Penulis
Intisari-Online.com - Pembicaraan soal investasi Tesla Inc di Indonesia terkait industri nikel sempat mencuri perhatian.
Pada akhir April 2022, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, berkunjung ke pabrik Tesla dan bertemu dengan Elon Musk.
Kala itu, Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi mengatakan, pertemuan antara Luhut dan Musk membahas seputar nikel dan baterai listrik yang sempat dibahas kembali oleh pihak Tesla ke Pemerintah.
Kemudian pada Mei 2022, giliran Presiden Joko Widodo berkunjung ke Amerika Serikat (AS) dan bertemu dengan CEO Tesla, Elon Musk.
Saat itu Jokowi berkeliling melihat fasilitas produksi roket SpaceX.
Jokowi pun mengatakan, kunjungan tersebut merupakan tindak lanjut perintahnya kepada Menko Marves untuk berbicara dengan Elon Musk.
"Tindak lanjut perintah saya untuk berbicara dengan Elon mengenai investasi, mengenai teknologi, mengenai inovasi, dan sekarang saya ke sini dan bertemu langsung dengan Elon untuk mendiskusikan kerja sama yang akan datang," ujar Jokowi, dilansir dari siaran pers Sekretariat Presiden, Minggu (15/5/2022).
Sementara itu, dalam kesempatan itu pula, Musk sempat mengungkapkan ketertarikannya untuk menjalin kerja sama dengan Indonesia.
"Saya rasa Indonesia memiliki potensi yang besar, dan saya rasa kita melalui Tesla dan SpaceX akan mencoba beberapa kerja sama dengan Indonesia," ujarnya.
Musk juga mengatakan, Indonesia memiliki banyak potensi yang memungkinkan adanya kerja sama.
"Kita akan melihat dari dekat bentuk kerja sama di banyak hal, karena Indonesia memiliki banyak potensi," katanya.
Bahkan, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan bahwa Tesla bakal berinvestasi di Indonesia dengan membangun pabrik rakitan kendaraan listrik Tesla di Batang, Jawa Tengah.
"Batang akan jadi pusat kawasan Industri terbaik di Indonesia. Di sana akan ada perusahaan-perusahaan besar, seperti LG, Foxconn, Tesla pun Insyaallah akan masuk ke sana dan beberapa perusahaan lain," kata Bahlil, dalam konferensi virtual yang disiarkan Youtube Kementerian Investasi (19/5/2022) lalu.
Perusahaan teknologi kenamaan Tesla menjadi salah satu yang ditargetkan pemerintah Indonesia agar dapat berinvestasi di tanah air.
Pendekatan antara pemerintah Indonesia dengan CEO Tesla, Elon Musk sendiri sudah berlangsung sejak tahun 2020.
Namun, hal tersebut tak mencapai titik sepakat karena dinilai tak sesuai permintaan pemerintah.
Terkait Tesla di Indonesia, baru-baru ini disebut perusahaan teknologi asal Amerika ini sudah meneken kontrak dengan perusahaan pengolah nikel di Indonesia.
Itu merupakan kesepakatan senilai 5 miliar dollar AS (sekitar Rp 74,3 triliun), di mana Tesla akan membeli bahan baterai dari perusahaan tersebut.
Namun rupanya, perusahaan yang melakukan kontrak dengan Tesla adalah perusahaan pemasok baterai asal China, Zhejiang Huayou Cobalt Co dan CNGR Advanced Material Co.
Kontrak antara Tesla dengan perusahaan pengolah nikel yang beroperasi di kawasan Morowali, Sulawesi Tengah itu disebut akan berlaku selama 5 tahun.
Luhut menilai penandatanganan kontrak Tesla dengan dua perusahaan tersebut sebagai langkah positif.
"Mereka sudah membeli, nah itu yang bagus, dua produk dari Indonesia. Dari Huayou, satu lagi dari mana, dia sudah tandatangan kontrak untuk lima tahun. Jadi dia (Tesla) sudah mulai masuk di situ, tahap pertama sudah masuk," ujarnya.
Sementara terkait rencana Tesla untuk membangun pabrik otomotif berbasis listrik di Tanah Air, Luhut mengatakan pihaknya masih melakukan negosiasi.
"Tesla ini kami masih negosiasi terus. Karena Tesla ini masih sibuk dengan dalam negeri dia, dengan masalah Twitter dan sebagainya," kata Luhut.
Tanggapan berbeda datang dari Ekonom Konstitusi Defiyan Cori, yang menilai kerja sama tersebut melecehkan Indonesia.
Menurut Defiyan, Tesla seharusnya melakukan perjanjian langsung dengan Pemerintah Indonesia lantaran sumber daya alam salah satunya nikel merupakan kuasa RI.
"Penandatanganan kontrak pembelian nikel antara Tesla dengan dua supplier asal China, Huayou dengan CNGR ini jelas melecehkan posisi Indonesia sebagai pemilik sumber daya mineral atau bahan bakunya.
"Padahal, kedua perusahaan RRC itu telah membangun pabriknya di Indonesia, yang seharusnya ada klausul pelarangan menjual kembali komoditas nikel ini kepada pihak lain," ungkap Defiyan.
Menurutnya, secara ekonomi Pemerintah Indonesia juga jelas dirugikan atas selisih harga jual penjualan dengan harga pokok produksi komoditas nikel.
"Seharusnya potensi nilai tambah produksi dari hasil penjualan itu bisa lebih besar diperoleh di Tanah Air, dibandingkan dengan penjualan ke Tesla," ucap Defiyan.
Defiyan mengatakan, perlu dicermati juga dengan seksama mengenai materi kontrak kerja sama pembangunan pabrik pengolahan nikel antara Pemerintah RI dengan kedua perusahaan China tersebut.
Hal yang perlu dicermati menurutnya, yaitu apakah posisi perusahaan-perusahaan tersebut menunjukkan suatu tindakan wanprestasi atau ada unsur manipulasi dan korupsi serta kolusi dengan pejabat penandatanganan kontraknya.
"Meskipun kedua perusahaan itu membayar pajak kepada pemerintah Indonesia, namun penjualan bahan baku nikel yang dilakukan oleh perusahaan China tersebut tidak dibenarkan secara konstitusional," ujarnya.
Baca Juga: Tanggalan Jawa Hari Ini,Selasa9 Agustus 2022, Jodoh yang Tepat Untuk Weton Selasa Pahing
(*)