Find Us On Social Media :

Ini Argumen yang Dibangun Malaysia dalam Klaim terhadap Blok Ambalat

By Khaerunisa, Sabtu, 11 Februari 2023 | 17:10 WIB

Ilustrasi. Sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia.

Intisari-Online.com - Sengketa Blok Ambalat merupakan salah satu sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.

Terdapat perbedaan persepsi antara kedua negara terhadap posisi Blok Ambalat.

Berdasarkan Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia-Malaysia yang ditandatangani dan diratifikasi pada tahun 1969, Blok Ambalat adalah milik Indonesia.

Tetapi pada tahun 1979, Malaysia mengingkari perjanjian tersebut dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam peta wilayahnya.

Peta baru Malaysia itu pun mendapat penolakan dari pemerintah Indonesia.

Sementara klaim sepihak dan beragam tindakan provokasi Malaysia berdampak pada peningkatan eskalasi hubungan kedua negara.

Memangnya bagaimana argumen yang dibangun Malaysia dalam Klaim terhadap Blok Ambalat?

Pertanyaan yang berbunyi "Bagaimana argumen yang dibangun oleh Malaysia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat?" terdapat pada halaman 161 buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas XI.

Pada bagian 4 unit buku tersebut dipelajari mengenai "Sengketa Batas Wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia".

Blok Ambalat sendiri merupakan wilayah laut seluas 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makasar.

Wilayah tersebut diperkirakan memiliki kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga puluhan tahun ke depan.

Baca Juga: Bagaimana Sejarah Munculnya Sengketa Batas Wilayah Blok Ambalat?

Sehingga sengketa Blok Ambalat bukan hanya soal kepemilikan wilayah saja, tetapi juga terjadi karena potensi sumber daya alam besar di perairan tersebut.

Malaysia mengklaim Blok Ambalat berdasarkan Peta 1979, di mana peta ini menggunakan metode pangkal lurus untuk menarik garis batas maritim.

Metode yang digunakan Malaysia untuk peta itu sendiri menjadi kontroversi. Pasalnya, Malaysia tak berhak menggunakan metode itu sesuai UNCLOS 1982.

Sebagai negara pantai, Malaysia seyogianya menggunakan garis pangkal biasa. Sementara metode tersebut dapat digunakan negara kepulauan seperti Indonesia.

Namun, kondisi tersebut belum diterima Malaysia, meski Malaysia telah mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan dengan disepakatinya perjanjian antara Indonesia dan Malaysia tentang Rezim Hukum Negara Nusantara/Negara Kepulauan tahun 1982.

Hal tersebut menjadi perbedaan mendasar antara kedua belah pihak.

Pada 2009 pemimpin Indonesia dan Malaysia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil langkah politik untuk meredakan ketegangan akibat Ambalat.

Dengan pertemuan tersebut, masing-masing pihak pun menjelaskan landasan hukum klaimnya atas Blok Ambalat.

Saat itu Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada tahun 2002.

Malaysia berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri.

Untuk diketahui, Pulau Sipadan dan Ligitan juga pernah menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia, yang mana pihak Malaysia memenangkannya.

Baca Juga: Firasat Hati Berdebar Menurut Primbon Jawa, Ini Artinya Jika Terjadi Siang Hari

Alasan itu pun ditolak pemerintah Indonesia yang menegaskan bahwa rezim penetapan batas landas kontinen mempunyai ketentuan khusus yang menyebut keberadaan pulau-pulau yang relatif kecil tidak akan diakui sebagai titik ukur landas kontinen.

Selain itu, Malaysia adalah negara pantai (coastal state) dan bukan negara kepulauan (archipelagic state) sehingga tidak bisa menarik garis pangkal dari Pulau Sipadan dan Ligitan.

Indonesia pun tetap berpegang teguh pada UNCLOS 1982 yang menyebutkan bahwa landas kontinen dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pangkalnya (UNCLOS 1982, Pasal 76 dan 57).

Selain itu, Indonesia telah lebih dulu dikenal sebagai negara kepulauan (archipelagic state) melalui Deklarasi Djuanda 1957, yang kemudian diperjuangan masuk ke dalam forum UNCLOS.

Pemerintah Indonesia berulang kali menegaskan bahwa kedaulatan Indonesia merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar.

Baca Juga: Manusia Pertama yang Berhasil Keliling Dunia adalah Orang Indonesia, Benarkah?

Baca Juga: Kumpulan Soal TWK Sejarah CPNS dan Kunci Jawabannya (Bagian 13)

(*)