Penulis
Intisari-Online.com – Beberapa waktu belakangan ini viral sebuah unggahan Instagram dari seorang wanita yang membahas makanan non-halal di sebuah restoran Jepang.
Wanita pengguna Instagram itu menyebutkan bahwa ada makanan di restoran Hanamasa yang tergolong haram bagi kaum Muslim.
Beberapa jenis makanan di restoran Hanamasa tersebut tergolong non-halal karena mengandung alkohol yang menurut Islam termasuk makanan yang tidak boleh disantap.
Pemilik akun Instagram bernama @anggiyusriani itu mengingatkan teman-teman Muslim agar tidak sembarangan makan di restoran Hanamasa.
Baca Juga: Tak Buat Mabuk, Bahkan Tuak Asal Lombok Ini Disebut Bisa Atasi Penyakit Ginjal
Pemilik akun tersebut dalam unggahannya menceritakan bagaimana dia menemukan sajian jamur fermentasi, yang setelah ditanyakan pada chef restoran, ternyata mengandung sake di dalamnya.
Menurutnya lagi, kecap asin yang selalu dituangkan di awal adalah bumbu yang menggunakan sake atau mirin.
Apa itu sebenarnya sake?
Sake adalah alkohol tradisional Jepang yang terbuat dari beras yang difermentasi.
Dikenal sebagai nihonshu (harfiah, ‘minuman keras Jepang’) di Jepang, sake merupakan minuman nasional negara itu dan biasanya disajikan selama upacara formal, acara khusus, dan hari libur nasional.
Sake biasanya dituangkan dari botol tinggi yang disebut tokkuri dan diminum dari sakazuki, cangkir porselen kecil.
Asal usul tepat dari sake tidak jelas karena mendahului sejarah yang tercatat, tetapi produksi minuman paling awal ini diketahui terjadi di China sekitar 500 SM.
Prosesnya, kasar dan jangan Anda bayangkan!
Yaitu penduduk desa akan berkumpul untuk mengunyah nasi dan kacang, lalu meludahkan isinya ke dalam bak umum yang kemudian akan disimpan dan dibiarkan berfermentasi, karena enzim air liur mereka membantu proses fermentasi).
Metode ini segera ditinggalkan setelah menemukan koji, enzim jamur yang dapat ditambahkan ke beras untuk memulai fermentasi.
Teknik pembuatan sake ini diyakini telah menyebar ke seluruh Jepang pada periode Nara (720 hingga 794), menghasilkan sake seperti yang kita kenal sekarang.
Produksi sake pada awalnya merupakan monopoli pemerintah, hingga abad ke-10 ketika kuil dan tempat pemujaannya mulai menyeduh sendiri.
Kuil-kuil tersebut menjadi penyulingan minuman utama selama berabad-abad, dan pada tahun 1300-an, sake menjadi minuman paling seremonial di Jepang.
Selama Restorasi Meiji (1868 hingga 1912), undang-undang baru mengizinkan siapa pun yang memiliki sumber daya dan kemampuan untuk menyeduh sake untuk membuka tempat pembuatan bir mereka sendiri, melansir theculturetrip.
Baca Juga: Ingin Legalkan Arak Bali, Gubernur Bali: Masak Bir Boleh tapi Arak Tidak Boleh?
Dalam setahun, lebih dari 30.000 pabrik baru dibuka di Jepang, tetapi karena pajang terus meningkat pada produsen sake, lebih dari dua pertiganya terpaksa ditutup.
Perbaikan dalam teknologi dan peralatan menyebabkan peningkatan besar dalam kualitas dan produksi sake.
Tangki baja menggantikan tong kayu tradisional yang digunakan untuk menyeduh sake, yang dianggap tidak sehat dan kurang tahan lama.
Sake menyumbang sekitar 30% dari seluruh pendapatan pajak negara, membuat pemerintah melarang alkohol buatan sendiri karena tidak dapat dikenakan pajak.
Selama Perang Dunia II, kekurangan beras mengharuskan pembuat sake menambahkan alkohol murni dan glukosa untuk mempertahankan atau meningkatkan volume, dan sampai hari ini 75% sake masih dibuat menggunakan metode ini.
