Intisari-Online.com -Presiden Joko Widodo mengatakan, banyak negara maju yang 'kelojotan' setelah Indonesia menyetop ekspor bahan mentah nikel.
Bahkan, karena kebijakan penyetopan ekspor ini, RI digugat oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Namun demikian, Jokowi mengaku tak mempersoalkan gugatan itu.
"Musuhnya memang negara-negara maju yang biasa barang itu kita kirim ke sana, ngamuk semuanya, ngamuk semuanya," kata Jokowi di acara puncak HUT ke-7 Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Rabu (22/12/2021).
"Kita nikel kita sudah dibawa ke WTO. Dah, nggak apa-apa, ya kita hadapi," kata dia sebgaimana dilansir Kompas.com.
Bahkan,tahukah Anda, jika sebenarnya di masa mendatang, keberhasilan CEO Tesla, Elon Musk menjadi miliarder dunia akan sangat tergantung pada Indonesia.
Tanpanikel dari Indonesia, bisa dipastikan Elon Musk akan kesulitan mempertahankan posisinya kini.
Bahkan bisa jadi, jika Indonesia mengalihkannya kepada pihak lain, pihak tersebutlah yang akan berada di pucuk tertinggi miliader hijau terkaya di dunia.
Elon Musk sendiri sepertinya tidak mau sedikitpun menutupi potensi ketergantungannya kelak pada Indonesia.
Lihat saja bagaimana sang CEO tidak ragu-ragu bahkan sangat menyambut baik tawaran investasi yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam undangan yang disampaikan pada akhir tahun 2020 lalu tersebut, Elon Musk langsung memberikan respons yang positif.
Orang yang sempat membuat heboh dunia karena pernyataannya tentang uang kripto tersebut pun langsung mengutus timnya ke Indonesia pada Januari 2021.
Tujuannya sangat jelas, yaitu untuk segera melakukan pembicaraan lebih lanjut mengenai tawaran investasi dari Jokowi.
Indonesia kini memiliki status mentereng: produsen dan eksportir nikel terbesar dunia.
Bahkan, data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 27 persen pasar nikel global dikuasai oleh Indonesia.
Data dariKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sepanjang 2019, menunjukkan bahwa Indonesia mampu memproduksi 800.000 ton nikel.
Untungnya, pemerintah sigap melihat potensi kebutuhan baterai listrik sehingga segera membatasi ekspor bijih nikel.
Tujuannya jelas, agar Indonesia tidak mengekspor barang mentah, melainkan barang yang telah diolah, alias barang jadi yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
(*)