Penulis
Intisari - Online.com -Memiliki tanah dan rumah layaknya sudah menjadi keharusan saat ini sebagai tempat tinggal permanen.
Namun agaknya hal ini menjadi tantangan yang cukup besar bagi warga Yogyakarta.
Seperti melansir cuitan akun Twitter @prabu_yudianto Sabtu (18/12/2021) yang menceritakan jika warga Yogyakarta menjadi sasaran mudah penggusuran.
Namun pelaku penggusuran bukan pemerintah daerah, melainkan penguasa absolut di Yogyakarta yang berada di atas pemerintah daerah: Keraton Yogyakarta.
"Jogja menuju gegeran baru
Beberapa hari lalu warga Tamansari Jogja dipanggil Badan Pertanahan Nasional. Dengan alasan seluruh tanah warga akan dibuatkan sertifikat. Karena sebelumnya magersari Kraton
Warga bersorak. Tanpa sadar ini cara Kraton memulai siklus penggusuran"
Akun tersebut melanjutkan, jika ternyata warga masih berharap jika dengan sertifikasi oleh BPN maka tanah mereka bisa bebas gusuran, tapi ternyata warga tetap tidak bebas gusuran.
"Ini menarik, karena warga masih berharap bahwa dengan sertifikasi oleh BPN, maka tanah mereka bebas gusuranNyatanya, area Wijilan saja sudah mulai digusur dengan semboyan "ganti untung"Ya yang diganti hanya bangunan, tanah tidak diganti"
Lebih lanjut ia menyebut mengenai magersari Keraton dan Sultan Ground.
"Saya coba memahami surat magersari milik keluarga kamiMemang masalah ganti rugi cukup mengambang. Tapi sesuai pernyataan lisan, dulu kami dijanjikan tukar tanah dan bangunan di wilayah sultan ground lain
Sepertinya, pernyataan dahulu sudah tidak dijalankan
Mungkin sulit bagi anda untuk memahami konflik ini. Apalagi tidak akrab dengan sultan ground
Tapi bagi kami yang terdampak, kami hanya bisa menerima kenyataan kapan saja bisa digusur
Tapi kami jadi bertanyaApakah janji Suwargi Sultan HB IX tentang takhta untuk rakyat (termasuk izin bermukim di sultan ground tanpa terusik) memang tidak relevan
Dan apakah pernyataan HB X dulu masih menjadi ketenangan bagi kami?"
Magersari Keraton dan Sultan Ground
Intisari Online sebelumnya pernah membahas mengenai keunikan tentang penggunaan tanah di Yogyakarta dalam artikel berjudul Banyak Warga Keturunan China Tinggal di Indonesia, Terkuak Satu Daerah Ini Malah Tak Perbolehkan Warga Keturunan China Bisa Miliki Lahan yang Sampai Buat WNI Nonpribumi Protes Mati-matian
Artikel tersebut menyoroti protes yang dilayangkan WNI keturunan China kepada Mahkamah Konstitusi di tahun 2019 yang menuntut Keistimewaan Daerah istimewa Yogyakarta (DIY).
Ialah Felix Juanardo Winata yang menuntut hak pertanahan Keraton Yogyakarta.
Secara singkat, kepemilikan tanah oleh WNI nonpribumi di Yogyakarta sudah diatur oleh Kesultanan Yogyakarta.
Paku Alam VIII membuat surat instruksi bernama Instruksi 1975 atau Instruksi Wagub DIY 1975, atau Instruksi 898/1975 yang mengatur hal sensitif ini.
Beliau memerintahkan agar tidak memberikan hak milik tanah kepada warga negara nonpribumi, meliputi Eropa atau kulit putih, kemudian Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) yaitu orang Tionghoa, Arab, India, atau non-Eropa lainnya di Yogyakarta.
Mereka hanya diberi hak guna saja.
Penjelasan ini membawa ulasan selanjutnya yaitu Sultan Ground, atau Tanah Kasultanan atau juga disebut Sultanaat Ground.
Kasultanan sendiri yang dimaksud adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun temurun serta dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono, diatur dalam UU 13/2012 dan Kasultanan atau Kadipaten sudah dinyatakan sebagai badan hukum.
Sebagai badan hukum, Kasultanan memiliki hak milik atas tanah Kasultanan, sedangkan Kadipaten memiliki hak milik atas tanah Kadipaten.
Ini artinya Sultan Ground atau Tanah Kasultanan atau Sultanaat Ground yang disebut juga Kagungan Dalem adalah tanah milik Kesultanan Yogyakarta.
Tanah ini meliputi tanah Keprabon dan tanah bukan Keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY.
Kasultanan dan Kadipaten berwenang mutlak mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten, dilakukan untuk melakukan pengembangan, kepentingan sosial dan juga kesejahteraan masyarakat.
Hal ini juga diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UU No 5 Tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau UU Pokok Agraria.
Pasal tersebut berbunyi, “Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyak hal milik dan syarat-syaratnya”.
Hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten tersebut didaftarkan pada Lembaga pertahanan, yang sesuai dengan UU.
Untuk pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten oleh pihak lain, harus mendapatkan izin Kasultanan.
Rakyat selama ini tidak memiliki hak milik atas tanah di Yogyakarta dan hanya memiliki hak guna bangunan, hak pakai, dan hak sewa.
Berkaitan dengan hal tersebut, Magersari adalah status peminjaman tanah oleh rakyat kepada Keraton Yogyakarta, melansir penelitian UGM berjudul Tanah Magersari di Kota Yogyakarta Pada 1984-2012, tanah Magersari dulunya diberikan kepada abdi dalem dan para Sentana dalem sebagai tempat tinggal.
Seiring berjalannya waktu, rakyat jelata bisa tinggal juga di tanah-tanah tersebut, karena Sultan mengizinkan rakyat untuk menggunakan tanah Magersari pada akhir abad ke-19 akibat gempa bumi.
Namun di abad ke-20 tepatnya sejak 1918 yaitu di zaman pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII muncul lembar kerajaan bernama Rijksblad.
Bunyi dari lembaran ini adalah semua tanah yang tidak memiliki bukti kepemilikan menjadi tanah kerajaan, yang kemudian melahirkan istilah Sultan Ground berdasarkan Rjiksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 dan Pakualaman Ground Rijksblad Pakualaman Nomor 18 Tahun 1918.
Kini banyak warga Yogyakarta yang menyadari sudah terlalu terlambat untuk protes mengenai hak kepemilikan ini.
Banyak juga warga yang sudah ikhlas jika digusur setiap saat.
Hanya saja, di tahun 2013, Sultan Hamengkubuwono X pernah menjanjikan 'untuk sementara akan menghentikan pemberian hak Magersari kepada warga' seperti dikutip dari Tribunnews.
"Untuk sementara ini, kami tidak menerima surat permohonan pengajuan sertifikat `magersari`. Silakan `Sultan Ground` (SG) digunakan masyarakat, tetapi yang penting tidak diperjualbelikan," kata Sultan HB X di Gunung Kidul, Selasa (19/2/2013).
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini