Advertorial
Intisari-Online.com – Kekaisaran Mesir Kuno yang kita kenal sekaran gini muncul pada masa Kerajaan Baru, sekitar 1570 hingga 1069 SM.
Pada masa inilah puncak kejayaan, kekuatan, dan pengaruh militer Mesir Kuno.
Pada puncaknya ini, Kekaisaran Mesir Kuno mengangkangi Yordania modern ke timur memanjang hingga ke barat ke Libya.
Dari utara, membentang dari Suriah dan Mesopotamia ke Sungai Nil, lalu ke Sudan di perbatasan paling selatan.
Lalu, apa faktor yang dapat menyebabkan jatuhnya peradaban paling kuat dan dinamis seperti Mesir Kuno ini?
Pergolakan yang terjadi pada raja sesat Dinasti ke-18 Akhenaten telah stabil dan dibalikkan oleh Dinasti ke-19.
Namun, tanda-tanda kemunduran mulai muncul pada Dinasti ke-20 (1189 SM hingga 1077 SM).
Ramses II yang sangat sukses dan penerusnya, Merneptah (1213-1203 SM), mengalahkaninvasi Hyksos atau Orang Laut, namun kekalahan tersebut tidak terbukti menentukan.
Orang Laut kembali selama masa pemerintahan Dinasti ke-20, Ramses III. Firaun Mesir dipaksa untuk memobilisasi perang.
Ramses III dapat mengalahkan Orang Laut dan mengusir mereka dari Mesir, namun mengorbankan kehidupan maupun sumber daya.
Setelah kemenangan ini, pengurasan tenaga kerja Mesir sangat mempengaruhi hasil pertanian Mesir, khususnya produksi biji-bijian.
Perang menguras perbendaharaan Mesir yang dulu meluap, sementara dislokasi politik dan sosial berdampak pada hubungan perdagangan.
Efek kumulatif dari perang juga tak terhitung jumlahnya oleh Orang Laut di negara-negara lain di wilayah tersebut, yang mengakibatkan dislokasi ekonomi dan sosial pada skala regional.
Berikut ini yang menyebabkan kemunduran dan kejatuhan Kekaisaran Mesir Kuno:
Perubahan iklim
Landasan Kekaisaran Mesir Kuno adalah pertaniannya.
Banjir tahunan dari Sungai Nil meremajakan sebidang tanah subur yang membentang di sepanjang tepi sungai.
Menjelang akhir Kekaisaran, iklim Mesir menjadi semakin tidak stabil.
Kira-kira seratus tahun, Mesir dilanda musim kemarau yang tidak sesuai dengan musimnya, sehingga banjir Nil tahunan tidak dapat diandalkan dan permukaan air turun karena curah hujan yang rendah.
Gelombang cuaca dingin juga menenkan tambahan cuaca hangat Mesir yang berdampak pada panenan.
Faktor-faktor iklim ini kemudian memicu kelaparan yang meluas.
Bukti arkeologi menunjukkan ratusan ribu orang Mesir Kuno mungkin telah tewas karena kelaparan atau dehidrasi.
Pakar iklim kuno menunjuk permukaan air Sungai Nil yang rendah sebagai faktor kunci di balik penurunan kekuatan ekonomi dan adhesi sosial Mesir Kuno.
Namun, periode dua hingga tiga dekade banjir yang tidak menentu oleh Sungai Nil selama masa Kekaisaran Mesir juga tampaknya telah menghancurkan tanaman dan membuat ribuan orang kelaparan yang menyebabkan hilangnya populasi penduduk.
Faktor ekonomi
Ketika kekuasana negara terkikis, kesenjangan ekonomi merusak kohesi sosial Mesir Kuno dan mendorong warga biasa ke jurang keruntuhan.
Dalam waktu bersamaan, melansir historicaleve, kultus Amun mendapatkan kembali kekayaannya dan menyaingi Firaun dalam pengaruh politik dan ekonomi.
Konsentrasi dari tanah yang subur di tangan kuil, membuat petani kehilanga haknya.
Ahli Mesir Kuno memperkirakan bahwa pada satu titik, kultus memiliki 30 persen tanah Mesir.
