Penulis
Intisari-Online.com – Bangkalan merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Bangkalan, provinsi Jawa Timur.
Bangkalan terletak di Pulau Madura, yang secara administratif wilayah Kecamatan Bangkalan ini terbagi menjadi 7 kelurahan dan 6 desa, dengan luas wilayah 36,70 km2, pada ketinggian 5 m dari permukaan laut.
Mengutip dari bangkalankab.go.id, kata ‘Bangkalan’ rupanya berasal dari kata ‘bangkah’ dan ‘La’an’ yang artinya mati sudah.
Nama yang diambil dari legenda pemberontak sakti bernama Ki Lesap yang tewas di Madura Barat.
Ki Lesap merupakan putra Madura keturunan Panembahan Cakraningrat dengan selir, mengutip disperpusip.jatimprov.go.id.
Pada mulanya, dia tidak tahu bahwa dia adalah keturunan panembahan Cakraningrat, sebelum ibunya memberi tahu Lesap tentang identitas ayahnya.
Saat masih muda, Lesap suka bertapa di gunung, di makam keramat.
Pada suatu waktu dia bertapa di Gunung Geger dalam waktu yang cukup lama, dan setelah selesai bertapa, Lesap memiliki keahlian baru yaitu menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Karena keahliannya, dia dipanggil oleh Raja dan diperkenankan tinggal di sebuah rumah di Desa Pejagan, untuk membuka pengobatan bagi mereka yang sakit.
Meski mendapatkan penghormatan dan penghargaan, namun dia tidak pernah merasa puas karena selalu diawasi oleh raja.
Ki Lesap berambisi untuk memegang pemerintahan di Pulau Madura, maka dia pun pergi meninggalkan kota tersebut dan menuju ke arah timur, dan setibanya di Gunung Pajudan di daerah Guluk-guluk, dia mulai bertapa selama beberapa tahun.
Karena kesaktian Ki Lesap, dia memiliki sebuah golok yang bisa diperintahkan mengamuk sendiri tanpa ada yang memegangnya, dan ini membuat Lesap terkenal di pelosok Madura.
Karena ambisinya, Lesap yang setelah merasa yakin, mulai mengobarkan api pemberontakan.
Dengan mendapatkan simpati dari rakyat dan saat turun dari pertapaannya di Gunung Payudan, dia berhasil menaklukkan desa-desa yang didatanginya.
Ki Lasep mulai pemberontakannya dari timur, menyerang Kerajaan Sumenep dan berhasil mendudukinya.
Pangeran Tjokronegoro IV (Raden Alza) sebagai Bupati Sumenep merasa sangat ketakutan dan melarikan diri bersama-sama keluarganya ke Surabaya, melaporkan adanya pemberontakan tersebut kepada kolonial Belanda.
Ki Lasep kemudian bergerak dari Sumenep ke Pamekasan melalui jalan sebelah selatan dan singgah di Bluto, Prenduan, Kadura, dan seterusnya.
Di setiap tempat yang dilaluinya dia disambut oleh rakyat dengan penuh simpati dan menggabungkan diri dengan pasukan pemberontak.
Pamekasan pun dapat dikalahkan karena Bupati Pamekasan ketika itu, Tumenggung Ario Aikoro IV (R. Ismail) tidak berada di tempat, sedang bepergian ke Semarang.
Adikoro IV yang mengetahui hal tersebut, meminta izin kepada mertuanya, Cakraningrat V, untuk perang melawan Lasep, yang kemudian menuju Blega dan bertemu lalu bergabung dengan kelompok dari Pamekasan yang dipimpin oleh Wongsodirejo, Penghulu Bagandan.
Ketika mereka beristirahat di Sampang, datanglah utusan dari Lesap yang membawa surat berisi tantangan untuk berperang, dan membuat Adikoro pun naik pitam dan mengajak pasukannya untuk berperang.
Namun, Penghulu Bagandan tidak setuju karena hari itu adalah hari yang nahas, dan dia menasihati Adikoro untuk berangkat keesokan harinya.
Adikoro tidak sabar menunggu walau hanya semalam, dan akhirnya Penghulu Bagandan pun menemani Adikoro ke Pamekasan.
Adikoro IV dan pasukannya mengamuk dan musuh dipukul mundur hingga ke Peganten, wilayah Pamekasan.
Karena kelelahan, perut Adikoro terkena senjata dan ususnya terburai, tanpa pantang menyerah, dia tetap mengamuk dengan tombaknya dan melilitkan ususnya di tangkai keris.
Karena kehabisan tenaga, dia jatuh lalu meninggal, pun terjadi pada Penghulu Bagandan yang gugur di medan perang.
Ki Lesap yang menang terus ke timur dan bertempur dengan Cakraningrat V, hingga dapat dipukul mundur sampai bantuan dari kompeni didatangkan dari Surabaya.
Sayangnya pasukan kolonial Belanda ini tidak bertahan dan terpaksa mundur, sedangkan Cakraningrat V yang kalah lalu mengungsi ke Melaja.
Ki Lesap kemudian membuat pesanggrahan di Desa Tonjung.
Cakraningrat V pada suatu malam bermimpi agar Lesap dikirimi seorang wanita yang memegang bendera putih yang berarti Bangkalan akan menyerah, dan itu dijalankan oleh Cakraningrat.
Dia mengirim seorang ronggeng yang mengenakan pakaian keraton dan membawa bendera putih untuk menemui Ki Lesap.
Lesap yang menerima pemberian itu lalu membawa wanita itu ke pesanggrahannya dengan keyakinan bahwa Bangkalan sudah menyerah.
Baca Juga: Benda Misterius yang Jatuh Menimpa Kandang Kosong di Sumenep Diduga Sampah Roket Falcon 9
Cakraningrat yang menunggu kabar, tiba-tiba tombak pusaka Bangkalan yang bernama Ki Neggolo gemetar dan mengeluarkan sinar, yang membuat Cakraningrat bangkit dan mengambil tombak lalu mengajak pasukannya menumpas Ki Lesap.
Ki Lesap yang berada di Desa Tonjung terkejut mengetahui Cakraningrat V tiba-tiba menyerangnya, tak menunggu lama Cakraningrat V pun mendekati Ki Lesap dan menancapkan tombak pusaka ke dadanya.
Tak menunggu lama Ki Lesap langsung roboh dan meninggal.
Saat itulah, rakyat dan rajanya sama-sama berteriak ‘Bangka-la’an’ yang artinya sudah mati.
Baca Juga: Siwalan Pun Tumbuh di Pantai Slopeng Sumenep
Baca Juga: Bukit Geger, Awal Mula Madura
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari