Penulis
Intisari-Online.com – Dengan jantan, Alexander Prokhorenko, ‘Rambo Rusia’ yang sangat dihormati Putin ini, meminta dibombardir oleh Angkatan Udaranya sendiri.
Kematiannya ‘Rambo Rusia’ itu diumumkan pada tanggal 24 Maret 2016.
Dan legenda pun dimulai.
Jenazah Alexander Prokhorenko, pria yang disebut sebagai ‘Rambo Rusia’ itu diterbangkan pulang ke Moskow dan disambut oleh istrinya, Katya, yang ketika itu sedang mengandung anak pertama mereka.
Seperti diberitakan oleh Sputnik, kantor berita negara Rusia.
Dilaporkan oleh Sputnik, bahwa sesuai dengan perintah dari Presiden Rusia Vladimir Putin, Prokhorenko secara anumerta telah dianugerahi gelar Pahlawan Federasi Rusia.
Seorang guru di Sekolah Menengah Gorodetskoy, tempatnya bersekolah mengatakan bahwa Prokhorenko adalah siswa yang luar biasa.
Sekolah itu memenangkan banyak kompetisi karena partisipasinya.
Dan apa yang dilakukannya ini adalah tindakan heroik terakhirnya.
“Ini adalah tindakan keberanian nyata yang akan kami ceritakan kepada murid-murid kami,” kata Nadezhda Rusinova, seorang guru di sekolah tersebut, seperti dikutip Sputnik.
“Lagi pula, memerintahkan serangan udara pada diri sendiri adalah sesuatu yang tidak semua orang bisa lakukan.”
Dia mengatakan bahwa dia dan yang lainnya sekarang ingin menamai Sekolah Menengah Gorodetskyo dengan nama Prokhorenko.
Apa yang sebenarnya telah dilakukan Prokhorenko, sang ‘Rambo Rusia’ itu dan apa alasannya?
Rupanya Alexander Prokhorenko berjuang untuk membebaskan kota kuno Palmyra di Suriah, melansir CNN.
Tetapi dia menemukan dirinya dikelilingi oleh militan Islam, yang membuatnya takut akan ditangkap, disiksa, dibunuh, dan tubuhnya dimutilasi.
Dia lebih suka mati dengan bermartabat, maka dia menyerukan serangan udara pada posisinya berdiri.
Dan apa yang dilakukannya itu adalah untuk membebaskan Palmyra dari teroris ISIS, serta untuk kejayaan Rusia.
Itulah akhir hidupnya, saat itu dia berusia 25 tahun.
Keterlibatan Suriah yang terbukti mahal bagi Rusia
Palmyra telah dibebaskan dari cengkeraman ISIS.
Setidaknya 10 hari sebelum kematian Prokhorenko, tepatnya pada tanggal 14 Maret 2016, Putin memerintahkan penarikan dari Suriah ‘sebagian besar’ kontingen militer Rusia di sana.
Pasukan Rusia ada di sana, kata Moskow, untuk memerangi teroris seperti ISIS, tetapi banyak pengamat yang melihat bahwa kehadiran Rusia sebagai penopang rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Dan pengerahan itu terbukti mahal bagi Rusia.
Tanggal 31 Oktober, kurang dari sebulan setelah penyebaran diumumkan, sebuah pesawat penumpang tujuan Rusia dijatuhkan di atas semenanjung Sinai Mesir, hingga menewaskan 224 orang di dalamnya.
Penyelidik yakin bahwa pesawat itu diledakkan oleh bom yang diselundupkan ke dalam pesawat di titik keberangkatannya, resor Sharm el-Sheikh di Mesir.
Afiliasi lokal ISIS mengaku bertanggung jawab atas tindakan yang melenyapkan nyawa hingga ratusan orang itu.
Lalu, pada 24 November, sebuah pesawat tempur Rusia yang menurut Turki dan Amerika Serikat telah menyimpang dari Rusia ke wilayah udara Turki, ditembak jatuh oleh Turki.
Hubungan antara Rusia dan Turki, dan antara Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, belum pulih dari insiden itu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari