indonesia yang baru berdiri menjadi negara merdeka.

Ini berkaitan dengan dua kubu yang mulai menimbulkan perang dingin. Berbagai upaya seperti embargo dilakukan AS untuk menguasai Bung Karno tak berhasil.

Akhirnya CIA pakai cara lain. Yaitu infiltrasi ke berbagai pemberontakan di Indonesia. Puncaknya terjadi dalam pertempuran di pulau Morotai, pada 1958. Ketika itu TNI (pasukan marinir, pasukan gerak cepat AU, dan AD) menggempur Permesta, gerakan pemberontakan di Sulawesi Utara.

Persenjataan Permesta tidak bisa dianggap enteng. Soalnya ada bantuan senjata dari luar. Tadinya tudingan bahwa CIA adalah biang kerok semua ini masih dugaan saja.

Ketika kapal pemburu AL dan mustang AU melancarkan serangannya, satu pesawat Permesta terbakar jatuh.

Sebelum jatuh, ada dua parasut yang tampak mengembang keluar dari pesawat itu. Parasut itu tersangkut di pohon kelapa. TNI segera membekuk dua orang. Yang satu namanya Harry Rantung anggota Permesta.

Yang tak terduga, satunya lagi bule AS. Itulah si pilot Allen Pope. Dari dokumen-dokumen yang disita, terkuak Allen Pope terkait dengan operasi CIA, yaitu menyusup di gerakan pemberontakan di Indonesia untuk menggulingkan Soekarno.

Tak pelak lagi, tuduhan bahwa AS dengan CIA adalah dalang pemberontakan separatis bukan isapan jempol!

Kecerdikan atau kecerebohan Pope?

Allen Lawrence Pope adalah tentara bayaran yang ditugasi CIA dalam berbagai misi. Beberapa misinya dilakukan di Asia Tenggara, salah satunya pemberontakan PRRI/Permesta.

Menggunakan pesawat pembom B-26 Invader AUREV (Angkatan Udara Revolusioner) ia berusaha mengebom armada gabungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

AUREV berkekuatan sekitar 10 pesawat pembom tempur, di antaranya adalah pesawat pembom sedang/ringan B-26 Invader dan P-51 Mustang.

Angkatan ini bermarkas di Mapanget, Sulawesi Utara (sekarang Bandar Udara Sam Ratulangi) di bawah pimpinan Mayor Petit Muharto. CIA sendiri sebenarnya sudah menyediakan 15 pesawat pengebom B-26 untuk PRRI/Permesta dari sisa-sisa Perang Korea.

Pesawat itu disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina. Saat itu kekuatan udara AUREV menjadi momok yang menakutkan di wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur. Beberapa target serangan dengan mudah dilumpuhkan.

Termasuk menenggelamkan kapal perang Angkatan Laut Republik Indonesia Hang Toeah.

Kapal jenis korvet ini merupakan satu dari empat kapal perang hibah dari Belanda sebagai bagian dari perjanjian Konferensi Meja Bundar. Hal inilah yang membuat ABRI ingin segera menuntaskan operasi PRRI/Permesta.

Pope ditembak tanggal 18 Mei 1958 ketika sedang berusaha mengebom konvoi kapal perang dari gugus tugas amfibi ATF-21 Angkatan Laut Republik Indonesia yang sedang mengarah ke Morotai. Bom yang dijatuhkan ke sasarannya yakni KRI Sawega meleset hanya beberapa meter dari buritan kapal.

Akibatnya malah ia yang diserang balik. Juga dikejar oleh Mustang P-51 yang dipiloti Kapten (Pnb) Ignatius Dewanto yang lepas landas dari Apron Liang.

Mendapat serangan bertubi-tubi Pope tak bisa melakukan manuver menghindar sehingga pesawatnya pun tertembak. Asap mengepul dari B-26 Invader yang dipilotinya.

Dua awaknya kemudian berhasil menyelamatkan diri dengan parasut. Allen Pope tersangkut di pohon dan jatuh dengan luka-luka akibat terhempas karang. Sementara seorang lagi, operator radio, ternyata bernama Harry Rantung.

Dalam insiden ini ia menyamar sebagai Pedro, warga Filipina kelahiran Davao.

