Penulis
Intisari-Online.com -Polemik dari komentar anggota DPR RI Arteria Dahlan saat rapat dengan Kejaksaan Agung masih terus berlanjut.
Ucapannya dinilai rasis dan membuat urang Sunda marah.
Di Kota Bandung, ada pihak yang memasang baliho.
Baliho tersebut berisi tulisan 'Arteria Dahlan Musuh Orang Sunda'.
Melansir Tribunnews.com, baliho dipasang di seberang Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/1/2020).
Pemasangan baliho tersebut diduga terkait ucapan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Arteria Dahlan belum lama ini yang meminta kepada Kejaksaan Agung untuk mengganti Kajati karena menggunakan bahasa Sunda dalam sebuah rapat kerja.
Terlepas dari itu, faktanya bahasa Jawa dan bahasa Sunda pun sangat berbeda.
Orang yang sehari-hari menggunakan Bahasa Jawa umumnya tidak fasih dengan bahasa Sunda, begitu pun sebaliknya.
Padahal, sama-sama berasal dari satu Pulau Jawa, lalu mengapa bahasa Jawa dan Sunda sangat berbeda dan tak bisa melebur?
Perbedaan Leluhur Suku Jawa dan Sunda
Sebagian besar masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Tengah (Jateng), menggunakan bahasa Jawa.
Meski logat atau dialeknya berbeda, secara umum, orang Jateng dan Jatim bisa saling memahami. Namun, akan berbeda kalau berada di Jawa Barat (Jabar).
Walau berada di pulau yang sama, sebagian besar orang Jabar memakai Bahasa Sunda, yang cukup jauh berbeda dengan Bahasa Jawa.
Padahal, tidak ada batas wilayah atau geografi yang kontras antara wilayah Jabar dengan Jateng.
Lantas, apa penyebab perbedaan bahasa yang kontras ini?
Ternyata, hal ini disebabkan leluhur orang Jawa dan Sunda itu berbeda.
rang yang tinggal di Jabar umumnya adalah keturunan leluhur dari suku Sunda, yang berbeda dari suku Jawa di Jateng atau Jatim.
Orang Jabar didominasi oleh Suku Sunda yang memiliki leluhur yang disebut sebagai Tatar Pasundan.
Penjelajah dari Portugal, Tome Pires, menyebutkan di catatan berjudul Suma Oriental pada abad ke-16.
Tome Pires menyebut leluhur Suku Sunda sebagai masyarakat dengan jiwa melaut tinggi dan pemberani.
Sedangkan suku Jawa disebut sebagai sebagai suku yang memiliki keterampilan berburu yang tinggi dan pekerja keras.
Tome Pires menyebut bahwa suku Sunda ini dulunya tidak akrab dengan suku Jawa.
Walau suku Sunda dan suku Jawa ini saling mengenal dan melakukan perdagangan bersama-sama, mereka diam-diam adalah saingan satu sama lain.
Persaingan ketat dalam hal perdagangan ini membuat asimilasi bahasa sama sekali tidak terjadi antara Jawa dengan Sunda.
Asimilasi adalah peleburan satu budaya asli dengan budaya asing yang membentuk kebudayaan baru.
Karena tidak ada asimilasi Bahasa Jawa dan Sunda, perbedaan bahasa pun akhirnya bertahan hingga ke keturunan-keturunannya di zaman modern.
(*)