Sangat Penting Bagi Masyarakat Mesir Kuno, Bir Dipercaya Sebagai Minuman Para Dewa, Osiris Sendiri Ajarkan Bagaimana Pembuatan Secara Tradisional, Tapi Pernah Bikin Mabuk Salah Satu Dewa!

K. Tatik Wardayati

Penulis

Bir yang dipercaya minuman para Dewas, menjadi minuman keseharian masyarakat Mesir Kuno.

Intisari-Online.com – Mungkin tidak berlebihan bila mengatakan bahwa bir menjadi sangat penting bagi masyarakat Mesir Kuno, bahkan sangat populer

Bir menjadi minuman pokok orang Mesir yang miskin, dinikmati oleh orang dewasa dan anak-anak, dan menjadi makanan utama orang kaya.

Para dewa sering mendapatkan persembahan bir, bahkan bir disebutkan sebagai persembahan tradisional.

Upah pekerja pun sering dibayar dengan bir (dan perlengkapan lainnya) dan para pekerja yang tinggal di desa pekerja di Giza menerima bir tiga kali sehari sebagai bagian dari jatah mereka.

Baca Juga: Berusia 4.500 Tahun, Arkeolog Temukan Kuil Tempat Pemujaan Dewa Matahari pada Zaman Mesir Kuno, Terkubur di Bawah Kuil Raja Keenam Dinasti Kelima, Nyuserra

Ada beberapa bukti bahwa bir Mesir Kuno yang tidak terlalu memabukkan, sebagai bahan makanan pokok.

Bahkan sebaliknya, bir Mesir Kuno itu bergizi, kental, dan manis.

Tentu saja, bila dikonsumsi berlebihan, bir juga bisa memabukkan seperti anggur Mesir, karena peserta festival Bast, Sekhmet, dan Hathor, sangat mabuk sebagai bagian dari pemujaan terhadap dewi-dewi ini.

Mitos populer menceritakan bagaimana bir menyelamatkan umat manusia ketika Sekhmet (dalam perannya sebagai ‘Mata Ra’) ditipu untuk minum bir berwarna yang dia kira darah dan menjadi sangat mabuk, bahkan pingsan selama tiga hari!

Baca Juga: Percaya Bahwa Kematian Hanyalah Transisi Menuju Kehidupan Setelah Kematian, Beginilah Kehidupan Sehari-hari di Mesir Kuno untuk Membuat Hidup Mereka Berharga, Termasuk Bermain Game Bersama Keluarga

Meskipun ketiga dewi tersebut di atas terkait erat dengan bir, namun Tjeneret adalah dewi bir resmi Mesir Kuno.

Menurut legenda, Osiris mengajari orang Mesir Kuno seni membuat bir, tetapi secara tradisional, meskipun tidak eksklusif, ini merupakan aktivitas wanita yang dapat memperoleh sedikit uang tambahan (atau barang barter) untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka.

Bahan utama dalam bir adalah roti yang terbuat dari adonan ragi yang kaya, mungkin termasuk malt.

Roti dipanggang ringan dan dihancurkan menjadi potongan-potongan kecil sebelum disaring melalui saringan dengan air.

Perasa ditambahkan dalam bentuk kurma dan campuran difermentasi dalam tong besar, kemudian disimpan dalam toples besar.

Ada juga bukti bahwa bir diseduh dari jelai dan emmer yang dipanaskan dan dicampur dengan ragi dan malt mentah sebelum difermentasi untuk menghasilkan bir, melansir ancientegyptonline.

Minuman para Dewa

Bir menjadi salah satu dari banyak hadiah para dewa yang diberikan kepada umat manusia di masa-masa awal dunia.

Menurut legenda, dewa Osiris memberi manusia karunia budaya dan mengajari mereka seni pertanian, dan pada saat yang sama, dia juga menyuruh mereka membuat bir.

Baca Juga: Bersama Dua Peti Kayu Bertatahkan Emas, Kereta Perang, Barang-barang Mewah, dan Madu Berumur 3.500 Tahun, Ditemukan Makam Komandan Kereta Perang Firaun, Yuya dan Tjuyu di Lembah Para Raja

Tidak ada satu pun cerita aktual yang menghubungkan peristiwa ini dan asal mula bir di Mesir, namun sering diberitakan sebagai cerita yang dikenal sebagai Penghancuran Umat Manusia (The Destruction of Mankind).