Allen Pope sebenarnya berusaha bunuh diri dengan menyerahkan pistol kepada Rantung untuk menembaknya. Namun permintaan ini ditolak Rantung.

Tertangkapnya Allen Pope kemudian dilaporkan ke Jakarta. Namun hal itu tetap dirahasiakan karena Operasi Morotai sendiri harus dijaga kerahasiaannya sampai semuanya selesai.

Sejak tertangkapnya Pope, praktis AUREV lumpuh dan AURI berangsur-angsur menguasai wilayah udara Indonesia bagian Timur.

Operasi-operasi pendaratan yang dilakukan ABRI berhasil dilakukan di tempat-tempat yang sebelumnya dikuasai Permesta. Dengan tertangkapnya Pope, kedok AS dan CIA terbongkar.

Soalnya, Pope cukup cerdik mengakali prosedur CIA. Biasanya, prosedur CIA mengharuskan tiapawak pesawat dalam “bersih” dan disiapkan pakaian khusus sehingga identitasnya tidak diketahui.

Namun, Pope melihat hal itu hanya menguntungkan satu pihak saja. Jadilah Pope menyelipkan beberapa keterangan mengenai dirinya di pesawat.

Jika dalam kondisi “bersih” dan ia ketangkap, negaranya bisa saja menyatakan dia bukan warga negaranya atau serdadu bayaran. Dengan demikian ia bisa mati konyol.

Minta Pope yang lain

Dugaan Pope benar. Begitu dia ditangkap, Duta Besar AS di Jakarta buru-buru berkomentar bahwa itu tentara bayaran. Jauh sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sumatra (pemberontakan PRRI) adalah urusan dalam negeri Indonesia.

AS tidak turut campur meski ditemukan senjata canggih di sana. Menlu menambahkan bahwa senjata-senjata seperti itu mudah ditemukan di pasar gelap.

Tertangkapnya Pope membuat Washington mengubah sikapnya terhadap Soekarno. AS menjadi ramah. Bola politik benar-benar dimainkan Bung Karno.

Penahanan Pope diulur untuk mendapatkan manfaat dari keramahtamahan diplomasi AS. Embargo senjata terhadap Republik Indonesia dicabut. Pemerintah AS segera menyetujui pembelian senjata dan berbagai suku cadang yang dibutuhkan ABRI.

Dukungan terhadap pemberontak dihapuskan.

AS berusaha mati-matian meminta Pope dibebaskan. Segala cara dilakukan, termasuk mengundang Bung Karno ke AS bulan Juni 1960. Juga tahun 1961 ketika Ike sudah digantikan oleh John F. Kennedy (JFK).

Ada perbedaan pendekatan antara Ike dan JFK. Ike cenderung memaksakan kehendak, menganggap AS bisa mendikte Bung Karno.

JFK tahu kepribadian Soekarno yang kuat dan tak mau didikte. Dia mendekati Soekarno sebagai seorang sahabat. Dari sini JFK mulai “merangkul” Bung Karno.

“Kennedy adalah Presiden AS yang sangat mengerti saya,” kata Bung Karno.

Negosiasi pun mulai menemukan titik terang. JFK lalu mengutus adiknya Robert Kennedy ke Jakarta. JFK paham apa yang dibutuhkan Indonesia saat itu. Butuh peralatan tempur menghadapi Belanda dan uang untuk mengatasi kelaparan.

Hasilnya, Hercules dari Amerika menjadi cikal bakal lahirnya armada Hercules AURI. Amerika menghentikan embargo dan menyuntik dana ke Indonesia.

Juga beras 37 ribu ton dan ratusan persenjataan perang. Bahkan, konon katanya termasuk Jalan Bypass Cawang Tanjungpriok. Benarkah?

Ketika Guntur Soekarnaputra mendesak kebenaran soal itu, sang ayah cuma tertawa.

Waktu itu Guntur bertanya ketika Bung Karno sedang menuju toilet. Usai urusan toilet selesai, Soekarno cuma berujar, “Mudah-mudahan AS kirim Pope yang lain. Kalau tertangkap nanti aku minta tukar dengan Ava Gardner dan Yvonne de Carlo!” (keduanya adalah aktris dari AS).

(YDS Agus Surono/Majalah Intisari, Agustus 2015)

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News