Penulis
Intisari-Online.com – Terletak di Pulau Bali, Kerajaan Gianyar merupakan salah satu kerajaan di pulau ini yang berada di Kabupaten Gianyar.
Dulunya, kerajaan Gianyar memiliki sumber daya alam yang subur, maka tak heran bila cocok untuk kegiatan pertanian.
Kerajaan Gianyar memiliki hubungan politik yang baik dengan Kerajaan Badung, yang juga berada di Pulau Bali, terutama karena kerajaan-kerajaan ini dibangun sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit yang menguasai Nusantara, termasuk pulau Bali.
Sejarah pendirian Kerajaan Gianyar juga berkaitan dengan kisah cinta seorang raja bernama Dalem Segening dari Kerajaan Gelgel.
Raja Dalem Segening ini menikah dengan seorang putri yang berparas cantik dari desa Manggis, namun namanya tidak diketahui.
Dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Dewa Manggis Kuning, yang setelah dewasa menjelma menjadi seorang pemuda tampan.
Menginjak masa dewasa, Gusti Tageh Kori, penguasa Kerajaan Badung, pun tertarik pada Dewa Manggis Kuning dan memohon kepada Raja Gelgel untuk membawanya pulang ke Badung.
Rupanya Gusti Tageh Kori menginginkan agar Dewa Manggis Kuning nantinya menggantikan dirinya untuk memimpin Kerajaan Badung setelah mangkat nanti.
Namun, kehadiran Dewa Manggis Kuning di Badung justru lebih membahayakan, karena istri raja Badung itu justru terpikat akan ketampanannya.
Tak hanya itu, Dewa Manggis Kuning bahkan berhubungan dengan salah satu dari istri raja.
Tentu saja ini membuat raja Badung murka, lalu memerintahkan anak buahnya untuk membunuh Dewa Manggis Kuning.
Putra Raja Gelgel tersebut yang mengetahui menjadi buronan raja Badung, segera menyelamatkan diri menuju ke Pinatih, dan bersembunyi di salah satu rumah penduduk yang bernama I Gusti Pahang Pinatih, yang ternyata adalah penguasa di Pinatih.
Ketika I Gusti Pahang Pinatih mengetahui bahwa Dewa Manggis Kuning yang bersembunyi itu adalah putra raja Gelgel dan sedang dalam pelarian, dia pun menaruh simpati.
I Gusti Pahang pun kemudian menikahkan Dewa Manggis Kuning dengan putrinya yang bernama I Gusti Ayu Pahang, yang kemudian menemani Dewa Manggis dalam pelarian menuju timur ke Hutan Bengkel.
Di tempat inilah kemudian pasangan suami istri itu membangun sebuah pondok untuk tempat tinggal mereka hingga berkembang dan banyak yang menetap.
Mengutip dari buku Ensiklopedi Kerajaan-kerajaan Nusantara; Hikayat dan Sejarah, karya Ivan Taniputera (2017), Dewa Manggis Kuning kemudian dianggap sebagai pemimpin di Hutan Bengkel.
Ketika terjadi pemberontakan di Kerajaan Gelgel oleh Patih Agung Gusti Agung Maruti, Dewa Manggis Kuning membantu rajanya, Dewa Agung Jambe, yang adalah kemenakannya.
Keberanian yang ditunjukkan dalam membantu mempertahankan Kerajaan Gelgel dari pemberontak, membuat nama Dewa Manggis Kuning menjadi terkenal di seluruh Bali hingga terdengar oleh Raja Buleleng, I Gusti Barak Panji Sakti.
Raja Buleleng ini merasa tertantang dan menyerang Dewa Manggis Kuning di Hutan Bengkel, namun Dewa Manggis Kuning berhasil mengalahkan Raja Buleleng bersama pengikutnya dengan menggunakan tombak pusakanya.
Untuk selanjutnya, tombak pusaka Dewa Manggis Kuning ini nantinya menjadi pusaka utama raja-raja yang memerintah Kerajaan Gianyar.
Lalu setelah Dewa Manggis Kuning mangkat, Hutan Bengkel kemudian dipimpin oleh anaknya yang bernama Dewa Manggis Pahang, lalu dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Dewa Manggis Bengkel.
Dewa Manggis Bengkel ini menikah dengan putri raja Taman Bali dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Dewa Manggis Jorog.
Pada era Dewa Manggis Jorog yang memimpin Hutan Bengkel, dia mendapat usulan dari raja Taman Bali untuk memindahkan tempat tinggalnya ke selatan dari Hutan Bengkel.
Maka di tempat baru inilah, dibangun istana baru yang diberi nama Geriya Anyar, yang artinya tempat tinggal baru, yang dibangun pada 1771.
Gianyar kemudian berkembang luas kekuasaannya dan menjadi salah satu kerajaan di Bali yang sangat diperhitungkan.
Namun, sama seperti kerajaan di Pulau Bali yang lain, pada akhirnya Kerajaan Gianyar juga berhasil dikuasai oleh Belanda.
Namun, meskipun dikuasai oleh Belanda, keberadaan kerajaan ini masih diakui oleh pemerintahannya, hanya saja statusnya menjadi daerah swapraja.
Daerah swapraja dipimpin oleh keturunan raja di Bali dan diresmikan oleh pemerintah Belanda di Denpasar.
Pada masa pendudukan Jepang, daerah swapraja diubah namanya menjadi sutyo renmei, hingga Jepang kalah dalam Perang Dunia II.
Pasca proklamasi kemerdekaan RI dan berakhirnya pemerintahan Negara Indonesia Timur, Kerajaan Gianyar berubah status menjadi daerah tingkat II setara Kabupaten melalui UU no. 69 tahun 1958.
Ini berarti bahwa Kerajaan Gianyar telah selesai dan berubah statusnya menjadi sebuah kabupaten di bawah pemerintahan Indonesia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari