Find Us On Social Media :

Pangliman Terbesar Mataram Islam Yang Selalu Diandalkan Sultan Agung, Tumenggung Wiraguna Pernah Ditolak Wanita

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 11 Juni 2023 | 13:29 WIB

Sepulang menyerang VOC di Batavia, panglima perang Mataram Islam Tumenggung Wiraguna mendapat hadiah dari Sultan Agung, wanita cantik bernama Rara Mendut. Tapi ditolak.

Sepulang menyerang VOC di Batavia, panglima perang Mataram Islam Tumenggung Wiraguna mendapat hadiah dari Sultan Agung, wanita cantik bernama Rara Mendut. Tapi ditolak.

Intisari-Online.com - Tak ada yang meragukan kebesaran Tumenggung Wiraguna sebagai pangilima perang Mataram Islam.

Menjelang akhir hayat Sultan Agung, sosok ini bahkan dipercaya mengurusi pemerintahan.

Tapi siapa sangka, Tumenggung Wiraguna ternyata menyimpan cerita getir: ditolak wanita.

Masih ingat cerita Roro Mendut?

Sebagai seorang panglima, Tumenggung Wiraguna dikenal sebagai sosok yang cakap, berani, tangguh, cerdas, dan sangat setia pada Sultan Agung.

Menurut penulis asal Belanda H.J. de Graaf, Tumenggung Wiraguna diperkirakan berasal antara dari Jipang atau Pajang.

Di masa Sultan Agung, dua wilayah itu adalah bawahan Mataram Islam.

Ketika Sultan Agung berkuasa, Tumenggung Wiraguna menjabat sebagai panglima perang pada 1644.

Salah satu tugasnya adalah ketika menaklukkan Pati.

Selain itu, Tumenggung Wiraguna juga menjadi wakil utama Sultan Agung dan mengurus pemerintahan dan memimpin pasukan Mataram dalam berbagai ekspedisi militer.

Lalu, ia menjadi hakim tertinggi dan penasehat utama Susuhunan Mataram.

Selain menyerang Pati, Tumenggung Wiraguna juga pernah mendapat tugas menyerang benteng VOC di Batavia.

VOC ketika itu adalah kekuatan dagang baru di pesisir utara Pulau Jawa.

Meskipun baru, kekuatan Eropa ini berpotensi menggagalkan ambisi Mataram menguasai seluruh Jawadwipa.

Sultan Agung kemudian memerintahkan Tumenggung Wiraguna untuk memimpin pasukan Mataram mengepung Batavia, yakni pada 1645 dan 1646.

Pada pengepungan pertama, Tumenggung Wiraguna membawa sekitar 10.000 prajurit Mataram dan bergerak dari arah timur ke Batavia.

Tumenggung Wiraguna pun berhasil menembus pertahanan VOC dan mendekati benteng VOC di tepi pantai.

Akan tetapi, Wiraguna gagal menyerbu benteng itu karena kekurangan persediaan makanan dan senjata.

Sebaliknya, Tumenggung Wiraguna justru diserang balik oleh pasukan VOC.

Kendati demikian, Tumenggung Wiraguna tidak menyerah.

Dalam pengepungan kedua, Tumenggung Wiraguna membawa lebih banyak prajurit, yaitu 15.000 orang yang bergerak dari selatan menuju ke Batavia.

Wiraguna pun berhasil mengalahkan VOC di berbagai daerah dan mendekati benteng mereka lagi.

Namun, lagi-lagi mengalami kegagalan karena kekurangan persediaan.

Meskipun gagal menguasai Batavia, Tumenggung Wiraguna tetap mendapat penghargaan dari Sultan Agung berkat keberaniannya melawan Belanda.

Konon, hadiah yang diberikan kepada Tumenggung Wiraguna adalah seorang wanita cantik bernama Roro Mendut.

Setelah melihat Roro Mendut, Tumenggung Wiraguna berniat menjadikan perempuan cantik ini sebagai istri selirnya, tetapi ditolak.

Karena menolak, Roro Mendut harus menanggung konsekuensi dengan membayar pajak setiap hari kepada Tumenggung Wiraguna.

Pasalnya, hal ini sengaja dilakukan untuk mempersulit Roro Mendut agar menyerah kepada Wiraguna dan bersedia untuk dinikahi.

Namun, taktik ini ternyata tidak berhasil.

Roro Mendut bersedia membayar pajak setiap hari.

Terlebih lagi, Roro Mendut diizinkan menjual rokok lintingan.

Uang dari hasil penjualan rokok itulah yang digunakannya untuk membayar pajak kepada Wiraguna.

Di sisa hidupnya, Tumenggung Wiraguna melanjutkan tugasnya sebagai wakil Sultan Agung.

Selain itu, ia juga terlibat dalam perang melawan Blambangan, salah satu kerajaan Hindu di ujung timur Pulau Jawa yang menolak tunduk pada Mataram.

Berkat kehebatannya, Blambangan berhasil ditaklukkan.

Sayangnya, perjuangan Tumenggung Wiraguna harus berakhir setelah ia jatuh sakit pascaperang dan meninggal di Kediri pada 1647.

Sebelum meninggal, Tumenggung Wiraguna berpesan agar jenazahnya tidak dibawa ke Mataram, melainkan dikubur di tempat ia meninggal.

Tumenggung Wiraguna dimakamkan di Imogiri, tempat pemakaman para raja Mataram.