Setelah pulih dari perang, popularitas minuman beralkohol Barat mulai mengambil alih penjualan dan konsumsi sake.
Saat ini, kurang dari 2.000 pabrik sake yang ada di Jepang, namun minuman ini semakin populer di luar negeri dengan pembukaan pabrik di Amerika Utara dan Selatan, China, Asia Tenggara, dan Australia.
Hari Sake, yang secara tradisional merupakan hari libur Jepang yang diadakan setiap tahun pada tanggal 1 Oktober, kini dirayakan oleh para pembuat bir dan penggemar di seluruh dunia.
Jenis-jenis sake
Mengutip dari buku Types of Sake, karya J. Gauntner (2004), dikenal beberap ajenis sake yang digolongkan berdasarkan penambahan alkohol, aroma, harga, kualitas, dan kompleksitas.
Jenis yang tidak ditambahkan alkohol:
-Junmai Daiginjoshu
-Junmai Ginjoshu
-Junmaishu
Ini adalah jenis sake yang tidak diberi tambahan alkohol, terbuat dari 70% beras poles yang difermentasikan dengan air dan enzim koji.
Di Jepang, sake jenis ini hanya dihadirkan pada acara-acara tertentu untuk memperingati hari perayaan di Jepang, karena sake ini dipercaya memiliki tingkat kemiripan hampir 90% dengan sake asli yang dibuat secara tradisional pada zaman dulu.
Baca Juga: Sopi, Yang Membuai dari Timur
Jenis yang ditambahkan sedikit alkohol:
-Daiginjoshu
Jenis sake ini termasuk jenis yang memiliki kualitas sangat baik, harga yang tinggi, aroma yang khas, dan proses pembuatan yang cukup kompleks.
Sake jepang ini terbuat dari beras poles berkualitas tinggi dengan proses pembuatan yang cukup rumit.
Sake ini termasuk cukup ringan, namun memiliki rasa dan aroma yang unik dengan penambahan sedikit alkohol
-Ginjoshu
Kualitas ginjoshu memiliki kualitas sake medium di bawah daiginjoshu, terbuat dari 60% beras poles asli dengan kualitas baik yang difermentasikan pada temperatur rendah selama beberapa waktu lamanya.
Sake jenis ini memiliki rasa yang ringan, aroma yang khas serta dimurnikan kembali. Saat pemurnian sake ditambahkan alkohol serta sari buah agar tercipta rasa sake yang manis dan segar seperti buah-buahan
-Honjozoshu
Ini adalah sake jepang yang paling identik dengan sake beras dari Jepang, terbuat dari beras, air, dan enzim koji dan sedikit alkohol yang dimurnikan.
Penambahan alkohol diperlukan untuk menciptakan aroma dan rasa yang khas.
Biasanya sake ini yang sering beredar di pasaran, alkoholnya tidak terlalu berat dan aromanya pun tidak begitu pekat khas sake dengan alkohol tinggi.
Ada satu lagi, Futsuushu, yang merupakan jenis sake biasa, tapi anehnya tidak tergolong dalam jenis sake.
Karena harganya yang murah, mudah dijangkau, dan ditemukan di toko-toko kelontong dan minimarket di Jepang.
Sake Futsuushu ini memiliki kandungan gula dan enzim yang lebih tinggi sebagai bahan tambahan dibandingkan dengan sake pada umumnya.
Fungsi sake di masyarakat Jepang
Sake digunakan masyarakat Jepang untuk berbagai macam acara adat di Jepang.
Sebagai persembahan kepada dewa-dewa untuk ritual pembersihan kuil Shinto dari roh-roh jahat.
Sake juga muncul di acara pernikahan dengan adat Jepang, prosesi minum sake dilakukan oleh penganut Shinto dengan bertukar cangkir sake sebanyak 3 buah sebagai ganti dari acara tukar cincin.
Sake juga memeriahkan acara pergantian tahun, yang dicampur dengan bahan herbal yang dipercaya dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari