Pengaruh militer dapat dilihat dari band kuningan sejak bermain di pemakaman militer.
Pengaruh ini dikombinasikan dengan praktik spiritual Afrika, khususnya dari suku Yoruba di Nigeria dan suku lain di Afrika Barat.
Ada juga pengaruh kuat dari gereja-gereja Katolik dan Protestan pada awal abad ke-20, yang bisa dilihat dalam ritual ‘bersukacita saat kematian’ bagian dari Pemakaman Jazz, melansir thelivingurn.
Pemakaman Jazz umum dilakukan di semua komunitas etnis selama akhir 1800-an dan pada awal abad ke-20.
Ketika band kuningan lebih populer dan lebih liar sebelum Perang Dunia Pertama, banyak komunitas kulit putih yang datang melihat Pemakaman Jazz dengan jijik dan menganggap musik yang bersemangat itu tidak sopan di tengah orang yang berduka.
Barulah pada thaun 1960-an Pemakaman Jazz kembali menjadi praktik yang umum di banyak batas agama dan etnis.
Dengan meningkatnya orang yang memilih untuk mengkremasi orang yang mereka cintai yang telah meninggal, karena biaya yang lebih rendah dengan menggunakan guci pemakaman atau guci kremasi, Pemakaman Jazz menjadi kurang umum dilakukan.
Banyak orang memilih upacara yang lebih sederhana dan lebih murah.
Biaya arak-arakan dan band full jelas melebihi biaya pemakaman biasa, apalagi saat biaya pemakaman meningkat.
Meski demikian, praktik prosesi pemakaman dengan menggunakan band ini telah menyebar ke bagian lain negara, dan mereka tetap menggunakannya hingga hari ini.
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via