Find Us On Social Media :

Seabad Chairil Anwar: Susur Jejak Pujangga Bohemian di Kota Malang

By Intisari Online, Senin, 25 Juli 2022 | 07:00 WIB

Ary Budiyanto, dosen Antropologi Universitas Brawijaya, bersama sejarawan FX Domini BB Hera, mengisahkan corat-coret di gedung Balai Kota. Tampak para pejalan Jelajah Seabad Chairil menyimak di Monumen Tugu Kota Malang.

“Es krim ini mulai dikenal tahun 1920-an,” kata Ary. Dia mengisahkan pada zaman itu terdapat iklan pembuatan es krim, namun masih menggunakan cara yang sederhana, yakni tangan. “Nanti banyak orang-orang Tionghoa yang memproduksi es krim, sehingga orang bisa menikmatinya.”

Dia menambahkan, “Karena es krim harus menggunakan susu dan itu mahal, kita menemukan cara yang sederhana yakni santan. Jadi ini genre dari es puter santan.” Banyak sekali sebutan untuk hidangan penyegar ini.  Apabila dijajakan dengan memukul bende, kita mengenalnya sebagai es dung-dung. Apabila dijajakan dengan gerobak, kita mengenalnya sebagai es puter. Apabila diracik dengan sagu mutiara dan agar-agar, kita mengenalnya sebagai es podeng.   

Soal tempat berjualan, Malang memiliki kisah yang menarik. Ary mengatakan bahwa pada zaman Hindia Belanda, orang bumiputra tidak boleh berhenti untuk berjualan di sepanjang Kayutangan. Namun, sejak Malang dikuasai Republik, orang-orang bumiputra boleh berjualan dan berjalan-jalan atau duduk-duduk nongkrong dengan bebas di sepanjang Kayutangan. Sebelumnya, orang-orang Bumiputra berjualan dan berdagang di kawasan Alun-alun.

Kawasan Kayutangan memiliki sederet perkantoran dan etalase pertokoan elite tinggalan Hindia Belanda. Kini, kawasan ini menjelma sebagai salah satu ruang ekspresi warga Malang. “Sekarang kita bisa nongkrong di sepanjang jalan ini, kalau dulu tidak mungkin.”

Selain mencicipi es puter, para pejalan Chairil juga merasakan segarnya Es Tawon Kidul Dalem yang telah hadir di Kota Malang sejak 1955. Racikannya terdiri atas bubur kacang hijau, serutan alpukat, es gosrok, lalu dibubuhi gula cair dan sirup frambozen. Racikan lainnya, es campur kacang hijau dan ketan hitam, atau es campur kacang tape. Julukan es campur tawon bermula karena tawon-tawon kerap mengerumuni toples gula cair di gerobak sang pedagang.

Para pejalan Chairil juga singgah sejenak di Gedoeng Ra’jat Indonesia (kini Sarinah), dan menikmati keindahan arsitektur dan interior De Heilige Hart Kerk (kini Gereja Hati Kudus Yesus). Perjalanan berakhir di Gramedia Bookstore, setiap pejalan mendapatkan bingkisan buku Seri Tempo Chairil Anwar yang diterbitkan KPG dan Tempo Publishing; kaos Tiga Manula Jazz Band dari KPG; dan majalah INTISARI edisi khusus Seratus Tahun Chairil Anwar, Juli 2022.  

   

Baca Juga: Inilah Biografi Chairil Anwar, Penulis Puisi 'Aku' yang Terkenal

Baca Juga: Puisi Doa Karya Chairil Anwar, Salah Satu Puisinya yang Paling Menyentuh Hati

Baca Juga: Puisi Aku Karya Chairil Anwar, Termasuk Puisinya yang Paling Fenomenal

Baca Juga: Biografi Chairil Anwar, Penyair Berjuluk 'Si Binatang Jalang' yang Lahirkan Banyak Karya Sastra Terkenal

    

Silvana Dharma, Social Media Officer Kepustakan Populer Gramedia (KPG), mengungkapkan, “Dengar cerita Mas Sisco tentang monumen Chairil Anwar di Malang ternyata menarik juga. Kita kan tahunya Chairil itu lekat dengan Jakarta—keluyurannya di ibu kota.”

Jelajah Seabad Chairil Anwar digelar untuk menyambut seratus tahun sang pujangga itu, demikian imbuhnya. Untuk merayakannya, KPG menerbitkan kembali buku Seri Tempo Chairil Anwar, Bagimu Negeri Menyediakan Api. Kebetulan, ulang tahun KPG tahun ini mengusung tema “Bertemu di Buku, yang intinya merayakan semangat berkolaborasi menghidupkan industri buku dan dunia literasi,” ujar Silvana. “Dua alasan itulah yang membuat kami tertarik bikin acara spesial untuk Chairil Anwar yang mengedepankan kolaborasi.”

“Kisah jejak Chairil Anwar di Kota Malang ditulis bagitu memikat oleh sejarawan FX Domini BB Hera di majalah INTISARI edisi Juli 2022. Kisah yang mengungkapkan sisi lain Chairil dan ingatan warga kota tentangnya,” ujar Mahandis Yoanata Thamrin, Editor in Chief INTISARI. “Kita berharap, gelaran jelajah kota menapaki jejak sang pujangga bohemian ini kelak mendorong gagasan untuk mengungkap jejak Chairil di kota-kota lainnya. Tentu, bukan pekerjaan sejarawan semata, tetapi juga membutuhkan dukungan setiap warga kota.”

chairil