Find Us On Social Media :

Nyaris Bikin Seantero Masyarakat Indonesia 'Kecele', Kontrak Puluhan Triliun Tesla yang Diklaim oleh Luhut Nyatanya Malah Jadi Ladang Cuan Perusahaan China, Pelecehan?

By Khaerunisa, Selasa, 9 Agustus 2022 | 15:45 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bersama CEO Tesla Inc Elon Musk.

"Mereka sudah membeli, nah itu yang bagus, dua produk dari Indonesia. Dari Huayou, satu lagi dari mana, dia sudah tandatangan kontrak untuk lima tahun. Jadi dia (Tesla) sudah mulai masuk di situ, tahap pertama sudah masuk," ujarnya.

Sementara terkait rencana Tesla untuk membangun pabrik otomotif berbasis listrik di Tanah Air, Luhut mengatakan pihaknya masih melakukan negosiasi.

"Tesla ini kami masih negosiasi terus. Karena Tesla ini masih sibuk dengan dalam negeri dia, dengan masalah Twitter dan sebagainya," kata Luhut.

Tanggapan berbeda datang dari Ekonom Konstitusi Defiyan Cori, yang menilai kerja sama tersebut melecehkan Indonesia.

Baca Juga: Awalnya Jadi Saksi Kunci dalam Kasus Brigadir J, Kini Brigadir RR Malah Ikut Terseret Hingga Ditetapkan Jadi Tersangka, Sosoknya Masih Jadi Misteri

Baca Juga: Bak Manfaatkan Hubungannya dengan Rusia untuk Lawan China, India Berniat Akuisisi Pesawat Pembom Tu-160 Rusia, Memang Apa Hebatnya?

Menurut Defiyan, Tesla seharusnya melakukan perjanjian langsung dengan Pemerintah Indonesia lantaran sumber daya alam salah satunya nikel merupakan kuasa RI.

"Penandatanganan kontrak pembelian nikel antara Tesla dengan dua supplier asal China, Huayou dengan CNGR ini jelas melecehkan posisi Indonesia sebagai pemilik sumber daya mineral atau bahan bakunya.

"Padahal, kedua perusahaan RRC itu telah membangun pabriknya di Indonesia, yang seharusnya ada klausul pelarangan menjual kembali komoditas nikel ini kepada pihak lain," ungkap Defiyan.

Menurutnya, secara ekonomi Pemerintah Indonesia juga jelas dirugikan atas selisih harga jual penjualan dengan harga pokok produksi komoditas nikel.

"Seharusnya potensi nilai tambah produksi dari hasil penjualan itu bisa lebih besar diperoleh di Tanah Air, dibandingkan dengan penjualan ke Tesla," ucap Defiyan.

Defiyan mengatakan, perlu dicermati juga dengan seksama mengenai materi kontrak kerja sama pembangunan pabrik pengolahan nikel antara Pemerintah RI dengan kedua perusahaan China tersebut.

Hal yang perlu dicermati menurutnya, yaitu apakah posisi perusahaan-perusahaan tersebut menunjukkan suatu tindakan wanprestasi atau ada unsur manipulasi dan korupsi serta kolusi dengan pejabat penandatanganan kontraknya.

"Meskipun kedua perusahaan itu membayar pajak kepada pemerintah Indonesia, namun penjualan bahan baku nikel yang dilakukan oleh perusahaan China tersebut tidak dibenarkan secara konstitusional," ujarnya.

Baca Juga: Tanggalan Jawa Hari Ini, Selasa 9 Agustus 2022, Jodoh yang Tepat Untuk Weton Selasa Pahing

Baca Juga: Akhirnya Pilih Blak-blakan Bongkar Nama-nama Pelaku Pembunuhan Brigadir J, Bharada E Seret Sosok-sosok Ini Jadi Dalang Sesungguhnya, Siapa Saja dan Apa Rencana Mereka?

(*)