Cerita dari Kerajaan Baru Mesir (1570-1069 SM), menjelaskan bahwa bir sudah dikenal oleh para dewa, namun tidak disebutkan siapa dewa yang menciptakan alkohol dalam kisah itu, yang pasti sudah ada, namun mereka hanya menemukan kegunaan yang baik untuk itu.

Dalam Penghancuran Umat Manusia, yang merupakan bagian dari teks Kitab Sapi Surgawi, dewa besar Ra murka ketika mendengar rencana manusia untuk menggulingkannya dan memutuskan untuk menghancurkan semua orang di bumi.

Dia lalu mengirim putrinya, dewi Hathor, untuk mengurus tugas ini, yang tampaknya cukup senang saat dia mengamuk dari satu komunitas ke komunitas berikutnya, mencabik-cabik orang dan meminum darah mereka.

Ketika dia membunuh lebih banyak orang, dia berubah menjadi Sekhmet yang kejam, dan kehancurannya semakin besar.

Ra bertobat dari keputusannya dan dewa-dewa lain menunjukkan kepadanya bahwa jika Sekhmet masih tetap seperti itu, maka tidak akan ada lagi manusia yang tersisa untuk mempersembahkan korban atau pemujana kepada para dewa.

Dan ke depannya, tidak ada yang meneruskan ajaran hukuman Ra yang harus diajarkan.

Ra ingin memanggil Sekhmet kembali, tetapi dia sudah dipenuhi rasa haus darah dan sepertinya tidak ada cara untuk menghentikannya.

Baca Juga: Monumen Raksasa Seberat Lebih dari 1.000 Ton dari Mesir Kuno Ini Seolah Buru-buru Ditinggalkan Sebelum Selesai Dibuat, Benarkah karena Kepercayaan Ini di Masa Lalu?

Melansir worldhistory, Ra kemudian memerintahkan agar disediakan bir dalam jumlah besar yang diwarnai merah dan dikirim ke Dendera, langsung di jalur Sekhmet.

Sang dewi yang menemukan bir itu mengira bahwa itu darah, meminumnya.

Dia kemudian mabuk, tertidur, dan bangun lagi sebagai Hathor, dewi yang baik dan lembut.

Festival Tekh, salah satu yang paling populer di Mesir, memperingati acara tersebut.

Festival Tekh dikenal sebagai ‘Festival Mabuk’ dan pertama kali diamati di Kerajaan Tengah Mesir (2040-1782 SM), tetapi bisa jadi sebelumnya.

Ini paling populer selama kerajaan Baru, yang kisah amukan dan transformasi Sekhmet ditemukan dipahat di makam Seti I, Ramses II, dan lainnya.

Pada festival ini, yang didedikasikan untuk Hathor, para peserta akan minum bir berlebihan, tertidur di aula tertentu, dan tiba-tiba terbangun karena pemukulan drum.

Alkohol mengurangi hambatan orang dan kemampuan kritis serta memungkinkan untuk melihat sekilas dewi ketika peserta dibangunkan oleh drum.

Baca Juga: Maat, Dewi Hukum Mesir Kuno Dipercaya Bawa Ketertiban di Alam Semesta Penuh Kekacauan, Tergerus Ketika Romawi Kuasai Mesir

Pembuat bir Mesir Kuno

Dalam masyarakat Mesir Kuno, pembuat bir menikmati status sosial yang tinggi, melansir historicaleve.

Kerajinan pembuat bir terbuka untuk wanita dan pabrik yang dimiliki dan dikelola oleh wanita, demikian menurut catatan Mesir awal.

Dalam ekonomi barter, bir secara teratur digunakan sebagai pembayaran untuk layanan yang diberikan.

Para pekerja di Piramida Agung dan kompleks pekuburan di Dataran Tinggi Giza diberi jatah bir tiga kali setiap hari.

Begitu seriusnya penduduk Mesir memandang bir, sehingga ketika firaun Yunani Cleopatra VII (69-30 SM) memungut pajak bir, popularitasnya turun drastis karena pajak ini, daripada semua perangnya dengan Roma.

Baca Juga: Bak Pembangkit Tenaga Listrik, Kelas Sosial Bawah Produksi Barang-barang untuk Diperdagangkan, Beginilah Kehidupan Para Buruh dan Petani pada Masa Mesir Kuno

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait