Walaupun pada akhirnya disepakati tidak ada lagi unjuk kekuatan baik alutsista maupun pasukan di sekitar perbatasan Indonesia-Malaysia, khususnya di Blok Ambalat, riak-riak ketegangan antara kedua negara tetap saja muncul.
Intisari-Online.com -Berdasarkan hasil pemindaian Satrad 225, didapati bahwa sejak Januari hingga Mei 2015 telah terjadi sembilan kali pelanggaran wilayah udara yang dilakukan oleh Malaysia.
Data ini disampaikan Danlanud Tarakan Letkol Pnb Tiopan Hutapea dalam paparannya saat menerima rombongan pers yang dipimpin Kadispenau Marsma TNI Dwi Badarmanto di Mako Lanud Tarakan.
Danlanud Tarakan yang didampingi Dansatrad 225 Mayor Lek M. Suarna Hasal menguraikan, sembilan kasus pelanggaran wilayah udara dalam kurun lima bulan tersebut dilakukan oleh pesawat sipil maupun pesawat militer negeri jiran.
Beberapa di antaranya menggunakan pesawat tanpa awak. Mereka masuk dengan jelas-jelas tanpa izin.
"Sempat ada usaha pengejaran oleh pesawat buru sergap kita, namun mereka segera turun atau kembali lagi ke wilayahnya. Begitu pesawat buru serga kita kembali ke Makassar, mereka tiba-tiba muncul lagi," jelasnya.
Ditambahkan Hutapea, untuk menghalau sasaran di perbatasan Kalimantan Utara, pesawat buru sergap dari Makassar butuh waktu kurang lebih 55 menit.
Sedangkan bila yang dikerahkan pesawat tempur dari Madiun, Jawa Timur butuh waktu lebih lama lagi, lebih dari satu jam.
Kegiatan pengamatan udara menggunakan pesawat intai TNI AU sebenarnya sering dilakukan.
Bahkan hingga ke seputaran Blok Ambalat yang menjadi daerah rawan Indonesia-Malaysia.
Akan tetapi, nyatanya patroli maritim itu tidak menurunkan angka pelanggaran wilayah udara yang dilakukan oleh Malaysia.
Tiopan menilai, tindakan yang dilakukan Malaysia dengan kenekadannya tersebut merupakan perang psikologis terhadap NKRI.
“Mereka seperti meledek kita. Menginjak-injak harga diri bangsa. Mereka bisa saja nanti mengklaim bahwa Pulau Ambalat adalah milik mereka dengan alasan mereka bisa lewat tanpa hambatan,” tandasnya.
Berdasarkan fakta-fakta yang didapat, akhirnya Danlanud Tarakan melaporkan hal tersebut kepada Mabes TNI AU yang diteruskan kepada Panglima TNI.
Dari situ, turun perintah operasi dari Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko untuk menggelar operasi gabungan pengamanan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia baik perbatasan darat, laut, maupun udara.
Untuk operasi pengamanan wilayah udara dan laut, diberi sandi “Operasi Perisai Sakti 2015”.
Sementara untuk pengamanan wilayah darat diberi sandi “Operasi Gawi Manuntung 2015”.
Lanud Tarakan ditunjuk sebagai pangkalan aju untuk pengerahan alutisista udara, dalam hal ini pesawat tempur, pesawat angkut, helikopter, dan pergeseran pasukan darat (TNI AD) di sepanjang perbatasan Nunukan.
Dalam operasi gabungan ini TNI AU mengerahkan jet tempur Su-27/30, F-16, T-50i, EMB-314, B737-200 Surveillance, C212, helikopter SA-330, NAS-332, Satuan Radar 225 Tarakan, dan ratusan prajurit Korpaskhas.
Saat baru mendarat di Tarakan, Angkasa melihat tiga F-16 yang terpakir di apron Bandara Juwata. Rupanya, ketiga pesawat dari Lanud Iswahjudi tersebut juga baru mendarat, dipimpin Danskadron Udara Letkol Pnb Anjar Legowo.
Pangkoopsau II hadir
Keesokan harinya, setelah diawali dengan brie ng, tiga F-16 mulai melancarkan aksinya. Tidak kurang tiga sorti penerbangan dilakuan hari itu.
Panglima Komando Operasi Angkatan Udara II Marsda TNI Barhim turun langsung meninjau operasi dan melakukan supervisi.
Ia didampingi Pangkosekhanudnas II Marsma TNI Tatang Harliansyah dan Danlanud Sutan Hasanuddin Marsma TNI Tamsil Gustari Malik.
Dalam keterangannya kepada pers, Pangkoopsau II mengatakan, Lanud Tarakan memiliki peranan cukup penting dalam pelaksanaan operasi pertahanan udara guna menegakkan kedaulatan wilayah NKRI.
“Kehadiran F-16 dan pesawat tempur lainnya di sini sesuai perintah Panglima TNI adalah untuk merespons tindakan pelanggaran yang dilakukan negara tetangga," ujarnya.
"Peningkatan pelanggaran ini tidak bisa dianggap ringan, melainkan satu bentuk provokasi yang bisa mengancam hubungan kedua negara karena kita mempertahankan klaim negara masing-masing. Bila hal ini dibiarkan, tidak mustahil kasus Sipadan dan Ligitan akan terulang lagi."
Pangkoopsau II menilai, perbatasan Ambalat merupakan daerah rawan yang perlu diawasi baik dari udara maupun laut.
Sebagai bukti kesiapan satuan di jajarannya, saat Pangkoopsau II memberikan keterangan kepada pers, sejumlah pesawat tempur F-16 dan Sukhoi yang terbang langsung dari Makassar menyambar-nyambar di udara dalam ketinggian rendah.
Suara gemuruh jet tempur multiperan tersebut sekaligus memperlihatkan, TNI AU siap menghalau para penerobos di wilayah udara perbatasan serta Blok Ambalat.
Mengenai keberadaan Lanud Tarakan Sendiri, Pangkoopsau II menjelaskan, statusnya akan segera dinaikkan dari Tipe C menjadi Tipe B dan dipimpin oleh komandan berpangkat kolonel.
“Nantinya lanud ini akan menjadi lanud operasi. Keberadaan pesawat-pesawat TNI AU akan semakin banyak di sini. Sementara ini memang belum ada rencana pembangunan skadron pesawat di Tarakan, tapi nanti kita lihat perkembangannya seperti apa,” tutupnya.
Artikel ini pernah tayang di Majalah Angkasa Juli 2015
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News