Intisari-Online.com - Ketika penyelesaian perang Rusia-Ukraina tak kunjung menemui kesepakatan damai, dunia kembali memanas dengan aksi negara lainnya, yaitu Korea Utara.
Korea Utara diduga telah menembakkan rudal balistik pada Sabtu (5/3/2022).
Militer Korea Selatan mengatakan pada Sabtu, bahwa mereka telah mendeteksi rudal balistik yang diduga diluncurkan ke Laut Timur dari daerah Sunan sekitar pukul 08.48 pagi waktu setempat.
Jepang juga mengonfirmasi peluncuran tersebut, dengan mengatakan bahwa rudal tersebut telah terbang pada ketinggian maksimum sekitar 550 km dan jarak sekitar 300 km. Hal ini disampaikan Menteri Pertahanan Jepang, Nobuo Kishi.
“Frekuensi yang sangat tinggi dari uji coba senjata Korea Utara pada tahun ini. Ini adalah ancaman bagi kawasan itu dan sama sekali tidak dapat diterima," kata dia, dikutip dari AFP.
Uji coba senjata tersebut terhitung dilakukan Korea Utara hanya beberapa hari sebelum pemilihan presiden Korea Selatan.
Dari rudal balistik hipersonik hingga jarak menengah, Korea Utara telah melakukan uji coba serangkaian persenjataan pada Januari 2022 dan akhir Februari meluncurkan apa yang diklaimnya sebagai komponen "satelit pengintai".
Korea Utara seolah tak gentar dengan sanksi internasional yang telah diterimanya.
Bahkan, mengabaikan tawaran pembicaraan AS sejak negosiasi tingkat tinggi antara pemimpin Kim Jong Un dan presiden AS saat itu Donald Trump gagal pada 2019.
Alih-alih diplomasi, Korea Utara justru menggandakan upaya Kim untuk memodernisasi militernya.
Mengenai uji coba senjata Korea Utara yang terjadi menjelang pemilihan Presiden Korea Selatan tersebut, analis berujar bahwa itu tampaknya cara Korea Utara menyampaikan "ketidakpuasannya" dengan Presiden Korea Selatan yang akan lengser, Moon Jae-in.
"Sepertinya Kim merasa bahwa Moon tidak berbuat banyak setelah KTT Hanoi runtuh," kata pakar studi Korea Utara Ahn Chan-il, merujuk pada pertemuan terakhir antara Kim dan Trump.
“Korea Utara jelas telah memutuskan untuk memprioritaskan agenda militer mereka sendiri terlepas dari apa yang dipikirkan Korea Selatan," tambahnya.
Begitu pula aksi Korea Utara di tengah perang Rusia-Ukraina yang dapat diterjemahkan sebagai 'pesan' tersendiri.
Menurut Yang Moo-jin, seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara, dengan uji coba tersebut Korea Utara tampaknya ingin mengatakan bahwa Korea Utara berbeda dari Ukraina.
"Mengingatkan dunia ia memiliki sistem persenjataan nuklirnya sendiri," katanya.
Untuk diketahui, Ukraina yang muncul dari Perang Dingin dengan stok senjata nuklir era Soviet yang cukup besar, telah menyerahkan persenjataannya pada 1990-an.
Selain itu, analis juga telah secara luas memperkirakan Korea Utara akan berusaha memanfaatkan kondisi Amerika Serikat yang sibuk atas invasi Rusia ke Ukraina dengan lebih banyak uji coba senjata.
Korea Utara pada bulan lalu menuduh Amerika Serikat sebagai "akar penyebab krisis Ukraina" mengatakan dalam sebuah pernyataan di situs kementerian luar negerinya bahwa Washington "campur tangan" dalam urusan internal negara lain.
(*)