Konflik distribusi kekayaan ini melemahkan otoritas keagamaan dan sekte-sekte, dan inilah yang melanda jantung masyarakat Mesir.
Selain masalah sosial, serangkaian perang yang tak berujung juga terbukti sangat mahal.
Pendanaan ekspansi militer untuk serangkaian perang tak berujung menekan struktur keuangan pemerintah, menjadi semakin melemahkan kekuatan ekonomi firaun, dan melemahkan negara dengan fatal.
Rangkaian goncangan ekonomi ini tidak hanya mengikis ketahanan Mesir, tetapi juga membuatnya mengalami kerugian besar.
Faktor politik
Kekurangan sumber daya keuangan dan alam akhirnya secara bertahap mempengaruhi kemampuan proyeksi kekuatan Mesir yang dulu sangat kuat.
Beberapa peristiwa politik penting menggeser kekuasaan di antara para elit Mesir, yang mengakibatkan negara terpecah.
Pertama, peran Firaun yang dulu dominan dan tidak perlu dipertanyakan lagi berkembang.
Pembunuhan Firaun Ramses III (1186 sampai 1155 SM), mungkin Firaun besar terakhir dari Dinasti ke-20, menciptakan kekosongan kekuasaan.
Ramses III sendiri mampu menyelamatkan Mesir dari kehancuran selama pergolakan Orang Laut ketika kerajaan lain runtuh selama Zaman Perunggu Akhir, kerusakan yang disebabkan oleh invasi memakan korban di Mesir.
Ketika Ramses III dibunuh, Raja Amenmesse, memisahkan diri dari kekaisaran, membuat Mesir terbelah menjadi dua.
Perang saudara yang terjadi berlarut-larut, gagal menyatukan kembali Mesir Kuno.
Faktor militer
Serangkaian konflik eksterneal yang menghancurkan semakin menguras tenaga dan kemampuan militer Kekaisaran dan akhirnya berdampak pada keruntuhan dan aneksasi oleh Roma.
Dampaknya makin parah sehingga terjadi kerusuhan sipil, perampokan makam, dan korupsi yang mewabah di kalangan pemerintahan umum dan keagamaan.
Pada 671 SM, Kekaisaran Asyur yang agresif menginvasi Mesir, yang kemudian memerintah sampai 627 SM.
Setelah gerhana Kekaisaran Asyur, pada 525 SM Kekaisaran Persia Achaemenid menginvasi Mesir.
Mesir mengalami pemerintahan Persia selama hampir satu abad.
Periode pemerintahan Persia ini dipatahkan pada 402 SM, ketika serangkaian dinasti muncul kembali merebut kemerdekaan Mesir.
Dinasti ke-3 menjadi dinasti asli Mesir terakhir setelah Persia mendapatkan kembali kendali atas Mesir, digantikan oleh Alexander Agung pada 332 SM, ketika mendirikan Dinasti Ptolemeus.
Akhir game
Kerusuhan ekonomi dan politik yang berkepanjangan serta perubahan iklim yang menghancurkan ini, berakhir dengan Mesir kehilangan kedaulatan atas sebagian besar wilayahnya, dan menjadi provinsi di dalam Kekaisaran Persia.
Ratusan ribu orang tewas, publik Mesir bermusuhan dengan para pemimpin politik dan agama mereka.
Kekristenan mulai menyebar ke seluruh Mesir dan dibawa dengan alfabet Yunani.
Agama baru itu menghentikan banyak praktik sosial kuno seperti agama lama dan mumifikasi, yang berefek mendalam pada budaya Mesir.
Adopsi alfabet Yunani selama Dinasti Ptolemeus menyebabkan penurunan bertahap dalam penggunaan hieroglif sehari-hari, karena dinasti yang berkuasa ini tidak bisa berbicara bahasa Mesir atau menulis dalam hieroglif.
Perang saudara Romawi yang berlarut-larut akhirnya mengakhiri Kekaisaran Mesir Kuno yang merdeka.
Pergeseran budaya dan politik seismik inilah yang menandai kejatuhan terakhir Mesir Kuno.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari