Apa yang menjadi dasar hukum bagi Indonesia dalam sengketa Blok Ambalat?
Intisari-Online.com -Pertanyaan di atas sering muncul terkait sengketa antara Indonesia dan Malaysia terkait Blok Ambalat.
Bagaimana sejarah sengketa ini terjadi?
Setidaknya ada beberapa sumber hukum yang menguatkan klaim Indonesia atas Blok Ambalat, sebagaimana dicatat Kisliani Serpin, dkk. dalam paper berjudul "Penyelesaian Sengketa Antara Indonesia dan Malaysia terkait Pengklaiman Blom Ambalat Ditinjau dari Hukum Internasional", tayang die-journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Hukum tahun 2018.
Mulai dariDeklarasi Djuanda tahun 1957 yang diikuti Prp No.4/1960 tentang Perairan Indonesia, lalu Undang-Undang No.17 tahun 1985 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, kemudian Undang-Undang No.6 Tahun 1996 tentang perairan Indonesia, ada juga Peraturan pemerintah No.38 Tahun 2002 tentang daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, dan peraturan pemerintah No. 37 Tahun 2008 Tentang perubahan Atas pemerintah No.38 Tahun 2002 Tentang Daftar Kordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Di sisi lain, Malaysia hanyalahnegara pantai biasa yang hanya dibenarkan menarik garis pangkalnormal dan garis pangkal lurus apabila memenuhi persyaratan.
Mengutip Kompas.com, Blok Ambalat terletak di laut Sulawesi atau Selat Makasar. Wilayah ini diperkirakan mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun ke depan.
Ambalat telah lama menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia.
Sengketa ini terjadi karena klaim tumpang tindih atas penguasaan wilayah di antara dua negara. Saling klam ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan belum selesainya masalah batas-batas wilayah kelautan kedua negara.
Sengketa Blok Ambalat dimulaisaat dua negara bertetangga ini masing-masing melakukan penelitian di dasar laut untuk mengetahui landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif pada tahun 1969. Kedua negara kemudian menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia-Malaysia pada 27 Oktober 1969 yang diratifikasi oleh masing-masing negara pada tahun yang sama.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia.
Tapi pada 1979, Malaysia mengingkari perjanjian ini dengan memasukkan blok maritim Ambalat ke dalam peta wilayahnya. Hal ini menyebabkan pemerintahan Indonesia menolak peta baru Malaysia tersebut.
Baca Juga: Mengapa Malaysia Mengklaim Kepemilikan Blok Ambalat?
Tak hanya Indonesia, peta tersebut juga diprotes oleh Filipina, Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas perebutan wilayah negara lain. Aksi sepihak Malaysia ini diikuti dengan penangkapan nelayan Indonesia pada wilayah-wilayah yang diklaim.
Berdasarkan klaim batas wilayah yang tercantum dalam peta tahun 1979 tersebut, Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y (ND6) dan Blok Z (ND7). Adapun Blok Y merupakan blok yang tumpang tindih dengan wilayah konsesi minyak yang diklaim Indonesia. Sementara Blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan wilayah yang diklaim Filipina.
Pada 16 Februari 2005, Malaysia memberikan konsesi minyak di kedua blok tersebut kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda, Shell. Kapal-kapal patroli Malaysia pun diketahui berulang kali melintasi batas wilayah Indonesia dengan alasan area tersebut merupakan bagian dari wilayah Malaysia.
Klaim sepihak dan beragam tindakan provokasi ini berdampak pada peningkatan eskalasi hubungan kedua negara. Akhirnya, pada tahun 2009, pemimpin kedua negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil langkah politik untuk meredakan ketegangan akibat Ambalat.
Masing-masing pihak menjelaskan landasan hukum klaim atas Ambalat.
Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada tahun 2002.
Argumen yang digunakan oleh Negeri Jiran itu adalahbahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri. Tapi alasan ini ditolak pemerintah Indonesia yang menegaskan bahwa rezim penetapan batas landas kontinen mempunyai ketentuan khusus yang menyebut keberadaan pulau-pulau yang relatif kecil tidak akan diakui sebagai titik ukur landas kontinen.
Tak hanya itu, Malaysia adalah negara pantai (coastal state) dan bukan negara kepulauan (archipelagic state) sehingga tidak bisa menarik garis pangkal dari Pulau Sipadan dan Ligitan. Klaim Malaysia tersebut bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut atau UNCLOS 1982 yang sama-sama diratifikasi oleh Indonesia dan Malaysia.
Berdasarkan konvensi ini, Ambalat diakui sebagai wilayah Indonesia.
Blok Ambalat merupakan masalah lama yang seringkali menimbulkan ketegangan dan menghambat hubungan Indonesia-Malaysia. Sayangnya, proses penyelesaian masalah ini cenderung berjalan lambat.
Indonesia dan Malaysia telah berulang kali melakukan perundingan untuk menyelesaikan masalah Ambalat. Akan tetapi, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai penyelesaian sengketa tersebut. Berdasarkan hukum internasional, dalam hal terjadinya sengketa wilayah laut, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan UNCLOS 1982.
Negara yang bersengketa diwajibkan menyelesaikan dengan cara-cara damai.
Jika cara tersebut tidak berhasil mencapai persetujuan, maka negara-negara terkait harus mengajukan sebagian sengketa kepada prosedur wajib. Dengan prosedur ini, sengketa hukum laut akan diselesaikan melalui mekanisme dan institusi peradilan internasional yang telah ada, seperti Mahkamah Internasional.
Indonesia dan Malaysia sendiri memilih jalan damai dalam menyelesaikan sengketa perbatasan ini. Hal tersebut terlihat dari perundingan-perundingan yang sudah dilakukan oleh perwakilan kedua negara.
Pemerintah Indonesia, pada tahun 2009, pernah menyebut tidak akan membawa masalah Blok Ambalat ke Mahkamah Internasional mengingat posisi Indonesia yang kuat. Meski begitu, pemerintah berulang kali menegaskan bahwa kedaulatan Indonesia merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar.
Begitulah jawaban dari pertanyaan, apayang menjadi dasar hukum bagi Indonesia dalam sengketa Blok Ambalat? Semoga bermanfaat.
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News