Find Us On Social Media :

Rp40 Miliar untuk Jadi Anggota DPR dari Jakarta, Ini Rahasia Cak Imin yang Bikin Heboh

By Yoyok Prima Maulana, Sabtu, 12 Agustus 2023 | 07:46 WIB

Biaya untuk menjadi anggota DRP dari Jakarta kabarnya tembus Rp40 miliar.

Intisari-online.com - Biaya politik adalah salah satu hal yang sering menjadi misteri dalam pemilu.

Namun, seberapa besar biaya politik yang harus dikeluarkan oleh calon anggota DPR dari Jakarta?

Cak Imin, Ketua Umum PKB, mengatakan bahwa biaya politik untuk menjadi anggota DPR dari Jakarta bisa mencapai Rp40 miliar.

Apa rahasia di balik biaya politik tersebut? Apakah ada skandal atau korupsi yang terlibat dalam biaya politik tersebut?

Berikut adalah artikel yang saya buat dengan mengkurasi beberapa sumber yang kredibel dengan judul Rp40 Miliar untuk Jadi Anggota DPR dari Jakarta, Ini Rahasia Cak Imin yang Bikin Heboh:

Biaya politik di Indonesia merupakan salah satu isu yang sering menjadi sorotan dalam setiap pemilihan umum (pemilu).

Biaya politik adalah segala bentuk pengeluaran uang atau materi yang dilakukan oleh partai politik, calon, atau tim sukses dalam rangka memenangkan pemilu.

Biaya politik dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pendaftaran, kampanye, alat peraga, survei, logistik, dan lain-lain.

Namun, seberapa besar biaya politik yang harus dikeluarkan oleh calon anggota DPR dari Jakarta?

Menurut Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, biaya politik untuk menjadi wakil rakyat di ibu kota bisa mencapai Rp40 miliar. Angka ini terbilang sangat fantastis dan mengejutkan banyak pihak.

Bagaimana Cak Imin bisa mengatakan hal itu? Apa rahasia di balik biaya politik yang tinggi itu? Apakah ada skandal atau korupsi yang terlibat dalam biaya politik itu? Berikut adalah penjelasan lengkapnya.

Cak Imin mengungkapkan angka Rp40 miliar itu saat memberikan sambutan pada pidato kebudayaan dengan tema ‘Kembali ke Cita-cita Luhur Bangsa’ yang diselenggarakan oleh Islam Nusantara Foundation (INF) di Gedung Joeang 45, Jakarta Pusat, pada Jumat (11/8/2023) malam WIB.

Dalam pidatonya, Cak Imin menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi demokrasi di Indonesia yang semakin pragmatis dan menghalalkan segala cara.

Cak Imin menilai bahwa persaingan politik dalam pemilu dua periode terakhir menunjukkan bahwa peran uang sangat dominan dalam menentukan hasil pemilu.

“Apa yang disampaikan dengan money politic, yang kaya yang berkuasa, yang menang yang punya duit, itu terbukti di lapangan dengan baik,” ujar Cak Imin.

Cak Imin juga mengaku sebagai salah seorang yang menginginkan para anak muda dan aktivis, yang memiliki ideologi yang jelas, untuk duduk di legislatif. Namun, hal itu sangat sulit terwujud karena biaya politik yang sangat tinggi. “Kompetisinya sudah sangat pragmatis,” ucap Cak Imin12.

Cak Imin kemudian mencontohkan biaya politik yang harus dikeluarkan oleh calon anggota DPR dari Jakarta.

Menurutnya, teman-temannya yang sudah menjadi anggota DPR dari Jakarta tiga sampai empat kali harus mengeluarkan biaya sekitar Rp40 miliar. “Kalau di Jakarta, teman-teman saya yang jadi tiga sampai empat kali, ongkosnya sekitar Rp40 miliar,” kata Cak Imin.

Cak Imin tidak menjelaskan secara rinci bagaimana ia bisa menghitung biaya politik sebesar itu.

Namun, ia mengatakan bahwa biaya politik tersebut terdiri dari berbagai komponen, seperti biaya pendaftaran partai dan calon, biaya kampanye dan alat peraga, biaya survei dan riset, biaya logistik dan transportasi, biaya tim sukses dan relawan, serta biaya-biaya lainnya.

Selain itu, Cak Imin juga menyebutkan bahwa biaya politik tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti jumlah pemilih dan daerah pemilihan (dapil), tingkat persaingan dan popularitas calon, sistem daftar terbuka dan ambang batas parlemen (parliamentary threshold), serta praktik money politics dan jual beli suara.

Cak Imin mengaku bahwa biaya politik yang tinggi itu tidak hanya berasal dari kocek pribadi calon, tetapi juga dari sponsor atau donatur yang memberikan sumbangan kepada partai atau calon.

Namun, Cak Imin mengingatkan bahwa pemberian sumbangan tersebut tidak boleh melanggar aturan yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Cak Imin juga mengakui bahwa pemberian sumbangan tersebut tidak selalu tanpa syarat atau ikhlas.

Seringkali, para sponsor atau donatur memiliki kepentingan tertentu terhadap partai atau calon yang mereka dukung. Misalnya, mereka mengharapkan adanya balas jasa, seperti mendapatkan proyek, perizinan, jabatan, atau kebijakan yang menguntungkan mereka.

Cak Imin menilai bahwa biaya politik yang tinggi itu memiliki dampak negatif terhadap kualitas demokrasi dan kesejahteraan rakyat di Indonesia.

Ia mengatakan bahwa biaya politik yang tinggi itu dapat menimbulkan potensi korupsi, oligarki, dan nepotisme di kalangan elite politik. Selain itu, biaya politik yang tinggi itu juga dapat mengurangi keterwakilan dan partisipasi politik rakyat, khususnya dari kalangan miskin, perempuan, dan anak muda.

Cak Imin menyerukan agar masyarakat Indonesia kembali kepada cita-cita luhur bangsa yang terkandung dalam UUD 1945, yaitu musyawarah untuk mufakat.

Ia mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan keyakinan dan kesepengetahuan, bukan berdasarkan uang atau imbalan. Ia juga mengharapkan adanya reformasi sistem elektoral yang dapat menekan biaya politik dan meningkatkan kesehatan politik di Indonesia.

Baca Juga: Nominalnya 6 Kali dari Gaji DPR RI, Ternyata Segini Gaji Pensiunan Presiden Joko Widodo Jika Pensiun Tahun 2024 Nanti, Juga Masih Bisa Menikmati Fasilitas Negara Ini