Penulis
Intisari-Online.com -Ketika Rusia melancarkan invasi ke Ukraina, banyak orang asing menawarkan diri mereka untuk menjadi pejuang yang membantu Ukraina untuk menghadapi Rusia.
Namun, bantuan yang mereka tawarkan mungkin saja tak sejalan dengan hukum di negara asal mereka.
Bisa jadi, mereka yang berniat secara sukarela ingin membantu Ukraina justru menghadapi konsekuensi hukum dari negara asal mereka.
Sejauh ini, warga Kanada, Georgia, India, Jepang, Inggris hingga Amerika Serikat (AS) ada di antara para sukarelawan yang telah mendaftarkan diri untuk ikut berperang bersama Ukraina.
Lantas, apakah hukum di negara asal mereka memperbolehkan mereka menjadi tentara asing untuk membantu Ukraina?
1. Warga AS
Menurut situs web Kementerian Luar Negeri AS, warga negara AS tidak dilarang bertugas di militer negara lain.
Melayani sebagai perwira atau berperang melawan negara yang menjalin hubungan damai dengan AS dapat menjadi alasan untuk melepaskan kewarganegaraan secara sukarela.
Namun, preseden Mahkamah Agung AS mengatakan dinas di militer asing saja tidak dapat digunakan untuk mencabut kewarganegaraan Amerika.
Undang-undang AS tahun 1794 tentang Netralitas, melarang warga negara berperang melawan pemerintah asing yang berdamai dengan Washington dan membawa hukuman penjara hingga tiga tahun.
Undang-undang tersebut, yang secara teknis dapat berlaku untuk aksi militer sukarela melawan Rusia, digunakan untuk menuntut orang Amerika yang terlibat dalam percobaan kudeta di Gambia pada tahun 2014.
Namun sebaliknya, undang-undang tersebut jarang ditegakkan dalam sejarah modern, menurut David Malet, seorang profesor di American University di Washington, DC.
"Tidak adanya hubungan dengan terorisme domestik, sulit bagi saya untuk membayangkan orang Amerika diadili karena pergi ke Ukraina," kata Malet, dikutip dari Reuters.
2. Warga Inggris
Warga Inggris yang bepergian ke Ukraina untuk berperang dapat dikenakan tuntutan hukum setelah kembali ke Inggris, menurut penasihat perjalanan Kantor Luar Negeri Inggris yang terakhir diperbarui Rabu (9/3/2022).
Undang-Undang Pendaftaran Asing Inggris, terakhir diperbarui pada tahun 1870, telah melarang warga negara bergabung dengan militer asing yang memerangi negara-negara yang berdamai dengan Inggris.
Tetapi, undang-undang itu belum diterapkan pada konflik modern.
Menteri Luar Negeri Inggris awalnya menyuarakan dukungan bagi sukarelawan warga untuk berperang di Ukraina, tetapi kemudian memperingatkan agar tidak bepergian ke sana.
3. Warga Australia
Perdana Menteri Australia Scott Morrison telah mendesak warga negaranya untuk tidak bergabung dalam pertempuran militer di Ukraina.
Dia mengatakan kepada wartawan bulan lalu bahwa ada "ketidakpastian" tentang posisi hukum kombatan sipil asing.
4. Warga India
Kementerian Dalam Negeri India tidak menanggapi permintaan komentar tentang legalitas warga negara India yang bergabung dengan pasukan Ukraina.
Dalam kasus yang melibatkan orang India yang bepergian ke Irak pada tahun 2015, Kementerian Dalam Negeri India mengatakan kepada Pengadilan Tinggi Delhi bahwa mengizinkan orang India untuk berpartisipasi dalam konflik negara lain "akan mengarah pada tuduhan bahwa pemerintah India mempromosikan terorisme di negara lain".
Baca Juga: Bagaimana Cara Mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara?
5. Warga Jerman, Denmark, Kanada, dan Latvia
Jerman telah mengatakan tidak akan menuntut sukarelawan yang bergabung dalam pertempuran.
Sementara, para pemimpin Denmark dan Latvia mengatakan mereka akan mengizinkan warganya untuk menjadi sukarelawan.
Menteri Pertahanan Kanada Anita Anand mengatakan keterlibatan warganya dalam perang di negara lain adalah "keputusan individu".
6. Warga Indonesia
Dikutip dari Antara, dalam UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indoensia, Pasal 23 D menyebutkan bahwa WNI bisa kehilangan kewarganegaraan jika masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa izin Presiden.